PANGERAN JAYAKUSUMA
karya: Herman P
Seri 7Pangeran Jayakusuma terperanjat. Ucapan Lukita Wardhani mengingatkannya kepada pangalaman Ki Ageng Mijil Pinilih. Kl Ageng Mijil Pinilih yang berkepandaian jauh lebih tinggi daripada Lukita Wardhani, roboh pula oleh jebakan racun Nayaka Madu. Sekarang ia tidak hanya mengkhawatirkan nasib Lukita Wsirdhani saja, tetapi Ki Ageng Cakrabhuwana pula. Memang ia percaya kesaktian Ki Ageng Cakrabhuwana. Dulu dengan satu ketukan saya, ilmu kepandaian Keswari punah sekaligus. Sebaliknya, racun Nayaka Madu tidak boleh pula dibuat gegabah. Bukan mustahil orang itu sedang menciptakan suatu jebakan yang khusus untuk merobohkan kesaktian Ki Ageng Cakrabhuwana.
Selagi berpikir demikian, tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh muncul dari balik batu. Orang itu nampak berwibawa dan wajahnya tenang meyakinkan. Dan pandang matanya penuh pancaran cinta-kasih yang mendalam dan hangat. Melihat orang itu, entah apa sebabnya jantung Pangeran Jayakusuma tergoncang. Dia merasa seperti pernah bertemu. Tetapi di mana ? Kapan ? Apakah orang itu pula yang dulu mengenakan topeng ? Atau.....atau.....yang pemah dilihatnya sepintas lalu, sewaktu menyandang sebagai seorang nelayan ? Kalau benar, dialah tentu yang disebut sebagai Ki Ageng Cakrabhuwana.
Benar saja. Tatkala itu, Lukita Wardhani sedang mundur tiga langkah. Gadis itu merasa tidak tahan melayani rangsakan Nayaka Madu dan Durgampi yang maju dengan berbareng. Dan begitu berpaling hendak melarikan diri, kedua matanya yang tajam luar biasa melihat orang itu. Mendadak saja, wajahnya menjadi cerah luar biasa. Terus saja ia tertawa riang. Serunya menggertak Nayaka Madu :
"Kau bilang hendak membunuh Ki Ageng Cakrabhuwana ? Sedang orangnya sudah berada di sini, namun matamu masih saja lamur. Huuu..........!"
Pangeran Jayakusuma girang mendengar bunyi ucapan Lukita Wardhani. Sekrang ia tidak perlu berteka-teki lagi. Jadi, orang itulah yang disebut Ki Ageng Cakrabhuwana kakak-seperguruan Ki Ageng Mijil Pinilih dan yang membeonya sebilah keris Kyahi Panubiru. Kalau begitu, orang itu pulalah yang mengenakan topeng yang dulu pemah menolong dirinya sewaktu menderita, luka parah.
Sebaliknya Nayaka Madu dan Durgampi terkejut bukan main. Namun mereka adalah manusia-manusia yang tidak hanya berkepandaian tinggi saja, tetapi licin pula. Kata Nayaka Madu sambil mendengus :
"Enak saja engkau menggoyang lidah. Meskipun dewa, masakan dia akan mampu menolong jiwamu..........�
Ratu Jiwani dulu pemah menerima petunjuk-petunjuk ilmu sakti dari empat nelayan sakti yang sesungguhnya adalah Lawa Ijo.
Ilmu sakti itu lalu diturunkan kepada Lukita Wardhani. Walaupun ilmu sakti Lukita Wardhani kini maju pesat dan jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kepandaiannya tiga tahun yang lalu, namun ia belum mencapai puncaknya. Betapa mungkin ilmu sakti begitu tinggi akan mencapai tataran sempurna hanya dalam waktu sesingkat itu ? Itulah sebabnya, meskipun ilmu saktinya sudah tinggi, masih saja ia kalah seurat dengan ilmu gabungan Nayaka Madu dan Durgampi yang sudah mempunyai masa latihan puluhan tahun lamanya. Tak mengherankan, sebentar saja mereka berdua dapat membuktikan ancamannya.
Lukita Wardhani yang cerdik luar biasa sadar akan bahaya. Secepat kilat ia melesat mundur hendak melarikan diri. Tetapi pada saat itu, Durgampi berteriak nyaring :
"Ahaa.....tunggu ! Jangan buru-buru, nona !"
Sebat luar biasa ia melemparkan kedua senjatanya dengan berbareng. Pada saat itu pula, Nayaka Madu menikamkan pedangnya dari arah kiri dan kanan. Lukita Wardhani memutar pedangnya tak ubah kitiran dan menyambut serangan kedua lawannya. Menyaksikan kecepatan Lukita Wardhani menghadapi serangan mereka berdua, Pangeran layakusuma kagum. Dulu ia pernah mengagumi ilmu pedangnya yang cepat dan dahsyat tatkala menghancurkan gerombolan Kertabumi. Sekarang iapun kagum menyaksikan ilmu pedangnya yang cepat dan luar biasa. Walaupun sudah melampaui puluhan jurus dan dikerubut dua orang, belum juga jatuh di bawah angin. Padahal, dulu ia pernah mengembut Nayaka Madu seorang dengan Retno Marlangen. Dan ia kalah. Maka bila dibandingkan ilmu pedangnya dulu dengan ilmu pedang Lukita Wsudhani sekarang, terpaut seperti bumi dan langit. Pantaslah, bila Lukita Wkrdhani berwatak tinggi hati dan angkuh. Ia paling benci bila sampai dibantu orang. Itulah sebabnya pula, Pangeran Jayakusuma bersikap menunggu.
Sayang ! Nayaka Madu dan Durgampi adalah tokoh-tokoh sakti yang memiliki himpunan tenaga sakti yang dahsyat luar biasa. Kecuali kuat, ulat dan tabah Karena itu, lak dapat mereka dirobohkan oleh serangan pedang Lukita Wardhani betapa cepat-pun. Diam-diam Pangeran Jayakusuma mengeluh di dalam hati. Pikirnya:
"Ah, benar-benar sayang ! Jika Lukita Wardhani bersenjata pedangku dulu, mereka berdua tidak akan bisa berbuat banyak. Meskipun pedang Lukita Wardhani adalah pedang pusaka eyang Ratu Jiwani, akan tetapi tidakkan bisa memenangkan pedang Kapakisan. Pedangnya kalah tajam. Dalam hal himpunan tenaga sakti, Lukita Wkrdhanipun masih kalah seurat. Paling kuat, ia
hanya akan dapat mempertahankan diri dalam duaratus jurus saja.�
Sekonyong-konyong sambil membentak keras, Lukita Wardhani melancarkan tiga tikaman berantai kepada Nayaka Madu. Luar biasa cepat gerakan pedangnya. Karena terlambat sedikit saja, tikaman berantai yang ketiga merobek baju dan menggores pundak. Pada detik itu, Duigampi menimpukkan Alugaranya. Biasanya Durgampi tidak pemah berbuat demikian menghadapi musuh betapa tangguhpun. Tetapi kali ini, dalam menghadapi Lukita Wardhani, beberapa kali ia menimpukkan Alugaranya. Kalau tidak karena terpaksa, tidakkan terjadi demikian. Kecuali itu, masih ada perhitungan lain yang disembunyikan. Ia melihat hadirnya Ki Ageng Cakrabhuwana yang selangkah demi selangkah mendekati gelanggang pertempuran. Ayal sedikit, orang itu akan membahayakan kedudukannya.
"Aku harus merobohkan bocah ini dulu sebelum orang itu memasuki gelanggang." pikir Durgampi.
Tongkat dan Alugaranya berbenturan dengan nyaring. Sasaran bidikannya mengarah punggung. Dan dengan berbunyi nyaring, kedua senjatanya menyerang ke atas dan ke bawah. Alugara menggempur kepala dan tongkat milik Ki Raganata menyambar pinggang serta mengancam kaki. Lukita Wardhani terkejut. Ia sadar akan datangnya bahaya. Cepat ia mengelak ke samping untuk menghindari gempuran yang mengarah punggungnya. Diluar dugaan, setelah kedua senjata Durgampi bentrok di udara, arah bidikannya beralih. Sekali lagi ia mengelak sambil mengendapkan kepalanya. Ia berhasil menggagalkan serangan penggada Alugara yang hendak mengemplang kepalanya. Tetapi tidak sempat lagi mengelakkan sambaran tongkat yang membabat pinggangnya.
Pada detik yang sangat berbahaya itu, Pangeran Jayakusuma tidak dapat menjadi penonton lagi meskipun tahu keangkuhan
Lukita Wardhani. Seperti kilat ia menyambar tongkat sambil menangkis pukulan Nayaka Madu dengan sebelah tangannya. Lukita Wardhani sendiri, sudah memejamkan kedua matanya menunggu tibanya maut. Selagi Pangeran Jayakusuma menangkis pukulan Nayaka Madu, tangan Durgampi menyelonong menghantam kempungan Lukita Wardhani. Sayang sekali, gadis itu memejamkan matanya. Seumpama tidak, masih bisa ia menangkaskan pedangnya atau mengelak. Karena memejamkan mata menunggu tibanya maut, hantaman Durgampi tepat sekali mendarat dikempungannya. Padahal, itulah pukulan maut warisan Ki Agastya yang pernah menggetarkan dunia. Pukulan itu hebat tak terkatakan karena mengandung hawa dingin. Di tangan Durgampi diolah dengan ramuan racun, sehingga pukulan itu erubah menjadi hawa beracun yang dingin luar biasa. Tak mengherankan, begitu terkena pukulan istimewa itu, Lukita Wardhani roboh dengan nafas sesak. Dengan demikian Nayaka Madu dan Durgampi dapat membuktikan ancamannya, bahwa orang tua itupun tidak akan dapat menolong jiwanya.
Terjadinya peristiwa itu dalam sekejap mata saja. Oleh karena rasa kaget, Pangeran Jayakusuma melemparkan tongkat yang sudah dirampasnya. Lalu menyambar tubuh Lukita Wardhani.
Dengan menjejak bumi, ia melesat sambil mendukung. Kemudian membentak dahsyat:
"Nayaka Madu ! Durgampi keparat ! Benar-benar kalian manusia tak kenal malu !"
"Siapa kau ?" Nayaka Madu membalas membentak.
Wajah Pangeran Jayakusuma tertutup polesan abu api sehingga siapapun tidakkan segera mengenalnya. Tiba-tiba saja Durgampi tertawa terbahak-bahak. Serunya dengan suara mengejek :
"Ah, kukira siapa, lak tahunya si pemburu kancil yang pandai mendekam dalam biara rusak. Di mana isterimu yang sakit ?�
Duigampi tidak mengenal wajah Pangeran Jayakusuma. Ia hanya mengenalnya sebagai seorang pemburu. Sedang Diah Mustika Perwita yang bersandiwara sebagai isterinya, hanya didengar melalui suaranya saja. Waktu itu ia melihat Diah Mustika Perwtia berdiri dengan tenang di tepi arena pergumulan. Sebaliknya beda dengan Ki Ageng Cakrabhuwana. Begitu melihat Diah Mustika Perwita, segera ia menghampiri. Dengan pandang matanya, Ki Ageng Cakrabhuwana minta keterangan siapakah pemuda yang sedang bersandiwara sebagai suaminya.
"Panubiru" Diah Mustika Perwita memberi keterangan dengan bahasa sandi. Dan mendengar keterangan Diah Mustika Perwita, Ki Ageng Cakrabhuwana memanggut-manggutkan kepalanya.
"Tuan Durgampi!" ujar Diah Mustika Perwita dari tempat-nya berdiri. "Janganlah engkau berlagak tolol! Bukankah kita pernah bertemu di Gedung Kapatihan ? Siang-malam, belum pemah aku melupakan bentuk wajahmu. Apakah kau tidak takut membuat Sri Baginda murka ?"
Sambil berkata demikian, ia menerima angsuran tangan Pangeran Jayakusuma yang menyerahkan Lukita Wardhani kepadanya. Pada saat itu, Durgampi terbelalak keheran-heranan, sehingga beberapa saat lamanya ia tidak pandai berbicara. Tetapi begitu dapat mengusai diri, segera ia tertawa terkekeh-kekeh. Sahutnya:
�Ah, ah, ah! Kakekmu ini selama hidup di dunia tidak pernah takut menghadapi ancaman siapa saja. Kecuali kalau Gajah Mada bisa bangkit dari alam kuburnya. Hihaha........Inilah kakakku Nayaka Madu, musuh Gajah Mada. Karena Sri Baginda terlalu memihak Gajah Mada, maka dia terpaksa menjadi musuh kami juga. Hihuuuuu..........�
Dengan darah mendidih, Pangeran Jayakusuma memasuki gelanggang seraya menatap wajah Nayaka Madu dan Durgampi. Mendengar ucapan Durgampi yang menghina almarhum Gajah Mada dan ayahandanya, teringatlah dia kepada nasibnya sendiri sewaktu menderita begitu hebat di dalam penjara. Ia tidak hanya menerima siksaan jasmani saja, tetapi batinnya pula. Hatinya yang dulu penuh dengan rancangan hidup yang syahdu, kini hancur berantakan. Dan menyaksikan pukulan jahat yang menimpa Lukita Wardhani, terbayang pulalah ia kepada Retno Madangen. Pada saat itu, entah penderitaan apa lagi yang meluruk ke dalam tubuh bibinya. Maka dengan suara menggelegar ia berkata kepada Diah Mustika Perwita:
"Adik, tenang-tenanglah engkau berdiri di situ. Aku akan mewakili Lukita Wardhani dan siapa saja yang menaruh dendam kepada keparat itu untuk menghancurkan tubuhnya."
Melihat Pangeran Jayakusuma tidak bersenjata, Nayaka Madu dan Durgampi menyimpan senjatanya masing-masing. Mereka tersenyum merendahkan dan sama sekali tidak memandang mata. Tetapi karena khawatir kalau-kalau Ki Ageng Cakrabhuwana ikut terjun ke dalam gelanggang, berkatalah Nayaka Madu dengan licinnya:
"Seorang satria sejati pasti tidak akan mengundang tetamu untuk memohon bantuan terhadap apa yang harus diselesaikan seorang diri."
"Kau sendiri bagaimana ?" tegur Diah Mustika Perwita.BERSAMBUNG..