6 : ujian (1)

1K 25 0
                                    

*Author Pov

Setelah jauh-jauh hari memutuskan untuk mengambil izin karena ingin berobat akhirnya hari itu pun terlaksana. Tidak ke sekolah.

Memandang langit yang gelap kini sedikit demi sedikit mulai terang. Nay bergegas menuju ruang makan.

"Maa, ntar ke rumah sakitnya jam berapa?". Tanya Nay sambil mencium bau wangi masakan Sarah.

"Secepatnya nak. Jam 8". Ujar Sarah sambil menata beberapa lauk pauk.

"Nay, kamu ingatkan?". Tanya Aditya sambil duduk di meja makan.

"Iya Abi". Jawab Nay dengan nada lesuh. Sejujurnya ia rindu dengan sahabat-sahabatnya di sekolah.

"Caca sayang nanti kamu di antar sama kak Rifqah saja ya. Soalnya Abi mau siap-siap temanin Nay ke rumah sakit". Kata Sarah dengan lembut.

Caca hanya diam. Pertanda bahwa ia tidak setuju.

Seusai sarapan pagi. Mereka semua memulai aktivitas, Rifqah mengantar Caca ke sekolah. Nizar berangkat ke kantornya. Sarah sedang sibuk berkutak-atik di dapur. Aditya bersiap-siap untuk menemani putrinya ke rumah sakit. Dan Nay, ia memandang kosong buku pelajarannya.

"Ah gue alay banget deh. Biasanya kalo di sekolah minta libur, eh ini gak sekolah malah mau banget sekolah". Gumam Nay tersadar dari lamunannya. Ia segera mandi dan bersiap-siap.

"Abi aku sudah siap". Kata Nay setengah teriak.

"Iya nak abi panaskan mesin mobil dulu". Jawab Abi.

"Maa, mama gak ikut?". Tanya Nay.

"Tidak sayang, nanti aja mama mau ke butik dulu". Jawab Sarah sambil menatap iba putrinya.

"Ya sudah kalo begitu aku pergi bersama Abi saja. Assalamu'alaykum". Pamit Nay dan berjalan menuju mobil Abinya.

Di perjalanan menuju rumah sakit. Aditya terus menghibur anaknya, Aditya tau penyakit anaknya ini bukan flu biasa, tapi ia berusaha berprasangka baik.

Sesampainya di rumah sakit Medika Bakti. Rumah sakit yang cukup besar di kota kelahiran Nay.

Nay dan Aditya segera mengambil kartu pendaftaran, dan mengantri hingga nama pasien di sebutkan.

"Abi, nama ku lama ya?". Tanya Nay dengan muka polos.

"Tidak sayang. Asalkan kamu mau bersabar". Jawab Aditya enteng.

"Huff!". Nay menghempaskan nafasnya dengan kasar. Ia segera mengeluarkan ponselnya.

Pasien terasa seperti ribuan orang, seakan-akan ingin merebut pembagian sembako. Alias ramai banget.

"Nadira Bilqis Febriani Sakurayyah!". Teriak salah satu suster dari ruangan Poli THT.

"Permisi, Assalamu'alaykum". Salam sopan Aditya sambil memasuki ruangan.

"Wa'alaykumussalam. Eh pak Aditya apa kabar pak? Halo Nadira sudah besar ya". Sapa dr. Abdurrahman Salim ahli THT di rumah sakit tersebut ia memang sudah kenal sejaka lama dengan Aditya. Umurnya sekitar 30-an. Ciri-cirinya berkulit putih, bermata sipit, dan badannya agak berisi.

Nay hanya tersenyum.

"Alhamdulillah baik dokter. Ini Nadira yang sakit". Balas Aditya.

"Sakit apa Nadira?". Tanya dr. Abdu. Itu nama panggilannya.

"Begini dok, dari sejak SD dia memang sering flu dan saya sangat curiga bahwa ini bukan flu biasa. Tapi saya baru sempat untuk mengajak anak saya ke dokter". Ujar Aditya membuka pembicaraan.

bukan cinta biasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang