25. Naga Pamungkas

6.8K 69 1
                                    

SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEKELEBAT bayangan melintasi hutan di kaki bukit. Orang mengenal bukit itu dengan nama Bukit Mata Langit. Tak ada orang yang berani melintasi hutan di Bukit Mata Langit itu, karena mereka takut terperosok ke sebuah lubang yang amat dalam.

Lubang itu tertutup oleh tanaman rambat sehingga tidak mudah diketahui oleh siapa pun. Tanaman rambat yang menutup rapat lubang tersebut seolah-olah berguna sebagai tanaman penjebak. Kelihatannya tempat itu datar dan bertanaman rambat biasa, tapi sebenarnya di bawah tanaman rambat itu terdapat lubang besar yang mengerikan. Lubang itu dikenal orang dengan nama Sumur Tembus Jagat.

Hanya orang-orang yang tersesat saja yang berani masuk dan melintasi hutan Bukit Mata Langit itu. Salah satu orang yang tersesat adalah pemuda berpakaian coklat dengan celana putih. Pemuda itu berambut panjang dan mempunyai ketampanan menghebohkan kaum wanita.

Di punggung pemuda itu tersandang sebatang bambu tempat tuak. Melihat ciri-ciri tersebut, para tokoh dunia persilatan sudah tak asing lagi dan sangat mengenalnya. Pemuda itu tak lain adalah Pendekar Mabuk si Gila Tuak yang dikenaldengan nama Suto Sinting.

"Kurang ajar! Lari ke mana dia tadi? Sepertinya masuk ke semak-semak sebelah sana. Sebaiknya kuhadang lewat sini saja," pikir Suto dengan mulai melangkah mengendap-ngendap. Rimbunan semak dikelilinginya. Mata tajam si tampan itu tidak berkedip menatap bagian bawah semak-semak itu. Napasnya tertahan beberapa saat agar tak menimbulkan bunyi yang mencurigakan.

Slap, slap... !

Bayangan putih melompat dari bawah semak belukar itu, menerobos masuk ke rimbunan semak tak berduri. Pendekar Mabuk cepat sentakkan kaki dan ikut menerabas semak tak berduri. Bruus...! Buh...!

"Auh...!"

Pendekar Mabuk terpekik karena sakit. Rupanya di dalam semak tak berduri itu terdapat bongkahan batu besar yang tertutup hijaunya dedaunan. Wajah Pendekar Mabuk menabrak batu itu hingga terpaksa pejamkan mata sesaat karena menahan rasa sakit di tulang hidungnya.

"Sial! Untung tulang hidungku tak sampai patah!" gerutunya sambil mengusap-usap wajah. Dagunya pun terasa sakit karena diadu dengan batu.

Slap, slap... !

Bayangan putih melesat lagi meninggalkan semak duri itu. Suto Sinting cepat lompatkan diri ke arah yang sama, lalu menerkam bagai seekor singa. Bruuus... !

"Kena kau sekarang!" Seekor kelinci hutan tergenggam di kedua tangan Pendekar Mabuk. Kelinci hutan itu berusaha meronta dengan matanya yang memancarkan ketakutan, tapi kedua tangan Suto semakin erat menggenggamnya. Wajah pemuda itu pun menampakkan kelegaan hatinya. Kelinci buruannya berhasil ditangkap, dan siap untuk dijadikan santapan dengan membakarnya.

Tetapi mata bening sang kelinci membuat Pendekar Mabuk menjadi tak tega untuk membunuh binatang tersebut. Mata bening binatang itu bagai memandangi Suto dan mohon belas kasihan.

"Ah, kau...!" gumam Suto dengan hati mulai kecewa. "Kau manis sekali, sehingga membuat hatiku iba. Ah, benar-benar tak tega kalau aku harus menyantap mu. Tapi.... perutku lapar, suaranya sampai seperti lesung bertalu. Aku harus menyantapmu, Kelinci yang baik hati. Maafkan aku."

Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - SuryadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang