Goodbye My Love

555 18 1
                                        

Dia berdiri di depan batu nisan itu, memandang kosong ke arahnya. Beberapa orang ingin menariknya, namun tidak berani. Dia mendesah, meletakkan tangannya di atas nisan tersebut. Matanya kini terlihat tanpa kehidupan. "Ve"

"Apa dia tak apa-apa?" Tanya seorang wanita pada temannya. Dia menghela napas, membetulkan kacamatanya.

"Aku juga tidak tahu... Namun, aku yakin dia sudah tahu bahwa cepat atau lambat dia akan menghadapi ini, kak." Jawab wanita itu, sambil membersihkan kacamatanya.

"Jadi... Apa yang harus kita lakukan, Shania?" Tanya Melody. Shania mengangkat bahunya.

"Aku dapat memberinya bantuan secara psikologis, tapi... semuanya tergantung pada dirinya sendiri..." shania berkata. Mereka melihat lelaki itu dengan simpati. Seorang pria mendekati shania. Dia melingkarkan tangannya di pinggang Shania. "Boby?" Katanya terkejut.

"Bagaimana dia?" tanyanya. Melody menghela napasnya, lalu menunjuk ke arah lelaki itu.

"Masih sama seperti itu dari tadi..." katanya prihatin. Boby menghela napas panjang.

"Aku tidak tahu harus merasa bersalah atau tidak mengenalkannya pada Ve..."

Flashback...

Boby sedang berjalan ke kelas selanjutnya saat seorang lelaki menepuk bahunya. "Hei, Bob Masih suka mengeluh?" lelaki itu tersenyum lebar. Boby menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Seharusnya lo kasih kabar ke kita kalau lo sudah pulang, Kenan. Dasar menyusahkan...". Beberapa mahasiswi melihatnya dan terkikik. Kenan yang melihat kejadian itu menyeringai.

"Ternyata lo masih populer,? Boby chaesar, Yah, lo lebih menarik daripada para paman botak itu." kata kenan tertawa. Boby menghela napas pada sifat temannya itu.

"Jangan berkata tidak sopan, Kenan.Mereka mantan dosen lo" Kenan tetap menyeringai karena dia melihat para gadis itu sedang berbicara dengan wajah memerah, sambil menunjuk Boby.

"Hehehe... Memang, figur lelaki cerdas berumur 25 tahun ini selalu jadi incaran wanita, ya... Kenalkan satu ke gue, dong." Katanya sambil memandang ke arah para gadis itu. Boby menggeleng.

"Mana mungkin gue mengenalkan mereka ke lo, bocah playboy " katanya datar. Boby tertawa. "Sudah... Setelah ini, gue akan ke tempat Shania. Lo mau ikut?" tanya Boby.

Kenan mengangguk. "Sepertinya gak buruk... gue tunggu di parkiran." kata Kenan. Boby akan menjawab saat dia mendengar bel. Dia mengangguk, lalu segera bergegas ke kelasnya.

Shania sedang duduk di kursi ruangannya, sedang membaca laporan medis saat Melody masuk ke ruangan tersebut. "Hei, Shania... Aku datang berkunjung." dia berkata. Shania tersenyum, bangkit dari kursinya dan membantu Melody mengangkat bekal makanan yang dibawanya.

gimana kabar kak Maul ?" tanya Shania seraya membetulkan letak kacamatanya. Melody tersenyum, sambil menyerahkan sandwich yang dibawanya dalam kotak kecilnya pada Shania. " maul sehat-sehat saja kok,

Kamu sedang membaca apa, Shan?" Shania memakan sandwichnya, sambil menyerahkan laporan medis itu pada Melody.

"Pasien khusus. Dia berasal dari keluarga elit. Namun, penyakitnya tidak tampak menunjukkan bahwa dia adalah berasal dari keluarga kaya raya." Dia mendesah, menyandarkan dirinya pada kursi berlengan nyamannya. Melody langsung memperhatikan laporan itu dengan seksama.

"Kanker paru-paru? Apa yang dia lakukan?" tanya Melody bingung. Dia tahu, melihat dari keluarganya, kemungkinan gadis ini untuk bisa terkena kanker paru-paru sangatlah kecil. Shania menghela napas.

"Karena itulah aku ingin kak Mel membantuku. Kankernya sudah sampai stadium berbahaya, sudah tidak memungkinkan untuk di operasi pengangkatan sel. Aku butuh partner yang mahir soal kemoterapi untuk menanganinya." jawab Shania. Melody mengangguk.

One Shoot Jkt48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang