34. Perawan Maha Sakti

5.1K 79 33
                                    

1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1

WAJAH-WAJAH angker pancarkan pandangan mata penuh murka. Tajamnya menyerupai mata pedang. Gigi mereka menggeletuk, tulang rahang tampak keras. Dua wajah angker itu dalam kebisuan yang mendirikan bulu kuduk. Berdiri tegak dengan dada membusung kekar, kaki merenggang kokoh, tangan dan lengan menampakkan otot-ototnya yang mirip baja. Keras dan alot. Dua wajah angker itu adalah milik tokoh keras dari Tebing Karma. Mereka dikenal dengan julukan si Kapak Iblis dan Setan Akhirat.

"Mengapa mereka tampaknya tidak bersenjata semua? Kapak Iblis kulihat tak memegang sebilah kapak, Setan Akhirat juga tidak membawa senjata apa-apa."

"Kapak Iblis memang tidak membawa kapak, tapi tebasan tangannya setajam kapak pemancung leher. Tebasan tangannya mampu memotong sebatang pohon dalam satu kali tebas. Setan Akhirat mempunyai telapak tangan melebihi baja. Bahkan pintu baja pun jika dihantam dengan telapak tangannya dapat jebol seperti pintu kardus. Itulah kehebatan mereka sebagai dua saudara dari Tebing Karma."

"Jadi, mereka kakak beradik?"

"Benar. Tapi itu hanya silsilah dalam perguruan. Bukan saudara kandung. Mereka sudah menjadi kakak beradik dalam perguruan sejak berusia lima belas tahun. Mereka adalah anak-anak telantar yang tidak tahu siapa orangtuanya."

"Lalu, siapa guru mereka?"

"Guru mereka adalah tokoh sakti seangkatan dengan gurumu si Gila Tuak dan Bidadari Jalang. Tokoh sakti itu berjuluk Gerhana Mandrasakti."

Pemuda berambut panjang lurus sebatas lewat pundak itu hanya manggut-manggut saja mendengarkan penjelasan dari si Bongkok Sepuh. Pemuda tampan berbaju coklat tanpa lengan dengan celana putih kusam dan ikat pinggang kain merah itu tak lain adalah Pendekar Mabuk, murid di Gila Tuak bernama Suto Sinting.

Lalu, siapa tokoh tua yang berjuluk si Bongkok Sepuh itu?

Di sinilah letak keanehannya. Suto Sinting sendiri tidak tahu siapa si Bongkok Sepuh itu. Tokoh tua yang usianya di atas tujuh puluh tahun itu berpakaian kuning kecoklatan karena lusuhnya. Ia memegang tongkat kayu yang tingginya melebihi tinggi kepalanya. Tongkat kayu itu berkepala bundar, seperti bola. Licin dan halus. Warnanya hitam. Si Bongkok Sepuh itu mirip seorang wanita karena mempunyai rambut panjang putih digelung di tengah kepala, sisanya meriap-riap ke sana-sini. Jenggotnya tak begitu panjang, tapi berwarna putih uban. Kumisnya tidak ada. Mungkin sang kumis malas tumbuh di kulit tua yang mulai keriput itu. Pertemuannya dengan Bongkok Sepuh seperti mimpi di siang bolong. Waktu itu Pendekar Mabuk yang berwajah ganteng dan berbadan tegap, gagah, serta kekar itu sedang dalam perjalanan pulang dari pondok Resi Wulung Gading. Ia habis mengantarkan Angin Betina yang membawa Kitab Lorong Zaman. Ia bermaksud untuk temui Gila Tuak di Jurang Lindu untuk meminta izin akan ikut pelajari isi Kitab Lorong Zaman.

Tetapi di perjalanan, pendekar tampan itu bertemu dengan seorang pengemis bungkuk yang kehausan. Tubuh pengemis bungkuk itu terkulai bersandar pada sebatang pohon, bibirnya retak-retak kekeringan, wajahnya menghiba karena kelihatan sangat kelaparan. Suto Sinting sempatkan diri menghampiri si pengemis bungkuk itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - SuryadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang