10. Manusia Seribu Wajah

7.6K 95 3
                                    

BADAI Kelabu segera menghentikan langkah karena ia mendengar suara napas orang di belakangnya dalam jarak antara dua belas langkah. Badai Kelabu cepat palingkan wajah ke belakang. Ternyata di sana tak ada satu orang pun. Hatinya pun mulai curiga. Tapi Badai Kelabu kembali melangkahkan kaki dengan tenang.

"Aku merasakan gerakannya bukan gerakan Suto atau Dewa Racun!" ucap Badai Kelabu dalam hati. "Pasti orang lain yang punya maksud tak beres padaku. Hmmm... sebaiknya kudiamkan saja. Kupancing dia supaya keluar dari persembunyiannya!"

Badai Kelabu kembali langkahkan kaki dengan tenang, dan ia mendengar suara napas di belakangnya mulai mendekat kembali. Kejap berikut ia buru-buru palingkan wajah ke belakang. Suara napas orang itu lenyap bersama terhentinya langkah Badai Kelabu. Mata perempuan berusia tiga puluh tahunan itu memandang sekeliling dengan jeli. Tapi tak terlihat wujud orang yang mengikutinya.

Sekali ini Badai Kelabu langkahkan kaki tanpa berpaling sedikit pun. la biarkan suara napas yang mengikutinya dari belakang. Kejap lain, Badai Kelabu tersentak dan terhenti. Tubuhnya melengkung ke depan sambil pegang perutnya, ia perdengarkan suara erang lirih sebagai tanda kesakitan. Tubuhpun oleng dan jatuh terkapar di tanah tak berumput.

Badai Kelabu tergolek di sana. Pakaiannya yang hijau bertepian merah satin dibiarkan kotor, toh memang sudah rusak akibat banyak luka yang diderita waktu bertarung dengan Tapak Baja dan Hantu Laut di Pulau Kidung (Baca serial Pendekar Mabuk di dalam episode: "Pusaka Tombak Maut"). Tubuh Badai Kelabu mengejang sebentar, lalu tersentak dan melemas tak berkutik lagi.

Kejadian itu membuat sepasang mata terkesiap dari suatu tempat yang tersembunyi. Cukup lama sepasang mata itu menunggu gerakan Badai Kelabu, namun yang ditunggu tak juga bergerak. Sepasang mata itu memendam kuat-kuat rasa cemasnya. Namun akhirnya tak mampu lagi sabar menunggu. Sepasang mata itu cepat sentakkan kakinya dan melesat keluar dari persembunyiannya.

Orang tersebut mengenakan pakaian kuning sebatas dadanya yang sekal. Badannya terlihat elok dalam busana ketat seperti itu. Pinggangnya tampak ramping karena mengenakan celana ketat warna kuning pula. Celana itu hanya sebatas betis. Bentuk betisnya indah dan berkulit semulus kulit bayi. Pakaiannya itu dirangkap pakaian jubah warna merah jambu yang tak terkancingkan bagian depannya.

Pakaian jubah merah jambu itu dari bahan sutera tipis hingga menampakkan bentuk pantatnya yang sekal menggiurkan setiap lelaki.

Orang bersenjata trisula kembar di pinggang kanan-kirinya itu punya wajah cantik jelita. Bertahi lalat kecil di atas bibir kirinya, bangir hidungnya, memiliki bola mata indah, lentik pula bulu matanya. Rambutnya yang panjang, hitam bersih, dan lembut tergerai selewat punggung, diikat dengan kain warna biru muda. Di atas telinga kirinya tersemat sekuntum bunga kamboja warna putih kekuning-kuningan. Menambah manis paras wajahnya.

Jalannya melenggok saat ia mendekati Badai Kelabu yang terkapar di jalanan. Tapi kejap berikut orang itu tersentak kaget dan terlonjak ke belakang ketika Badai Kelabu tiba-tiba membentak.

"Hiaaat...!" sambil kakinya menyambar ke samping, dan tubuh pun berputar, tangan menyentak di tanah, badan terangkat dan kini ia berdiri tegap di depan orang berjubah merah jambu itu.

"Babi, monyet, kodok, kuda, kambing...!" orang berjubah merah jambu itu memaki dengan menyebutkan banyak binatang karena rasa kagetnya tadi. Tangannya melambai-lambai gemulai setiap ia bicara, bibirnya mencong sana-sini dengan genitnya. la menyambung kata dengan suaranya yang besar bernada perempuan manja.

"Dasar kura-kura kamu, ah! Kupikir kamu modar, tak tahunya hanya pura-pura saja! Sial!" ia melengos dengan mulut cemberut manja.

"Apa maksudmu mengikutiku, Tanjung Bagus?!" sentak Badai Kelabu dengan satu tangan bertolak pinggang.
"Pasti ada tujuannya!"
"Sebutkan tujuanmu!"
"Biasalah... mau paksa kamu serahkan peta itu!"
"Dari dulu kau merayuku untuk mendapatkan peta itu, padahal sudah kubilang bahwa aku tak memiliki peta tersebut!"

Serial Pendekar Mabuk "Suto Sinting" - SuryadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang