Copyright2017©Anita _ pardais
****
Angga yang baru keluar dari kamar tampak segar dengan kaos oblong putih dan celana training panjang warna merah. Untung bukan pas 17 Agustusan. Kalo nggak pasti sudah dikerek pake tali di tiang dikira bendera kemerdekaan.
Angga berjalan kearah ruang makan melewati ruang tengah di mana Rindu tengah duduk berselonjor di sofa depan tivi sambil menonton tayangan masak-memasak dari seorang chef cowok yang mukanya ganteng banget bikin ngiler.
Yakin deh kalo yang nonton para kaum hawa pasti nggak bakalan masuk ke otak pelajaran memasaknya karena cuma bengong ngelihatin tampang cakep sama body kekar sang chef yang dibalut baju khas para chef dengan celemeknya yang melilit di sekitar pinggul. Sexy binggo!
Rindu saja dari tadi cuma fokus ke wajah chefnya sambil terus mengusap-usap perutnya yang masih rata. Berharap si jabang bayi nanti mirip dengan sang chef padahal Bapak dari anaknya juga tak kalah ganteng dari si chef itu.
Angga tak terlalu memperhatikan kegiatan Rindu yang melongo sambil mengusap-usap perutnya. Dia melangkahkan kakinya ke meja makan yang terletak di sebelah ruangan Rindu yang sedang menonton tivi. Ruangan ini hanya dipisahkan satu dinding rendah, jadi dari arah meja makan dapat melihat secara langsung keruang tivi.
Angga melihat keatas meja makan yang bersih tanpa segelas kopi favoritnya ataupun sepiring nasi goreng, kue-kue atau apapun itu yang bisa mengenyangkan perutnya. Hanya seceret air putih dan gelas kosong yang berada di sana.
Angga menoleh melihat Rindu diruang tivi lalu melihat ke arah meja makan lagi. Kepalanya bertanya-tanya. Kenapa Rindu tidak membuatkannya kopi. Bahkan Rindu tak membuatkannya apa-apa.
Angga kembali menoleh pada Rindu yang masih asik menonton tivi. Istrinya itu malah sibuk mengelus-elus perutnya. Seolah tak merasa bahwa suaminya belum disiapin apa-apa padahal biasanya Rindu selalu menyiapkannya kopi beserta makanan di atas meja saat Angga baru memulai aktifitasnya. Rindu sudah tau jadwal rutinitasnya baik disaat dia bekerja ataupun sedang libur.
Angga pun akhirnya melangkahkan kaki keruang tivi lalu mendudukkan dirinya di sebelah Rindu. Matanya sesaat menatap layar tivi yang masih menayangkan acara masak-memasak. Apa Rindu kepingin makanan yang sedang dimasak itu? Pikir Angga yang tadi melihat Rindu mengelus-elus perutnya. Angga berpikir mungkin istrinya itu sedang ngidam seperti yang pernah didengarnya dari cerita teman-temannya yang sudah duluan menikah dari dirinya.
Entah apa yang sedang di masak oleh chef itu, Angga hanya melihat benda seperti potongan terong mengapung-apung di dalam panci. Kalo cuma masak sayur terong kenapa sampe masuk tivi, pikir Angga sinis.
"Mana kopinya Rin." Angga bertanya dengan nada datar seraya melirik Rindu yang masih santai menatap layar tivi. Tapi saat ini istrinya itu sudah tidak mengelus-elus perutnya lagi.
"Nggak ada," sahut Rindu tanpa mengalihkan pandangannya. Setengah mati dia berusaha mempertahankan pandangannya agar tak tergoda untuk menoleh kearah insan Tuhan super sexy di sebelahnya. Ya Tuhan wanginya saja sudah membuat hati Rindu cenat-cenut.
"Gulanya habis?" tanya Angga yang mencoba mencari tau mengapa sampai tak ada kopi untuk dirinya pagi ini.
"Nggak."
"Kopinya yang habis," tebak Angga langsung.
"Nggak."
"Jadi kenapa." Tak mungkin air yang habis karena persediaan di sumur mereka tak akan kurang meski musim kemarau sekalipun.
"Dedek bayinya nggak mau," ujar Rindu masih dengan santainya. Padahal hanya Tuhan yang tau bagaimana usahanya untuk bersikap santai di awal rencana yang sudah di susunnya pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di ujung jalan
RomanceJalan hidup membuat Angga menikahi Rindu. Sikap Angga yang cuek dan dingin di terima Rindu begitu saja. Tapi lambat laun seiring bertambahnya jejak langkah yang mereka tinggalkan Rindu menginginkan Angga berubah menjadi pria yang lebih hangat. Sedan...