Kembali

715 43 13
                                    

Dahulu indah rasanya saat memandang dirimu. Dua iris mata yang memilih untuk selalu cerah. Dengan senyum manis yang berhasil beraksi dengan hebatnya.

Dahulu pula, aku tersadar. Detik itu, disaksikan sendu sinarnya sang ratu malam, aku terketuk. Tak ada yang menandingi perasaan itu. Perasaan yang aku berikan padamu.

Dahulu, sekali.
Aku jatuh hati.

Aku dengan senyum, memujamu.
Kamu, dengan segala kesempurnaan yang selalu bersamamu.

Tapi, siapa aku, selain batas yang menyedihkan. Aku, yang malang.

Namun, sekarang aku adalah aku.
Wanita dungu dengan perasaan yang semu. Mengharapkan dirimu, untuk menjadi pria seperti dulu.

Mau aku berikan apa lagi?

Hati ini, yang pedih.
Segalanya sudah kamu kuasai.

Rela kamu lupakan bagai lelucon sementara. Semua rasa itu telah terbuang telak. Mencabik hati yang sudah melukiskan kepedihan. Melukaiku dengan sangat baik.

Tanpa celah, tanpa sisa.

Kesadaran sesungguhnya baru saja menamparku. Kesengsaraan pula datang memohon perkenalan, dan aku menerimanya sebagai sahabat malamku.

Sedih sedia, selalu setia.

Aku menunggu. Menanti peristiwa itu. Masa waktu untuk bersatu. Namun, ini sudah di luar kemampuanku.

Perih, letih.
Aku, hampir pergi.
Dengan luka di hati.

Namun, aku kembali.
Bukan untuk kembali bodoh padamu.
Tapi untuk perasaan itu.

Yang kupaksa agar kembali.
Membangkitkan jiwa yang nyaris mati.

Meski seratus kali lipat lebih menyakitkan. Masih senyum kagum yang aku berikan. Kagum akan perlakuanmu yang tak segan.

Aku, sudah pergi.
Meninggalkan sedikit sisa hati ini.

Pergi, dan tak akan pernah lagi.
Tak akan terbesit lagi.

Untuk kembali.

08/04/17

ImajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang