30. Tandu Terbang

7.2K 67 6
                                    

WAJAH gadis itu tampak tegang. Matanya yang bundar indah kelihatan lebar dan bergerak-gerak liar. Gadis berpakaian kebaya biru kusam dan kain batik coklat tua itu berlari meneroboskerimbunan semak kayu kering. Suara gemersik terdengar sebagai tanda ke mana arah pelariannya.

Gadis itu berusia sekitar dua puluh dua tahun. Tapi jika diperhatikan agak lama, ia tampak sudah matang sebagai gadis dewasa. Kulitnya yang kuning langsat itu berdada sekal dan montok. Tak heran jikatubuhnya itu mengundang minat setiap lelaki. Apalagi ia berkebaya robek bagian pundak sampai hampir sebatas dada, tentunya kekuningan kulit mulusnya itu kian menambah semangat bagi seorang lelaki. Rambutnya yang panjang terurai lepas itu bagaikan lambaian tangan untuk bercumbu mesra.

Tetapi gadis itu kini dalam ketakutan. Wajahnya yang tegang menyelusup di antara kerimbunan tanaman hutan, ia bersembunyi di balik pohon, memandang ke belakang, melongok ke sana-sini, kemudian berlari lagi sambil menghamburkan tawa yang oekikikan. Gerakan larinya berkesan liar, perubahan air mukanya tak menentu; kadang tampak takut, kadangtampak sedih, kadang pula ia tampak ceria hingga tawanya terlepas di sela-sela pohon hutan.

"Mereka tak bisa mengejarku. Hi, hi, hi...! Mereka kehilangan jejakku?! Oooh... alangkah dungunya mereka. Hi, hi, hi...!" gadis itu berkata dengan suara jelas, tapi seakan ditujukan kepada dirinya sendiri. Napasnya yang terengah-engah kini diredakan sambil tubuhnya bersandar di bawah pohon. Tawanya masih berderai-derai diselingi wajah tegang sepintas.

Tiba-tiba dari kerimbunan semak di sampingnya muncul dua lelaki yang melompat dengan gesit dan lincah.Wuuurt...! Jleeeg...!

"Aaauh...!" gadis itu memekik kaget dengan suara melengking tinggi. Dua lelaki yang masing-masing berusia sekitar tiga puluhan tahun itu melepaskan tawa bersamaan.

"Sekarang kau tak dapat lari lagi, Cah Ayu...! He, he, he, he...!" goda lelaki berpakaian hitam dengan ikat kepala dan ikat pinggang kain hitam pula. Kumisnya sedikit tebal dan matanya tampak liar, bernafsu sekali memandang gadis yang kini sedang mundur ke arah kerimbunan semak lainnya .

"Akutidak mau! Pergi kalian! Pergi! Akutidak suka sama kalian. Kalian terlalu nakal!" gadis itu mencoba mengusir dengan sebaris kecaman. Tapi si baju hitam semakin mendekatinya Gadis itu lari ke balik pohon, tapi kepalanya nongol memandang si baju hitam. Senyum si baju hitam adalah seringai seorang lelaki yang kegirangan mendapatkan perempuan mulus di t engah hut an.

Sedangkan temannya, yang mengenakan pakaian hijautua dengan ram but panjang sepundak tak diikat itu juga menyeringai kegirangan, ia melangkah melalui sisi lain, membentuk gerakan mengepung gadis itu.

"Kami tidak nakal kepadamu, Anak Manis! Kami tidak akan menyakitimu. Justru kami ingin memberikan keindahan padamu, Anak Manis," bujuk si baju hijau.

"Keindahan apa?!" sentak gadis itu dari balik pohon.
"Kehangatan dan cinta, Anak Manis."

Gadis itu tersenyum-senyum nakal dengan mata memandangi si baju hijau yang bernama Kobar, sementara si baju hitam yang bernama Raseta makin mendekat mengambil arah dari belakang gadis itu. Sementara Kobar sibuk membujuk, Raseta kian mendekat dan melebaikan kedua tangannya bersiap untuk memeluk dari belakang.

"Namamu siapa, Anak Manis?" Kobar memancing perhatian gadis itu supaya tidak menengok ke belakang, sehingga ia tidak tahu kalau akan diterkam oleh Raseta dari belakang.

"Namaku Palupi," jawab gadis itu sambil tersenyum- senyum memainkan ujung rambutnya yang meriap ke dada kanan.
"Namamu cantik sekali, seperti orangnya Nama itu hangat didengar, pasti sehangat tubuh orangnya. He, he, he, he...!"
"Kumismu juga hangat, Kang. Sehangat jagung bakar. Hi,hi,hi...!"

Kobar bangga, mengusap kumisnya yang lebat, lebih lebat dari kumis Raseta. Tapi gadis itu tiba-tiba memekik dengan suara lengking manakala Raseta berhasil menyergapnya dari belakang.

Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - SuryadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang