14 & 15

1.4K 16 8
                                    

PANGERAN JAYAKUSUMA
karya: Herman P
Seri 14

Sebentar lagi empat orang datang menyambut Mereka pun bersikap hormat. Dan melihat sikap mereka yang tiada tereda, diam-diam Pangeran Jayakusuma merasa girang. Mudah-mudahan majikannya bersikap demikian pula.
Akhirnya setelah melalui jalan yang berkelok-kelok, sampailah mereka di sebuah perkampungan yang dikelilingi parit buatan berair jernih. Seberang-menyeberangnya berdiri pohon-pohon berdaun segar-bugar menghijau, sehingga berkesan sejuk. Apalagi pada waktu itu, matahari belum sempat memancarkan cahayanya ke seluruh alam. Pangeran Jayakusuma tercengang. Ia merasa sudah menjelajahi seluruh perkampungan Nayaka Madu, tetapi belum pernah menginjak perkampungan itu. Apakah di balik perkampungan Nayaka Madu terdapat semacam
perkampungan yang tersembunyi ? Ia jadi tidak percaya, kalau perkampungan ini adalah perkampungan para pemburu. Pastilah perkampungan orang-orang yang berkepandaian. Hanya saja belum jelas di pihak mana mereka berdiri.
Dugaan Pangeran Jayakusuma tidak salah. Ia melihat sebuah gapura mentereng. Jelas gapura meniru hiasan gerbang Istana Majapahit. Kalau begitu, tentu penghuninya bersikap bersahabat dengan dirinya. Tetapi andaikata hanya suatu tipu-muslihat, ia tidak perlu khawatir. Lukita Wardhani sudah pulih kembali, sedang kepandaian Diah Mustika Perwita tidak tercela lagi semenjak menerima petunjuk-petunjuk dari Lawa Ijo.
Dalam pada itu, delapan pemburu mendahului turun dari kudanya masing-masing. Enam orang berebut menyambar kendali kuda Pangeran Jayakusuma, Lukita Wardhani danDiah Mustika Perwita. Mereka menambatkan kuda mereka bertiga menepi pada tiga batang pohon yang berdiri berjajar dengan pagar dinding, lalu mempersalahkan ketiga tetamunya masuk ke serambi depan.
Seorang gadis yang cantik luar biasa menyambut kedatangan mereka. Dengan suara merdu ia berkata :
�Silahkan Yang Mulia Lukita Wardhani, Diah Mustika Perwita dan Sang Pangeran Jayakusuma."
Pangeran Jayakusuma tercengang-cengang. Tidak hanya karena gadis itu mengenal nama mereka bertiga, tetapi suaranya seperti pernah mendengamya. Tetapi siapa? Ia mencoba mengamati paras wajahnya. Benar-benar ia merasa kagum luar biasa. Sebab pada paras wajahnya ia menemukan kesan-kesan wajah Retno Marlangen, Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari dan Diah Lukita Wardhani. Benar-benar aneh! Masakan dunia melahirkan seorang puteri yang berwajah aduan dari paras muka gadis-gadis termolek pada jaman itu ?
"Pangeran ! Mengapa Pangeran memandang wajahku seperti belum pernah mengenalku ?" tegur gadis itu.
Dan ditegur demikian, Pangeran Jayakusuma jadi malu sendiri. Tetapi dasar cerdik dan berpembawaan romantis, pada detik itu pula dapatlah ia mempunyai dalih yang masuk akal. Sahutnya dengan setengah percaya :
"Darimana engkau mengenal nama kami bertiga ?"
"Apa sih sulitnya ?" sahut gadis itu dengan cepat "Di seluruh penjuru dunia ini siapakah yang tidak mengenal nama tuanku yang termashur ? Siapa pula yang tidak mengenal Sang Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita ?"
Inilah jawaban yang sama sekali diluar dugaan Pangeran Jayakusuma, karena dibawakan dengan suara yang wajar dan bersahabat. Kesannya gas itu benar-benar sudah mengenal diri mereka bertiga. Tetapi sekali lagi dasar pembawaan romantis, ia mencoba menggelitik hati
"Kalau begitu, biarlah aku menatap wajahmu. Boleh, bukan ?�
"Kenapa ?"
