ANGIN berbau busuk menyebar sejauh seratus langkah dari pantai. Badai laut yang mengamuk nyaris menggulingkan perahu berlayar satu. Suto Sinting ada di atas perahu itu bersama Dewa Racun dan Hantu Laut. Arah perjalanan adalah Pulau Serindu, di mana terdapat sebuah istana yang dipimpin oleh seorang ratu cantik impian Pendekar Mabuk, yaitu Dyah Sariningrum, yang dijuluki sebagai Gusti Mahkota Sejati.
Suto dan Dewa Racun sepakat untuk tidak menentang amukan badai. Mereka tak mau perahunya pecah lagi seperti dalam peristiwa Istana Berdarah. Karena itu, langkah yang diambil oleh mereka adalah mengarahkan perahu ke pantai pulau berbau busuk itu.
"Kita mendarat!" seru Pendekar Mabuk kepada Hantu Laut yang pegang kemudi di haluan. Tapi karena Hantu Laut yang berkepala gundul dan bertubuh besar tanpa mau memakai baju itu telinganya rada tuli, maka ia pun segera menyahut,
"Siapa yang mau kirim surat?!"
"Kita mendaraaat....!" teriak Pendekar Mabuk dari bawah tiang layar.
"O, mendarat?! Baik!"
Suto segera turunkan layar perahu, ia berseru lagi kepada Hantu Laut,
"Hati-hati, ada karang di depan!"
"Apa? Ada kerang delapan?!"
"Ada karang di depaaaan...!""O, ada karang? Iya! Aku belum buta! Menurutmu di mana letak karang itu? Di depan atau di belakang kita?" seru Hantu Laut. Pendekar Mabuk kesal hati dan tidak menyahut lagi.
Langit gelap karena mendung. Kilat menembus gumpalan hitam itu lalu menggelegar di langit bagai ingin turunkan hujan badai. Melihat cuaca murka begitu, Dewa Racun cepat berseru kepada Pendekar Mabuk dan Hantu Laut yang habis menambatkan perahunya,
"Aku tahu, ddiiis... diiis... di sana ada gua! Kita berteduh di sana sebeeell... sebelll... sebelll...."
"Kenapa sebel?" sentak Hantu Laut mengimbangi suara badai.
"Maksudku, sebel... sebelum! Sebelum hujan turun dengan deras, kita sudah dapat tempat berteduh lebih dulu!"Dewa Racun, si kerdil berpakaian putih bulu dengan panah di punggung dan dua pisau di kanan kiri pinggangnya itu, memang punya penyakit gagap dalam bicaranya. Tapi jika mulutnya sudah terkena aroma ikan bakar, penyakit gagap itu menjadi hilang dan ia bisa bicara dengan lancar. Apabila aroma ikan bakar habis dari mulutnya, penyakit gagap itu kambuh lagi, dan baru akan ucapkan kata benar jika ada yang membentaknya.
Mereka cepat berkelebat ke arah sebuah gua di tebing karang. Mulut gua tak seberapa besar, cukup untuk masuk dua orang. Atap gua pun kelihatannya tak terlalu tinggi, lebih separo tombak dari tinggi tubuh Pendekar Mabuk. Tapi agaknya tempat itu merupakan pilihan yang terbaik daripada harus membiarkan diri diguyur hujan yang sudah pasti disertai angin badai cukup besar.
Tetapi Dewa Racun yang berjalan lebih dulu itu tiba- tiba menghentikan langkahnya ketika mendekati mulut gua. Ia sedikit terkejut dengan munculnya seorang berambut panjang acak-acakan, berpakaian hitam, berwajah kurus dengan kedua bola matanya yang putih. Mulanya Dewa Racun dan yang lainnya menduga orang itu buta. Tapi ketika orang itu sentakkan kaki dan dapat melompat cepat ke atas sebuah gugusan batu di samping gua, Dewa Racun dan yang lainnya yakin bahwa orang itu tidak buta. Hanya bola matanya saja yang putih semua, tidak mempunyai manik mata berwarna hitam.
"Cob... cob... cobalah bicara dengan orang itu," kata Dewa Racun kepada Hantu Laut. "Katakan kita mau num... num... num...."
"Numbuk padi?!"
"Bukan! Mau num... numpang meneduh di gua itu. Bukan mau mengganggu dia!"
"Kau sendiri saja yang bicara dengannya!"
"Dia hanya akan kebingungan mendengarkan om... om... omonganku! Kau saja yang bicaranya lancar!"Pendekar Mabuk tertawa pendek, Dewa Racun cemberut sambil melirik Pendekar Mabuk. Kemudian Pendekar Mabuk mendukung perintah Dewa Racun kepada Hantu Laut, sehingga orang berperut buncit dan hanya memakai celana hitam itu segera mendekati orang bermata putih itu, lalu ia serukan kata,

KAMU SEDANG MEMBACA
Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - Suryadi
Algemene fictiePendekar Mabuk adalah seorang pemuda tanpa pusar yang merupakan murid dari 2 orang tokoh teratas di dalam dunia persilatan saat itu. Kedua tokoh yang merupakan guru dari Suto Sinting (Pendekar Mabuk) tersebut adalah "Ki Sabhawana (Gila Tuak) & Nawan...