Chapter 25

2.4K 313 181
                                    

Illa menahan lidahnya berkata-kata sementara kakinya terus mengikuti musik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illa menahan lidahnya berkata-kata sementara kakinya terus mengikuti musik. Dia akan menunggu sampai dia cukup pantas untuk mengatakannya, karena dia punya keabadian untuk mewujudkannya.

Illa mengeratkan dekapannya pada gadis itu, merasakan napas hangat Airlann menyapu lehernya, membiarkan wangi hutan setelah hujan memenuhi kepala, menyimpannya dalam kenangan. Malam ini cukup baginya.

Kerlip api redup menyala pada kandelier yang terletak pada samping tempat tidur berkelambu putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kerlip api redup menyala pada kandelier yang terletak pada samping tempat tidur berkelambu putih. Seorang pria tua terbaring lemah di atas tempat tidur, melipat kedua tangannya di dada. Keriput menguasai seluruh sudut wajah, memberi kesan bijak tapi rapuh. Rambutnya yang memutih tampak menipis di bagian depan, sementara mata birunya memandang redup ke arah samping, tempat seorang pria muda berambut hitam duduk menatapnya sedih.

"Halo, Illa." Suara serak terdengar dari kerongkongan yang kesulitan berbicara. "Aku senang kamu datang."

Illa mengambil napas dalam dan tersenyum sebelum membalas, "Simpan tenagamu, James. Sebentar lagi Timmy dan Henry akan tiba."

Mata biru itu berkedip lemah, tanda bahwa dia mengerti sebelum kembali memandang ke arah langit-langit tempat tidur yang menjatuhkan kain-kain tipis berwarna putih, bergerak pelan tertiup angin yang lolos dari jendela. Kesunyian turun menaungi dua orang yang bersahabat seumur hidup mereka, berbicara lebih banyak daripada ribuan kata dari orang yang tak saling mengenal. Illa menggenggam tangan kurus milik James, memberi jaminan bahwa semuanya baik-baik saja sementara lidahnya tetap terkunci.

Rasanya aneh melihat bahwa orang yang bertumbuh bersama menjadi tua sementara dirinya tetap. Sangat sedikit perubahan yang terjadi sejak dia tahu bahwa dirinya bukan lagi manusia. Wajahnya masih sama seperti ketika dia berusia dua puluh tahun, walau sahabatnya kini telah menginjak umur tujuh puluh tahun, terbaring sekarat, menanti ajal.

Illa menatap temannya, bimbang. Apakah dia harus mengatakan rahasia yang dia pendam seumur hidup tentang ayahnya atau tidak?

Dia akan segera meninggal, sebuah suara berkata dalam hatinya. Dia berhak mengetahui kebenaran.

Untuk apa? Suara yang lain bergema dalam kepalanya. Supaya dia mati dengan penyesalan?

"Tolong, jaga Timmy dan Henry," ucap James lemah, membuat Illa tersentak. "Sama seperti kamu menjagaku."

[Sudah Terbit] I'mmortal Series: Reminiscentiam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang