Copyright2017©Anita_ pardais
****
Karma doing exist. Rindu merasakannya sendiri sekarang. Berniat mengerjai suaminya malah dia sendiri yang menerima akibatnya. Dia kelaparan. Dan mas Rangga mungkin sudah kekenyangan saat ini.
Makanya jangan ngerjain suami, kualatkan?! Bisik batinnya mengejek di pojokan sambil mengacungkan jari telunjuk dan menggoyangkan pantat. Membuat hatinya yang panas menjadi semakin jengkel.
Bagaimana tidak?! Seharusnya mas Rangga tadi mengajaknya untuk keluar bukan malah ngelonyor pergi seenaknya meninggalkannya sendirian seperti ini!
Bukannya Rindu tak mau mengatakan jika dirinya ingin ikut, sudah umum, sudah jamak dan sudah terlalu biasa jika dia yang meminta duluan. Dia ingin sekali saja Angga yang berinisiatif mengajaknya. Bukankah di rumahnya tidak ada makanan. Dan Rindu bukanlah sejenis rayap yang bisa menjadikan daun pintu sebagai bahan camilan.
Tapi suaminya memang tak pernah peka. Dan Rindu sadar sekarang bahwa menunggu seorang Rangga Leksmana untuk menunjukkan sisi pedulinya sama saja dengan mengharapkan David Guetta duet dengan Roma Irama. Nggak mugkin! Impossible! Mustahil! Whatever!
Rindu capek. Hayati lelah. Laela resah hatinya bingung. Yawloh!
Rindu beranjak dari sofa seraya mematikan tivi lewat remot yang dipegangnya. Acara masak-memasaknya sudah habis dan sekarang Rindu memang kelaparan dan hendak mencari sesuatu yang bisa mengganjal perutnya sebab hanya melihat makanan lewat canel tv sama sekali tidak mengenyangkan. Bahkan malah semakin lapar. Membuat Rindu semakin galau tingkat dewa. Kasian jabang baby nya. Dari pagi cuma di kasih susu sama remahan biskuit. Ter-la-lu!
Kalau menunggu suaminya membawakan sup bola-bola ikan pesanannya, Rindu tak yakin. Tak perlu menerawang pake mata batin pun Rindu tau kalau suaminya itu tak benar-benar mau mencarikan pesanannya. Dengan alasan bayi mereka sekalipun. Begitulah suaminya, ganteng-ganteng kejam.
Rindu keluar lewat pintu samping dan langsung memakai sendal jepitnya yang peninggalan jaman penjajahan. Sendal Jepang.
See. Dulu jepang menjajah kita dan sekarang kita memakai sendal yang di beri nama sendal Jepang supaya kita bebas menginjak-injaknya. Penyet-penyet dah! Balas dendam yang gak efektif. Nggak ngaruh juga sama orang Jepangnya. Emang doi ngerti sarkas kita? Ada akuwa? Author mulai salah fokus.
Rindu menutup pintu di belakangnya sebelum kakinya melangkah meninggalkan teras menuju pekarangan mungil di samping rumahnya. Bibir mungilnya tersenyum.
"Halo Boy," sapa Rindu pada seekor ayam jago berbulu blasteran. Merah campur hitam. Bulu ayam itu tampak mengkilap di terpa sinar matahari. Jenggernya berwarna merah dan panjang. Dadanya membusung menambah kesan macho pada si ayam jantan yang bernama Boy itu. Jangankan ayam betina, Rindu yang jelas-jelas bukan ayam betina saja jatuh hati pada ayam jantan pemikat itu.
Rindu berjalan mendekat pada kurungan setengah lonjong yang terdapat ayam bernama ' Boy ' itu di dalamnya.
"Kukuruyuuukk.... kluk! kluk! kluk! kluk!" Suara kukuruyuk Boy yang unik terdengar. Boy ini adalah jenis ayam ketawa. Jadi setiap dia berkokok akan terdengar suara seperti ketawa di ujungnya yang membuat Rindu selalu tersenyum mendengar kokokan ayam jantan itu.
Boy di bawa Angga sekitar seminggu yang lalu. Agar rumah mereka sedikit rame katanya waktu menunjukkan ayam seharga satu juta setengah itu padanya. Membuat Rindu menahan nafas sesak. Lha ayam di kandang ternak ayahnya saja bejibun tinggal ambil sepuasnya, gratis lagi. Malah suaminya mambawa ayam yang harganya membuat Rindu gagal paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di ujung jalan
RomanceJalan hidup membuat Angga menikahi Rindu. Sikap Angga yang cuek dan dingin di terima Rindu begitu saja. Tapi lambat laun seiring bertambahnya jejak langkah yang mereka tinggalkan Rindu menginginkan Angga berubah menjadi pria yang lebih hangat. Sedan...