5. Murka Sang Nyai

8.4K 66 2
                                    

AWAN hitam menaungi wilayah Perguruan Merpati Wingit Dari sebuah lembah tampak terlihat jelas reruntuhan bangunan joglo yang merupakan bangunan terdepan setelah halaman laga Perguruan Merpati Wingit. Dari sanalah sepasang mata menatap dengan sedikit menyipit, tersimpan dendam dalam hati yang luka mengharu melihat porak-porandanya perguruan tersebut.

Sepasang mata menyipit dendam milik perempuan berpakaian merah dadu itu masih memandangi makam- makam di samping pagar wilayah perguruan. Berjajar makam yang tanahnya masih tampak baru ditimbunkan itu, seakan barisan pisau tajam yang menggores hati perempuan berselendang putih di pinggangnya.

Perempuan itu tak lain adalah Selendang Kubur,murid Perguruan Merpati Wingit yang sudah lama tak kembali ke perguruannya, karena tergoda cinta murid sinting si Gila Tuak yang bergelar Pendekar Mabuk, Suto Sinting.

Kabar tentang porak-porandanya perguruan tersebut didengar telinga Selendang Kubur dari sudut sebuah kedai, di mana tiga orang bercerita tentang amukan Perawan Sesat yang konon berhasil melukai gurunya, Nyai Betari Ayu. Celoteh di sudut kedai itu juga mengisahkan cerita tentang kematian Dewi Murka yang disaksikan sendiri oleh mata seorang lelaki besar tanpa isi yang dikenal dengan nama Singo Bodong, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Perawan Sesat").

Selendang Kubur tak sampai hati untuk tinggal diam melihat keadaan di perguruannya. Niatnya untuk memburu cinta pada Suto Sinting tertangguhkan. Apa pun amarah sang Guru nantinya, ia siap menerima hukumannya, ia juga tak bisa menahan duka mendengar gurunya; Nyai Betari Ayu, terluka oleh pukulan lawan.

Dengan dendam membesi di hati, Selendang Kubur melangkahkan kaki memasuki pintu gerbang perguruan yang telah hancur itu. Suasana pelataran laga tampak sepi. Selendang Kubur menarik napas untuk menahan luapan api kemarahan yang telah membakar dada. Maka, segera ia melesat ke serambi samping, dan di sana ia temui sang Guru sedang duduk merenung dengan wajah tetap berwibawa walau tampak guratan dukanya.

Melihat siapa yang muncul di depannya, Nyai BetariAyu terkesiap sekejap, ia segera menarik napas meredam kemarahan, ia mengangkat wajah, memandang tajam muridnya yang lama tak kunjung tiba. Sang murid menundukkan wajah, sebagai ungkapan rasa bersalah dan pasrah menerima hukuman sang Guru.

Betari Ayu segera perdengarkan suaranya dengan lembut tapi penuh kharisma bagi murid yang baru datang itu.

"Kaukah yang berdiri di depanku, Selendang Kubur?!"

Sedikit tunduk kepala Selendang Kubur saat menjawab, "Benar, Nyai Guru. Saya datang."

"O, syukurlah. Ternyata kau masih ingat jalan pulang ke perguruanmu ini."

"Maafkan saya, Nyai Guru. Saya memang bersalah."

"O, tidak! Kau tidak bersalah!" tuk^s Nyai Guru Betari Ayu. "Perguruan ini hampir hancur bukan karena ulahmu, melainkan ulah muridnya si Nyai Lembah Asmara. Perawan Sesat namanya."

"Saya merasa bersalah, karena saat itu saya tidak ada di sini, Guru."
"Bukan hanya kamu, tapi Dewi Murka juga tidak ada di sini."
"Dewi Murka juga sudah tewas di tangan Perawan Sesat, Guru!"

Tersentak hati Betari Ayu. Terbungkam mulutnya tanpa bisa mengucap sepatah kata pun mendengar Dewi Murka tewas di tangan Perawan Sesat. Semakin tertimbun dendam hati Betari Ayu rasanya. Tetapi ia berusaha untuk menahan diri agar tidak hanyut dalam kobaran dendam yang membara itu.

Dewi Murka dan Selendang Kubur adalah orang kuat di Perguruan Merpati Wingit. Kepada salah satu dari kedua orang itulah Betari Ayu ingin menyerahkan tampuk pimpinannya.

Menurut pandangan hatinya, hanya dua orang itulah yang bisa dan pantas menjadi penggantinya, sebagai Ketua Perguruan Merpati Wingit. Tetapi sebelum niatnya terlaksana, satu dari kedua orang pilihannya itu telah tewas. Kini tinggal Selendang Kubur yang menjadi satu-satunya calon pengganti dirinya, sebelum ia pergi mengasingkan diri menjadi seorang pertapa.

Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - SuryadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang