10. Nyess...

5K 552 71
                                    

Copyright2017©Anita_pardais

****

Sore itu sepulang dari bandara Angga langsung ke rumah orang tuanya. Rindu tadi berpesan minta dijemput di sana. Istrinya itu rupanya sedang rajin ke rumah orang tuanya. Buktinya baru kemarin mereka dari sana, hari ini dia sudah kesana lagi.

Tapi baguslah. Hitung-hitung mengakrabkan diri antara mertua dan menantu. Dan itu artinya istrinya cocok dengan ibunya.

Angga memarkir motornya begitu sampai di halaman rumah orang tuanya. Setelah melepas helm dan meletakannya di atas motor, Angga bergegas masuk ke dalam rumah. Sambil berjalan Angga menyisir asal rambut hitam tebalnya dengan menggunakan jari-jari tangannya. Dia tak membawa apapun. Lupakan soal bunga. Karena Angga dengan bunga bukanlah dirinya sama sekali. Dan Angga tak berniat sedikitpun untuk menjadi orang lain.

Cuek, kaku, dan dingin. Semua itu sudah menjadi satu paket dengan diri seorang Rangga Leksmana. Inilah dirinya. Apa adanya. Jika Rindu mau menjadi istrinya maka dia harus bisa menerima dirinya yang apa adanya seperti ini. Just do it.

Angga mengucap salam saat melewati pintu depan yang terbuka. Lalu jawaban salam itu di dengarnya dari arah ruang tengah. Angga pun melangkahkan kakinya ke sana dan menemukan adik, kedua orang tuanya serta Rindu tengah duduk berkumpul menikmati acara tivi.

Jam sudah menunjukkan pukul enam sore. Jadi wajar jika bapak dan juga Mita sudah pulang kerja dan menikmati waktu istirahat mereka. Tak seperti dirinya yang tak pasti jadwal kerjanya. Terkadang jam segini dirinya masih berkutat dengan baut dan oli. Dan pulang ketika orang lain sudah menjemput mimpi mereka masing-masing.

Angga tak tau acara apa yang tengah mereka tonton. Karena dia memang jarang menonton tivi kecuali ada siaran berita atau pertandingan bola kaki. Tapi itupun tak maniak sekali, tak seperti penggila bola yang rela bergadang sampai pagi demi menonton klub bola favorit mereka. Jika Angga melakukan itu, maka bukan dia yang menonton bola, tapi bola yang menontonnya. Karena Angga pasti sudah tertidur sebelum pertandingan itu selesai.

"Yang baru pulang, capek Mas?" tanya Mita yang dijawab hanya dengan anggukan oleh Angga. Lalu dia mejatuhkan diri langsung berselonjor di sebelah Rindu yang duduk di atas karpet bersebelahan dengan Mita.

Kepalanya menoleh pada Rindu. "Pulang," ujar Angga dengan maksud bertanya pada Rindu.

Rindu terdiam sesaat menatap Angga. Tatapannya yang dalam begitu teduh terasa bagi Angga. Membuat Angga berlama-lama menatap mata itu. Angga menyadari bahwa Rindu memiliki sepasang mata yang indah, begitu hitam dan bening membuat dirinya seolah tenggelam di dalam sana. Tenggelam dalam artian berbeda. Tenggelam yang memberikan rasa tenang dan nyaman.

Tapi melihat mata itu juga mengingatkannya pada Oliv. Mereka memiliki mata yang sama, wajar saja karena mereka memang masih bersaudara. Oliv. Mengingat wanita itu membuat Angga sedikit tersenyum dalam hatinya.

Rindu mengangguk membuat Angga mengerjap terbangun dari ingatan masa lalunya selama beberapa detik tadi. Rindu mengangguk sebagai tanda kalau ia mau di ajak pulang.

"Makan saja dulu Ngga. Kan baru nyampe," ujar Bu Yuli dari arah sofa panjang yang diduduki beliau bersama Bapak. "Gih makan sana. Ajak Rindu sekalian. Tadi di suruh makan katanya nanti saja, nunggu kamu pulang katanya."

Angga yang sejenak menatap layar tivi kemudian menoleh lagi pada Rindu. Kepalanya mengangguk sebagai isyarat untuk mengajak Rindu makan. Rindu pun mengangguk.

Melihat gerakan kepala Rindu, Angga pun langsung bergegas berdiri. Lalu diulurkannya tangannya pada Rindu untuk membantu istrinya itu ikut berdiri. Setelahnya Angga tak langsung melepaskan tangan istrinya. Dia menggandeng Rindu dengan Rindu yang berjalan sedikit di belakangnya. Menggandengnya hingga mereka sampai di meja makan.

Di ujung jalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang