Relung hati telah menceritakan semuanya sejak dari awal. Berperan sebagai pengingat yang tiada henti beradu dengan akal sehat. Berlagak mengerti padahal licik menyangkali.
Pikiran sadar namun hati menghapus asal dari semua kenyataan yang dia terima. Penuh ego dia menghindar dengan dalih memperbaiki.
Bagai burung yang menolak untuk terbang. Berusaha dia menghentikan apa yang sudah menjadi sebuah kepastian. Bahwa akan hadir masa dimana semua yang bersifat kefanaan itu tidak lebih dari sekedar tiada arti.
Sanak saudara pergi memenuhi panggilan-Nya. Namun dia sesegera mungkin menutup segalanya. Hati dan pikiran menyangkal. Segala kemungkinan akan apa yang menimpa dirinya nanti.
Sungguh munafik dia bagai penipu ulung. Bersorak penuh hasrat menginginkan sebuah kenikmatan. Tanpa hati yang suci bersyukur untuk memilikinya. Tanpa pikir apa akibat dari kesalahan yang telah berlalu.
Menderaikan segala cara untuk mengelak dari akan tiba masa saat segala kemampuan yang tersimpan hanyalah tipuan yang tak dapat membantu mengembalikan semua seperti semula.
Namun, begitu sulit bagi dia yang tidak ingin menyadari. Menanamkan sebuah harapan di dalam hati busuk yang selalu mereka sebut dengan kekekalan.
Tunggulah, wahai engkau si Penipu Ulung. Menanti sampai kau menyesal telah berhenti untuk menyadari. Meratapi akan arti sepenuhnya dari semua yang engkau miliki.
Berkelanjutan dia berpikir akan lolos secara utuh. Dia yang terlalu naif untuk menerima takdirnya. Dia yang sengaja mengadu domba otak dan hatinya. Dia yang merupakan salah satu dari segala bentuk kebesaran-Nya.
Dia, adalah aku manusia yang berkhianat.
09/04/17
![](https://img.wattpad.com/cover/95718010-288-k879756.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imaji
PoetryCoba lihat situasinya. Jika dia cukup bodoh untuk meninggalkanmu dalam luka. Maka buatlah dirimu cukup pintar dengan merelakannya. Karena nyatanya, orang yang kita cinta, adalah yang lebih sering meninggalkan luka. Peak #64 Copyright©2017 Hak cipta...