Aku pun segera membuka mataku saat mendengar dering jam weaker yang sangat berisik itu, mematikannya, dan segera mandi. Aku kan tidak ingin terlambat datang ke sekolah. Setelah mandi aku bergegas merapikan diri. Seperti biasa aku berdandan seadanya, yang penting terlihat manis dan menawan. Ku kucir kuda rambut panjangku, aku sangat sayang dengan rambutku, rambut kan mahkota wanita. Ku lihat lagi pantulan diriku di cermin, sempurna. Aku pun segera turun kebawah, sarapan bersama keluargaku, dan segera berangkat sekolah naik bus. Letak sekolahku tak terlalu jauh sebenarnya.
Akhirnya bus yang kutumpangi berhenti di halte yang kutuju. Dari sini tinggal jalan kaki sekitar sepuluh meter dan sampailah sudah. Aku pun segera berjalan kearah sekolah, ke kelasku tepatnya. Walau berjalan dengan cepat, aku masih terlihat anggun, makanya banyak orang yang melirikku dan berdecak kagum. Hahaha... sayang ku tak menyukai mereka.
Setelah sampai dikelas, ku segera mendudukkan diiri di bangkuku. Disana sudah duduk teman sebangkuku, Shani. Dia seorang cewek manis yang sangat cerewet.
"Ah, Gre. Selamat pagi." kata Shani sambil tersenyum senang. Kalau moodnya bagus seperti ini, pasti ada apa-apanya.
"Pagi Shan. Tumben pagi-pagi udah senang seperti ini, ada apa gerangan?" kataku sedikit lebay.
"Ah, kamu tahu, aku baru saja mendapatkan nomor hp Nadif yang baru. Hahaha...kamu pasti iri!" katanya girang, sedikit pamer malah.
"Ah, yang benar? Aku minta dong~" kataku.
"Ih, aku kan mendapatkannya susah!" katanya dengan mimik berpikir yang di buat-buat. "Pelit!" "Hahahaha..." dia pun tertawa senang melihatku kala.
Huff... selalu seperti ini. Membicarakan Nadif yang bagiku tak penting itu. Lalu yang tadi? Itu hanya kepura-puraan! Aku hanya berpura-pura suka dengan orang tak penting itu, berpura-pura ingin bersaing dengan Shani untuk mendapatkan hati Nadif. Untuk apa?Kamu akan tahu jawabannya nanti. Huff... kapan ku bisa mengakhiri ini semua? Hanya waktu yang bisa menjawab.
"Gyaaa!" jerit Shani yang langsung membangunkanku dari lamunanku.
"Ada apa?" tanyaku khawatir.
"Tadi ada Nadif, dia melirikku, gre!" katanya amat sangat girang.
"Ah, yang benar? Aku iri~" kataku iri, dibuat-buat sebenarnya
Dan pertengakaran kecil kami pun berlanjut. Dengan topik Nadif tentunya, selalu. Ingin ku berteriak agar dia berhenti berceloteh tentang Nadif, sumpek sekali rasanya. Shani,kapan kamu akan melihatku?
Sebenarnya aku dan Shani dulu tidak akrab, bermusuhan malah. Tapi kami menyukai orang yang sama, dan kita mulai akrab sejak itu, setidaknya dia beranggapan aku menyukai Nadif juga. Kami teramat dekat, dia tahu aku, aku pun tahu seperti apa Shani sebenarnya. Walau begitu, Shani tetap hanya melihat Nadif. Hal ini sangat menyakitkan.
Bel masuk pun berbunyi, kami sudahi pertengkaran singkat kami, walau dilanjutkan sebenarnya dalam bisikan.Hmm...
°°°°°
Akhirnya aku sampai juga di rumahku tersayang, aku langsung tidur saja dikamarku. Sepertinya aku tak akan keluar kamar sampai besok, badmood. Ini semua gara-gara kejadian tadi. Nanti malam Shani akan pergi berkencan dengan cowok itu, sangat perih hati ini. Tapi mau gimana lagi, asalkan Shani senang, aku tak bisa melarangnya. Aku segera memejamkan mataku dan tidur. Tapi sulit rasanya, pikiranku terlalu keruh tentang kencan itu. Huff... Kuatkanlah hatiku ini. Tak lama kemudian aku pun mulai terlelap. Tetapi mimpi buruk pun yang datang menghantui.Aku bangun dari tidurku yang dihantui mimpi buruk karena suara bel rumah yang tak putus-putus. Oh iya, aku baru ingat keluargaku pergi hari ini. Ku lihat keadaan diluar melalui jendela kamarku, hari sudah gelap dan hujan deras mengguyur.
Siapa sih yang kurang kerjaan bertamu di malam berhujan sperti ini? Aku pun bergegas turun kebawah dengan menggerutu sebal. Gerutuanku berhenti saat melihat siapa yang dari tadi membunyikan bel. Seorang gadis cantik bergaun merah marun yang menggigil kedinginan dan bermata sembab.
"Shani?" kataku kaget. Bukankah seharusnya Shani sedang kencan? Jangan-jangan Nadif bohong.
"G.. Gracia.." katanya terbata sambil terus menggigil dan menangis. Aku pun segera membawanya ke kamarku, memberinya handuk, baju ganti, dan segelas coklat. Setelah dia agak tenang, ku mulai bertanya padanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Shan?" tanyaku khawatir. Tangisnya malah semakin pecah. Aku pun memeluknya dan membiarkan dia menangis di pundakku. Aku sungguh tidak tega melihatnya seperti ini. Mata yang indah itu, kini bengkak dan merah karena terus menangis. Bibir yang selalu tersenyum itu sekarang menggigil menahan isak. Tubuh yang biasanya energik itu kini menggigil rapuh. Sungguh, ku tak kuat bila harus melihatnya seperti ini. Dengan perlahan, Shani mulai berhenti menangis dan mulai bercerita, tetap dipundakku.
"Nadif, Gre... dia menolakku tadi malam. Dia ternyata sudah mempunyai tunangan dan memperlihatkan kemesraannya di depanku. Aku sangat sakit hati, hatiku hancur. Aku pun lari menuju rumahmu, tak peduli hujan yang mengguyurku.
Gracia kenapa semuanya terjadi padaku? Hiks..." Shani kembali menangis. Aku sangat hancur melihatnya hancur. Aku pun mulai marah kepada Nadif, beraninya dia membuat Shani menangis, dasar Nadif brengsek.
"Sudahlah Shan, tidak penting terlalu memikirkannya. Ayolah, jangan menangis lagi." rujukku. Tapi dia tetap saja menangis. Perlahan ku lepas dekapanku dan kuangkat wajahnya. Tanpa persetujuannya Perlahan ku dekatkan wajah ku sampai akhirnya bibirku dan bibir Shani bersentuhan.ku kecup bibir Shani dengan lembut dan penuh kasih, hanya ciuman yang dalam untuk mencurahkan rasa cintaku padanya. Hanya sebentar saja dan kulepas ciumanku. Shani memandangku tak percaya.
"G... Gre..." katanya masih tak percaya.
"Shani, sebenarnya sudah lama aku menyukaimu. Tapi aku gak bisa bilang, karena aku tahu kamu menyukai Nadif. Aku tahu ini bukan saat yang tepat karena kamu baru saja patah hati, tapi aku hanya ingin mengutarakan apa yang ada dihatiku. Sekarang semua keputusan ada di tanganmu. Kamu mau menjauhiku atau bagaimana. Aku tahu aku ini menjijikan karena menyukai sesama, dan itu kamu." kataku lirih.Hatiku sedikit lebih lapang sekarang karena sudah mengutarakan isi hatiku. Walau sekarang Shani memilih untuk menjauhiku, aku tidak apa-apa.
"Gracia, jujur aku masi sangat kaget kamu bilang seperti itu padaku. Dan kamu juga tahu kan aku sangat menyukai Nadif. Kamu hanya aku anggap sebagai sahabatku. Tapi, aku akan mencoba untuk mencintaimu."
Aku terperangah mndengar kata-kata Shani. Mungkinkah ini hanya sebuah ilusi? Ku tatap wajahnya yang sekarang berhias dengan senyuman. Oh, betapa aku menyukai senyum manis itu, dan sekarang itu hanya milikku, milikku seorang. AKu dekap lagi dia, membagi kebahagianku dengannya.
"Terima kasih Shani." kataku bahagia, tak terasa air mata haru menetes dari mataku.
"Gak Gre, aku yang harus berterimakasih."katanya membalas dekapanku.
Tuhan, terima kasih atas semuanya. Semoga semuanya tetap seperti ini, bahagia.
End
Hahaha... akhirnya selesai juga nabur bunga.
Maaf masih brantakannya.
Vote dan commentnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Jkt48
Short StoryAku berlari menunggu cintamu/Kau mengejarku/'Lamar aku'