Cancer

386 14 0
                                    

Hari tengah menggelap kala itu. Benar gelap, bahkan sang bulan sekalipun nampak lelah menjaga malam. Terang sinarnya hilang timbul disapu kabut hitam malam. Sekalipun begitu, seorang pemuda nampak tak lelah menatapnya dari balik jendela. Dalam kesunyian hebat dinihari, Vino masih terjaga dari tidurnya. Pemuda itu duduk diatas ranjang empuk rumah sakit, menatap nanar sang pemilik malam, dengan sisa-sisa daya tangkap pengelihatan yang tersisa.

Bukan, bukan kantuk yang meraup kemampuan pandangnya. Dia sama sekali tidak kurang tidur. Beberapa bulan tergeletak di rumah sakit tanpa kegiatan berarti memberikan waktu yang lebih dari cukup untuk sekadar beristirahat.

Entah pada menit keberapa, mata safir pemuda itu lantas beringsut ke arah gadis disebelahnya. Gadis itu duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang Vino. Dia meletakkan kepalanya pada pinggir kanan ranjang tersebut, lelap benar mukanya. Refleks sebuah senyum tersungging dari wajah lelah sang pemuda, sekalipun senyum itu tak sampai ke matanya.

Bola matanya menyusuri sosok sang gadis. Tak perlu pengelihatan tajamnya yang dahulu untuk mengakui betapa cantik sosok disebelahnya itu. Rambut panjang halus miliknya, membuat tangannya seketika gatal untuk membelainya. Tapi itu urung dia lakukan. Dia takut belaiannya justru akan mengusik alam mimpi sang gadis. Hm, mimpi... kira-kira apa yang sedang dimimpiin Shani?

'Apa aku?' terka Vino percaya diri dalam batinnya, lantas tersenyum sendiri. Hahh, kalau dalam mimpi pemuda ini jelas hanya ada gadis tersebut. Sekian hari, bulan, ataupun tahun, tetap Shani. Dia mencintai Shani, sangat. Meski hanya berawal dari cinta konyol semasa di Universitas sekalipun, toh ternyata tak juga lekang oleh waktu perasaannya. Berbagai jatuh bangun sempat dia lakoni. Waktu, pikiran, perasaan. Apapun, demi meraih hati sang gadis pujaan.

Sampai perasaan terbalas, bukan main bahagia Vino kala itu. Berkeliling sambil berteriak girang 'Aku Pacar Shani!' pada setiap teman yang ditemuinya. Sukses pada waktu itu membuat sang gadis ngambek karena malu berat, walau jujur dalam hati gadis itu berbahagia juga.

Cinta terikat dihati, janji terpatri dalam ikatan pasti. Yakin, seumur hidup, tak ada yang dapat menggantikan kebahagian sejoli itu kala mereka bersama. Mereka berjanji akan terus bersama, selamanya. Semua baik-baik saja, semua terasa begitu sempurna. Mereka dapat merajut kasih, membangun mimpi-mimpi masa yang akan datang. Tentang cinta dan bahagia, ataupun tentang berbagai asa dan rasa. Semua begitu indah.

Sampai waktu yang bicara

------------------------------------------------------
Turn away,If you could get me a drinkOf water 'cause my lips are chapped and fadedCall my aunt Marie.
-

-----------------------------------------------------


Prang!

Sebuah gelas berisi segelas penuh air putih tiba-tiba terjatuh dari atas meja di sebelah ranjang rumah sakit, tempat Vinol terbaring sekian bulan. Bunyinya menggema ditengah ruangan sunyi ini, cukup kuat. Bahkan akhirnya gadis yang tengah terlelap pun terjaga.

"Vin, apa yang terjadi?" Shani terpekik panik, menatap pecahan beling berserakan dan isinya yang tumpah.

"Maaf Shan, aku tadi haus..." ujar Vino parau, menarik kembali uluran tangan kanannya yang gemetaran. Uluran tangan yang dimaksudkan untuk mengambil segelas air, justru membuat gelas tersebut jatuh dan pecah berkeping-keping.

Gadis itu lantas menghela napas, "Kamu bisa minta tolong padaku jika butuh sesuatu." Ujar Shani sembari memunguti pecahan beling yang berserakan, sejurus kemudian dia membuangnya. Lantas dia mengambil gelas lain, mengisinya, dan meminumkannya pada Vino. "Ini, pelan-pelan minumnya."

One Shoot Jkt48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang