하나(한) : Hana

2.1K 104 24
                                    

Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan, Januari 2021.

Aku menarik keluar ponsel dari tasku, mematikan mode pesawat, dan menyalakan Wi-Fi. Tak lama, ponselku sudah tersambung dengan layanan Wi-Fi yang disediakan oleh salah satu bandara terbaik di dunia ini. Rentetan pesan masuk, kuabaikan semuanya dan kubuka grup whatsapp keluarga. 

Huft

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Huft. JADI RENCANA BESARKU UNTUK MAIN KE DEDEK GANTENGKU DIANGGAP BERCANDA?!

Kujejalkan ponselku ke dalam tas, dan mengambil bagasi. Hanya sebuah koper besar ungu, karena aku tak akan lama di negara yang terkenal dengan ginseng merahnya. Ah, jadi teringat. Jangan lupa beli ginseng merah yang banyak, Ummi minta dibelikan.

Kuseret koperku keluar, sambil melihat sekitar. Ah, dimana-mana hanya tulisan hangeul yang terlihat. Ada sih bahasa inggris, tapi tak banyak. Untung saja petugas yang tadi kutanya bisa berbahasa inggris dengan baik. Aku sempat menanyakan soal taksi. Takutnya, adikku tak bisa sungguhan datang menjemput.

"Mbak Nana!" Sebuah suara bass bernada riang menyapaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mbak Nana!" Sebuah suara bass bernada riang menyapaku. Aku yang tadinya berjalan tak tentu arah (ah, salahkan kesulitanku mengikuti petunjuk arah) langsung tersenyum lebar, menghampiri sesosok tinggi, yang hampir tak kukenali sebagai Faris, adik lelakiku yang pertama.

Aku langsung mengalihkan koperku padanya. Ia sempat nyengir sejenak, sebelum meraih tanganku untuk dicium. Ah, kebiasaan lama. Rupanya, meski ia kini jauh lebih tinggi dariku, dan sudah dua tahun tinggal di negara ini, ia tak lupa dengan kebiasaan dan kesopanan ala jawa. Haha.

Aku tepuk kepalanya yang masih menunduk. "Heh, betah kamu di sini? Beneran jadi oppa-oppa ya? Deuuh, dedekkuuu," seruku gemas. Siapa sangka, adik kecil yang dulunya hobi menangis dan semua keperluannya aku yang mengurus, sekarang sudah sebesar ini. Bahkan, ia kini bisa menggapai salah satu impian besarnya, kuliah di Korea.

Faris, yang biasa kupanggil Dek Fa, hanya meringis. "Betah sih mbak, hehe. Eh tapi aku nggak percaya lho, mbak beneran mau ke sini. Kirain bercandaan doang. Lagian kayanya nggak mungkin banget aku bakal dijenguk,"

"Aku juga tadinya nggak percaya, dek. Kirain Abi nggak bakal ngizinin. You know lah ya, susah banget dapat izin dari Abi buat pergi sendiri. Eh, ternyata boleh. Yaudah deh. Aku langsung ke sini. Nggak lama sih, paling cuma tiga hari."

Sorry ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang