ANGIN berhembus dari utara ke selatan. Udara kering terasa membakar kulit manusia, seakan sang matahari ingin mengelupas setiap kulit penghuni bumi. Tanah retak menjadi pertanda bahwa bumi pun sebenarnya mengeluh menerima teriknya sang mentari yang merajai langit raya.
Udara panas itu terasa semakin panas ketika angin berhembus dan taburkan pukulan jarak jauh bertenaga inti api. Pukulan jarak jauh dilepaskan dari telapak tangan orang yang berdiri di atas sebuah pohon tak terlalu rindang. Pukulan itulah yang membuat seorang perempuan berjingkat loncat sebelum hawa panas terasa ingin menerkam tubuhnya. Wuttt...! Blabb...!
Rumput tempat berdirinya orang itu terbakar. Jelas ini perbuatan orang yang kurang perhitungan. Perempuan itu cepat melarikan diri ke balik pohon. Matanya memandang ke arah jalan yang habis dilewatinya. Mata itu mencari sesosok manusia di sana. Tapi tak ditemukannya. Jalan sepi, alam juga sunyi. Tapi perempuan itu yakin, di balik kesepian dan kesunyian itu pasti ada sepasang mata yang menunggu kesempatan melepas maut untuknya. Karena itu perempuan tersebut tak mau segera keluar dari pohon, ia justru menggunakan ilmu 'Getar Bayu', yaitu mengirimkan suara aneh yang bisa menyakitkan gendang telinga bagi manusia yang berada dalam jarak dua puluh tombak dari tempatnya.
Perempuan itu pun mencakarkan kukunya pada batang pohon yang digunakan untuk bersembunyi. Batang pohon itu dicakar pelan-pelan sekali gerakannya, hingga timbulkan suara berderit kecil, namun dapat diterima jelas di pendengaran orang lain. Derit kecil itu menyerupai suara pintu yang engselnya berkarat.
Kriiit... kkkriiit... kkkkrrriiiieett...!
Burung-burung beterbangan sambil mencicit ketakutan. Ular-ular mendesis sambil cepat tinggalkan tempat sekitar situ. Dan seorang lelaki yang berada di salah satu pohon, pada bagian dahan yang atas, segera menutup telinganya dengan kedua tangan. Wajahnya menyeringai menahan rasa sakit pada gendang telinganya. Seolah-olah gendang telinganya bagai ditusuk-tusuk dengan jarum yang terpanggang api. Semakin panjang deritannya semakin kuat rasa sakit yang dirasakannya.
Kriiiieeeet... !
Laki-laki di atas pohon itu hampir saja menjerit untuk mengimbangi rasa sakit itu. Namun karena kedua tangannya dipakai untuk menutup telinga rapat-rapat, akhirnya tubuh pun oleng saat berdiri di atas dahan sebesar pahanya sendiri itu. Tubuh itu kehilangan keseimbangan dan jatuhlah lelaki itu dalam keadaan terjungkal. Brasss...! Bukk!
Beruntung sekali ia bisa berjungkir balik satu kali pada saat jatuh dan melayang dari atas, sehingga posisi jatuhnya tepat di tanah tak berbatu, serta kedua kakinya yang menyentuh tanah lebih dulu dalam posisi jongkok.
Mendengar suara bergedebuk, perempuan yang mengenakan pakaian hitam berhias benang emas, rambut disanggul, cantik, judes,dan berkesan kejam itu segera palingkan wajahnya ke arah tersebut, ia hentikan mencakar pohon, kini ia hampiri orang yang jatuh itu dengan satu lompatan bertenaga peringan tubuh cukup tinggi. Wussst! Dalam sekejap, perempuan yang mengenakan kalung berlian, gelang ketat, dan berhias mahkota kecil itu sudah berada di depan orang yang jatuh dari atas pohon.
"Siapa kau?!" hardik Ratu Teluh Bumi.
"Namaku Prahasto!" jawab pemuda berambut pendek dan rapi. Ia bersenjatakan keris yang terselip di depan perutnya. Melihat dandanan yang rapi, wajah yang rupawan, dan senjata keris di depan itu, Ratu Teluh Bumi dapat memperkirakan bahwa Prahasto bukan masyarakat desa biasa, bukan tokoh dunia persilatan,melainkan anak muda yang berdarah bangsawan.
Jika Prahasto tokoh di rimba persilatan, setidaknya ia muncul manakala para tokoh memperebutkan pedang pusaka di Kuil Swanalingga, yang membuat Ratu Teluh Bumi terpaksa menyepi untuk beberapa waktu, karena menderita luka-luka dari serangan Pendekar Mabuk. (Baca serial Pendekar Mabuk daiam episode: "Pedang Guntur Biru").
![](https://img.wattpad.com/cover/96773224-288-k706830.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - Suryadi
General FictionPendekar Mabuk adalah seorang pemuda tanpa pusar yang merupakan murid dari 2 orang tokoh teratas di dalam dunia persilatan saat itu. Kedua tokoh yang merupakan guru dari Suto Sinting (Pendekar Mabuk) tersebut adalah "Ki Sabhawana (Gila Tuak) & Nawan...