"Katamu aku sudah mengenalmu."
"Memang." sahut si jelita. Dan ia membalas menatap wajah Pangeran Javakusuma dengan pandang cemerlang. Bukan main cantiknya. Sama sekali tiada cacatnya dari mulai perawakan tubuhnya sampai kepada warna rambutnya. Dan memperoleh kesan yang terlalu hebat itu, hati Pangeran Jayakusuma tergetar. Tiba-tiba suatu bayangan berkelebat di calam benaknya. Apakah dia Prabasini ? Ah, mustahil! Prabasini sudah meninggal. Atau yang mati tersimpan di dalam peli mati berlumur racun sesungguhnya bukan Prabasini ? Ah. tidak mungkin kakang Mijil Pinilih salah pilih.
"Pada satu hari seorang satria yang berkepandaian tinggi menyeberang wilayah Perkampungan Nayaka Madu yang penuh
racun berbahaya." Gadis itu berkata lagi. "Ia tidak menghiraukan semuanya itu demi kekasihnya yang akan direbut orang. Seorang gadis sederhana datang menemui. Kemudian.............-
"Ah !" potong Pangeran Jayakusuma dengan bernafsu. "Apakah engkau Ulupi ?"
Gadis itu tidak segera menjawab. Ia hanya tersenyum. Tersenyum yang manis luar biasa. Setelah membiarkan Pangeran Jayakusuma berteka-teki, berkatalah ia dengan lemah lembut :
"Benar. Akulah Ulupi."
"Ulupi ?"
"Ya, Ulupi."
"Ah, tidak mungkin." Pangeran Jayakusuma setengah berseru. Pandangan matanya memancarkan cahaya yang aneh luar biasa. Tetapi hanya sekejap mata. Setelah itu, ingin ia mengucak-ucak kedua matanya. Benarkah penglihatannya kini ? Ulupi dulu seorang gadis yang sama sekali tidak menarik. Ataukah kedua matanya dulu lamur karena mabuk asmara sehingga tidak mengenal Ulupi yang sesungguhnya ? Sungguh ! Tak dapat ia memperoleh ketetapan. Ia merasa menghadapi suatu teka-teki yang berlapis-lapis. Ia merasa seperti terlibat suatu muslihat Tetapi muslihat apa. dia tidak tahu sendiri.
-o0~DewiKZ~0o-
Ulupi! Ih, bukan main. Nama gadis itu benar-benar menimbulkan teka-teki silang yang sulit ditebak. Kadang-kadang berkesan mengagumkan, tetapi kerapkali menakutkan pula. Siapapun yang kenal dirinya, pasti memperoleh kesan demikian. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma seorang pemuda yang berpembawaan romantis. Terhadap gadis-gadis yang menarik perhatiannya, pandai ia menyesuaikan diri dan melayani. Meskipun demikian, berkat pengalamannya yang pahit, kali ini
tidak berani ia gegabah. Apalagi berada disamping Diah Lukita Wardhani yang dahulu menjadi biang keladi terpisahnya Retno Marlangen dengan dirinya.
Ulupi memang gadis istimewa. Andaikata tidak teringat akan pesan Ki Ageng Mijil Pinilih yang dihormati, ingin saja Pangeran Jayakusuma melampiaskan dendamnya. Betapa tidak? Mula-mula Ulupi muncul sebagai kemenakan Pangeran Anden Loano yang mengabdikan diri kepada Nayaka Madu. Dialah peran utama yang menjodohkan Pangeran Anden Loano dengan Retno Marlangen. Tetapi tidak lama kemudian, dia berperan lagi sebagai seorang tokoh yang membantu dirinya. Sudah barang tentu ia merasa sangat bersyukur. Di luar dugaan, tiba-tiba ia muncul sebagai seorang tokoh yang justru memfitnahnya. Dia berpura-pura berperan sebagai gadis yang kena perkosa. Bukan main ! Dengan berani ia membiarkan dadanya yang montok setengah terbuka. Begitu juga betis dan pupunya yang halus dibiarkan tersibak, sehingga siapa pun percaya dirinya baru saja kena perkosaan. Dan oleh pekertinya itu, ia kejeblos dalam penjara dua tahun lebih.
Pada waktu itu, ingin sekali ia merobek-robek Ulupi. Namun hari-hari berikutnya ia tidak diperkenankan mempunyai pikiran demikian. Itulah berkat munculnya Ki Ageng Mijil Pinilih sebagai juru selamatnya. Bahkan dikesankan, bahwa Ilmu Pancasila dan Sasana Manu yang sudah manunggal dalam dirinya itu, justru berkat jasa Ulupi. Dialah arsiteknya. Sebab Ulupi tahu, Ki Ageng Mijil Pinilih tidak dapat diharapkan lagi, karena hatinya sudah terenggut kehadiran Prabasini. Padahal Prabasini puteri Nayaka Madu musuh besar Gajah Mada dan Lawa Ijo. Maka perhatiannya beralih kepada dirinya sebagai pewaris Ilmu Pancasila dan Sasanti Manu yang kini sudah manunggal. Tujuannya agar dirinya dapat melanjutkan perjuangan Gajah Mada mempersatukan bangsa dan negara. Mula-mula Nayaka Madu dan kawan-kawannya harus dihancurkan. Setelah itu, mengembalikan kewibawaan almarhum Gajah Mada yang sudah
berhasil membentuk Negara Kesatuan. Itulah sebabnya pula, Ki Ageng Mijil Pinilih berpesan agar dirinya mempersembahkan Kunci rahasia harta karun kepadanya. Dibalik itu terdapat suatu makna. Ia harus bekerja-sama dengan Ulupi, mungkin untuk selama-lamanya.
Baiklah, taruhlah semuanya itu dapat diterimanya. Akan tetapi ada satu masalah yang tidak mudah memperoleh jawabannya. Waktu untuk yang pertama kalinya, Ulupi kelihatan sebagai seorang gadis yang tergolong cantik. Tidak kurang dan tidak lebih. Kemudian berubah menjadi seorang gadis yang jahat dan licin sehingga kesannya berubah menjadi seorang gadis yang jelek, Ki Ageng Mijil Pinilih mengesankan, bahwa Ulupi berparas lumayan. Akan tetapi apa yang dilihatnya sekarang sungguh-sungguh menakjubkan ! Ulupi tidak hanya cantik saja, melainkan cantik luar biasa. Pada wajahnya dapat diketemukan kecantikan Diah Mustika Perwita, Diah Carangsari, Diah Lukita Wardhani dan Retno Marlangen. Benarkah dia Ulupi yang dulu? Kalau bukan, suaranya adalah suara Ulupi. la yakin dan tidak sangsi lagi. Diapun puteri Ki Ageng Cakrabhuwana. Maka diam-diam ia mengamati wajahnya. Barangkali ada yang mirip wajah ayahnya.
Dalam pada itu, Diah Lukita Wardhani mempunyai kesannya sendiri. Semenjak memasuki perkampungan Ulupi yang berkesan aneh, ia tidak membuka mulutnya. Dengan berdiam diri ia duduk di atas kursi didampingi Diah Mustika Perwita. Memang, setelah bertatap muka dengan Pangeran Jayakusuma, ia berubah menjadi biang keladi memisahkan hubungan Retno Marlangen dengan Pangeran Jayakusuma, meskipun bermaksud baik demi masa depan Pangeran Jayakusuma sendiri. Sekarang ia bertemu muka dengan seseorang yang bernama Ulupi. Belum banyak ia mendengar kisah dan pribadinya. Akan tetapi sebagai seorang Panglima Bhayangkari, rasa waspadanya terbangun dengan sendirinya. Mula-mula perhatiannya menyiasati pada bentuk gapura yang bercorak Majapahit. Inilah aneh! Betapa tidak?
Perkampungan itu berada dalam wilayah kekuasaan Nayaka Madu. Padahal perkampungan Ulupi bukan sebuah perkampungan baru. Taruhkata perkampungan itu terlalu bersembunyi di balik bukit sehingga tidak mudah diketahui orang, masakan dapat luput dari pengamatan Nayaka Madu yang licin dan cerdik luar biasa? Pemilik kampung itu pantas untuk dicurigai. Hanya saja, Diah Lukita Wardhani belum menemukan bukti-bukti untuk memperkuat rasa curiganya. Itulah sebabnya, ia hanya bersikap diam saja dan ingin menjadi pendengar yang baik.
Tidak lama kemudian beberapa pelayan datang membawa minuman dan hidangan. Kesempatan itu dipergunakan Diah Lukita Wardhani untuk mengamati semuanya. Mula-mula kepada macam hidangan yang disajikan. Kemudian kepada tempat hidangan dan minuman. Sama sekali tiada yang perlu dicurigai. Setelah itu, ia memperhatikan dinding. Tiba-tiba ia melihat serumpun deretan kalimat yang terukir rapih. Bunyinya begini:
"Sajna Bhatara! Hwanya tikang cakra si Sanggabhuwana. Sambuten i ranak Bhatara, daglakna tkeng legek i ranak Bhatara pwangkulun! Tan penenguh alara suka pjahna de ning kadi sira. Erang-erang ahuripa ranak Bhatara pwangkulun."
Itulah bait dialog Purnawijaya yang sangat terkena! dalam cerita Kunjarakama. Ucapan seorang gandarwa kepada seorang pendeta sakti bernama : Buddha AWairocana. Cerita Kunjarakama sangat terkenal pada jaman itu sampai kini. Bedanya, pada jaman itu hampir semua orang bisa menghafal kata-kata (dialog) peranan-peranannya. Sebab cerita itu sendiri dipandang suci oleh para penganut Agama Hindu dan Buddha.
Kisahnya menceritakan riwayat seorang raja raksasa bernama Kunjarakama yang ingin meruwat diri Ia ingin diruwat (baca diubah atau dilahirkan kembali) menjadi seorang satria. Alasannya, karena ayahnya seorang satria pula dan ibunya seorang Ratu Bidadari Buddha Wairocana berkenan mengabulkan
dengan syarat dia harus mendapat izin dari Dewa Yama untuk melihat neraka lebih dahulu. Maksud Buddha Wairocana, bila Kunjarakama dapat menyaksikan bemacam-macam siksaan di neraka, dia akan dapat mengerti akan makna karunia Hyang Wisesa Tunggal. Maka berangkatlah Kunjarakama ke neraka. Ringkasnya ia mendapat izin Dewa Yama. Di tempat penyiksaan itu, ia bertemu dengan sahabatnya bangsa gandarwa bernama Purnawijaya. Sahabatnya itu akan menjalankan hukum siksa sepanjang jaman karena kamapala. Oleh rasa iba, ia membawa Purnawijaya menghadap Buddha Wairocana agar dibebaskan nian dari siksa neraka. Begitu bertatap muka dengan Buddha Wairocana, tekat Purnawijaya sudah bulat. Ingin dia dibunuh oleh pendeta suci sang pendeta akan bisa membebaskannya dari semua bentuk siksa. Maka dengan memegang senjata pemunahnya berbentuk cakra ia berkata seperti bunyi tulisan yang terukir pada dinding tempat Ulupi dengan Pangeran Jayakusuma. Terjamahannya begini:
"Hyang Bhatara! Inilah senjata cakra Sanggabhuwana. Sambutlah oh Hyang Bhatara! Sambitkan ke batang leher hamba. Tiada hamba merasa sakit, rela mati oleh tangan Bhatara. Malu rasanya hamba akan memperpanjang hidup�
Membaca bunyi ucapan Pumawijaya itu, Lukita Wardhani mengerutkan dahinya. Sebagai seorang keluarga raja yang berpendidikan tinggi, tentu saja ia faham akan bunyi bait ucapan Pumawijaya sebatang cakra bernama Sudarsana. Mengapa diubah dengan nama Sanggabhuwana? Di bawah tulisan itu tergambar pula sebilah pedang tajam luar biasa. Sedangkan senjata cakra berbentuk semacam roda. Apa maksudnya merubah nama dan bentuk pusaka Pumawijaya yang aseli itu?
Dalam pada itu Ulupi sudah mengangkat cangkir minuman dan diteguknya hampir setengah. Mungkin ia bermaksud untuk membuktikan bahwa hidangan minuman yang disajikan tidak mengandung racun apapun. Hal ini rupanya perlu dikesankan,
mengingat perkampungannya berada di lengah wilayah Nayaka Madu yang terkenal dengan ribuan macam racun berbahaya.
"Silahkan!" Ulupi mempersalahkan ketiga tamunya dengan ramah.
Pangeran Jayakusuma sebenarnya masih menaruh curiga kepada Ulupi. Teringat dia betapa dirinya kena diingusi seolah-olah memperkosanya. Dan akibatnya, ia mendekam dalam penjara selama dua tahun lebih. Itulah sebabnya, tatkala meneguk minumannya ia berjaga-jaga diri. Seluruh tubuhnya di lindunginya dengan hawa sakti Ilmu Manunggal. Pikirnya di dalam hati:
�Aku sudah berhasil memanunggalkan dua Ilmu Sakti terpun-cak pada jaman ini. Masakan masih bisa tertembus oleh racun?�
Dengan pikiran itu ia menghirup minumannya sambil diam-diam mengerahkan hawa sakti tenaga penolak tingkat tinggi. Ternyata tiada suatu yang pantas dicurigakan. Karena itu ia memberi isyarat mata kepada Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita. Dan kedua gadis itu segera meneguk minumannya dengan berani.
"Pangeran Jayakusuma! Meskipun pangeran bersikap membungkam, namun di dalam dada pangeran merumun berbagai pertanyaan yang ingin memperoleh keteranganku, bukan? Paling tidak, pangeran mengharapkan suatu kejelasan." Ulupi memecahkan kesunyian. Lalu tersenyum manis luar biasa. "Tidak salah. Sikap pangeran sama sekali tidak salah. Hanya saja,karena begitu babaknya penjelasan-penjelasan yang harus kuberikan, biarlah kumulai dari satu per satu dulu. Yang Mulia Diah Lukita Wardhani sudah memperoleh pertolongan ayahku. Dengan meneguk minuman segar itu, kesehatan tuanku puteri akan segera pulih.".
"Bagaimana engkau tahu bahwa Diah Lukita Wardhani memperoleh pertolongan ayahmu?" Pangeran Jayakusuma setengah tercengang.
"Barangkali di dunia ini hanya aku seorang yang akan segera mengenal jejak ayahku." sahut Ulupi dengan tersenyum. "Sewaktu pangeran bertempur melawan Nayaka Madu dan Durgampi, akupun menyaksikan."
�Di mana kau berada?� Pangeran Jayakusuma menegas. Tetapi setelah pertanyaan itu terucapkan, Pangeran Jayakusuma menyesal. Itulah pertanyaan tolol. Waktu itu yang menyaksikan tidak hanya terdiri dari Carangsari bertiga, Diah Lukita Wardhani dan Ki Ageng Cakrabhuwana saja. Akan tetapi ditambah dengan Kebo Sapta dan laskar Diah Lukita Wardhani. Bila Uhipi berada di antara mereka, siapapun tidak akan menduga. Syukur, Ulupi pandai menjaga kehormatannya. Dengan suara datar ia menjawab tak langsung:
"Pangeran terlalu murah hati terhadap Nayaka Madu dan Durgampi. Tetapi setelah kupikir, itulah pelampiasan dendam yang setepat-tepatnya."
"Hm, apakah engkau benar-benar menghendaki matinya mereka berdua?" Pangeran Jayakusuma mendengus.
"Kenapa? Jangan lupa, akupun termasuk salah seorang yang berhak disebut Lawa Ijo." Sahut Ulupi dengan suara tegas dan cepat "Ki Ageng Mijil Pinilih tentunya sudah banyak cerita tentang diriku."
Pangeran Jayakusuma tidak membenarkan maupun membantah. Ia sadar, sedang berhadapan dengan seorang gadis luar biasa. Maka perlu ia menghemat tanggapannya.
"Pangeran !Tentunya pangeran masih mendongkol teringat pengalaman dulu. Menurut pangeran, apakah benar-benar aku yang melakukan tipu muslihat itu?"
�Kalau bukan dirimu, siapa lagi?� Pangeran Jayakusuma setengah mendamprat
Ulupi mendehem. Berkata:
"Muslihat itu, memang aku yang mengatur. Akan tetapi yang meringkus pangeran, apakah aku?"
Pangeran Jayakusuma berbimbang-bimbang. Jelas sekali yang berperan sebagai gadis yang diperkosa adalah Ulupi. Akan tetapi Ulupi sekarang sama sekali tidak mirip Ulupi yang dahulu. Sebaliknya kalau bukan dia, siapa lagi?
"Barangkali tidak perlu kukatakan lagi, bahwa aku puteri Ki Ageng Cakrabhuwana. Dan pangeran Anden Loano adalah pamanku. Dengan begitu mudah sekali aku memperoleh kepercayaan Nayaka Madu." Ulupi melanjutkan.
�Hm.� sekali lagi Pangeran Jayakusuma mendengus. �Dengan guru sendiri, Nayaka Madu sampai hati membunuhnya. Masakan begitu mudah mempercayai seseorang yang belum dikenalnya semenjak kanak-kanak? Bahkan terhadap anaknya sendiri, Nayaka Madu tega mengambil jiwanya."
Hebat kata-kata Pangeran Jayakusuma. Siapapun akan merasakan berapa tajam ucapanya. Akan tetapi wajah Ulupi tidak berubah. Dengan tenang ia menjawab :
�Alasan pangeran tepat sekali. Hanya saja jangan lupa, Nayaka Madu bersedia tunduk pada pola angan-angannya. Seperti pangeran ketahui, ia memerlukan dukungan paman Pangeran Anden Loano dani mencapai angan-angannya hendak mengangkat diri menjadi majikan besar. Begitu pulalah alasannya apa sebab dia sampai hati membunuh gurunya dan puterinya sendiri."
Pangeran Jayakusuma sudah mendengar kisah Prabasini dan menyaksikan sendiri betapa puteri itu meninggal demi cinta dan kesetiaannya kepada Ki Ageng Mijil Pinilih. Namun mendengarkan
penegasan Ulupi tentang diri Prabasini, tak urung hatinya tercekat juga. Sahutnya:
"Apakah Nayaka Madu benar-benar membunuh puterinya sendiri?�
"Setidak-tidaknya dialah penyebabnya." ujar Ulupi dengan suara datar. Lalu ia membungkam mulut beberapa waktu lama-nya. Setelah menyenak nafas, ia melanjutkan : "Watak dan perangai Nayaka Madu tentu saja sudah kita ketahui semenjak lama. Itulah sebabnya, aku perlu bantuan beberapa orang yang setia pada panggilan hidupnya. Maka pada suatu hari, aku mempersembahkan guruku sendiri kepada Nayaka Madu. Guruku seorang ahli racun yang tiada keduanya di dunia. Secara kebetulan, guru adalah adik ayahku. Dan dengan kepandaiannya itu, guru dapat menawan hati Nayaka Madu dan meratakan jalanku menunaikan tugas suci. Ayahku sedikit banyak mengenal pula kepandaian paman. Sekiranya tidak demikian, betapa mungkin dapat mengusir pukulan racun Nayaka Madu dan Durgampi dari badan tuanku puten." Yang dimaksudkan dengan tuanku puteri siapa lagi kalau bukan Diah Lukita Wardhani. Akan tetapi. Dia tetap saja membungkam mulut. Sebenarnya dia seorang gadis yang berhati panas bagaikan nyala bara api. Akan tetapi menghadapi tokoh Ulupi yang masih belum jelas baginya, ia bersikap hati-hati dan berwaspada. Dengan cermat ia mengikuti pembicaraan Pangaan Jayakusuma dan Ulupi. Meskipun bersifat menyerang, namun Pangeran Jayakusuma sudah bersedia untuk mau mengerti. Karena itu, ia merasa diri berada di persimpangan jalan. Terhadap Ulupi tidak dapat ia main keras dan tegas. Siapa tahu, Ulupi benar-benar puteri Ki Ageng Cakrabhuwana yang sudah menolong jiwanya dari racun maut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pangeran JayakusumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang