Seperti orang-orang yang sudah diperbudak teknologi, pemuda itu menatap layar ponsel pintarnya.
Tapi, ketika kebanyakan orang-orang kecanduan sosial media, yang ada di layarnya justru sebuah nomor kontak. Pemiliknya adalah seseorang yang telah merajut kisah kehidupan dengannya dalam waktu yang cukup lama. Teman masa kecil, itu istilah yang dikenal oleh orang awam. Di benak pemuda itu terbayang sosok itu, sosok kurus kering yang sering menjulurkan tangannya sebelum mereka berlari karena dirinya yang sering tertinggal saat berlari. Kenangan manis semasa kecil perlahan meresap, dan akhirnya tiba pada masa rajutan kehidupan mereka direnggangkan oleh waktu. Kesibukan membuat mereka menjauh seutuhnya, hingga pada suatu hari sang Takdir kembali mempertemukan mereka. Setelah bertukar kontak, mereka kembali ke kehidupan masing-masing. Tidak sepenuhnya kembali terpisah, namun mereka sadar bahwa semua tak akan kembali seperti masa kecil mereka.
Senyum dipaksakan muncul di wajahnya. Jempol yang awalnya mengambang sesenti di atas lambang telpon bergeser seketika, menyentuh ikon lain di sudut kiri bawah layar ponselnya.
[Do you want to delete the selected contact?]
Bahkan ketika hatinya meneriakkan larangan untuk melakukannya, jempolnya menyentuh tulisan 'OK'.
Layarnya beralih ke kontak lain. Kini, pemilik kontak itu adalah teman terdekatnya semasa SMP. Tipikal pemain basket terkenal satu sekolah yang digandrungi banyak perempuan. Percaya atau tidak, orang seperti ini nyata, bukan sekedar karakter gary-stu dalam setiap fiksi. Dia yang sangat mencintai basket, rasanya terlihat tidak memiliki kelemahan. Tidak, ada satu kelemahannya, mau saja berteman dengan orang semacam dirinya. Untung saja hal itu tidak berlangsung lama, karena seperti biasa, Sang Waktu telah merenggangkan pertemanan mereka sejak kelulusan SMP. Tapi, selama itu, nomor kontaknya masih selalu tersimpan di ponsel itu.
Hanya untuk dihapus pada saat ini.
[Do you want to delete the selected contact?]
'OK', jempolnya kembali menyentuh tulisan itu.
Lagipula, untuk apa sampah sepertimu menghubungi orang itu, ya kan?
Dia berusaha menahan kekehan miris dengan cara menggigit bibirnya. Cukup keras, sehingga mungkin beberapa menit lagi bibirnya akan berdarah lagi. Sakit, tapi dia sudah tidak tahu lagi mana yang lebih sakit. Bibir, kepalanya yang setiap hari rasanya sudah mau pecah, atau rasa sakit tak diketahui asalnya yang selalu membuatnya bertanya-tanya setiap bangun tidur, mempertanyakan kenapa dia masih hidup pada saat itu.
Setelah semua nomor teman SMPnya bernasib sama seperti si Pemain Basket, kini kontaknya beralih ke kontak teman terdekatnya semasa SMA. Sosok yang sehobi dengannya, salah satu dari sedikit orang yang bisa membuat sisi gilanya keluar, membuat masa-masa SMAnya tidak terasa seperti neraka setiap harinya. Mereka yang menggila setiap hari, melakukan berbagai kenakalan masa SMA yang masih berada dalam batas wajar. Saling mengganggu, namun mereka tetap rekat layaknya nadi. Seperti biasa, hanya waktu yang tahu cara terbaik untuk merenggangkan mereka sejauh matahari.
Kesibukan selepas SMA.
Asalan klise yang sama seperti sebelumnya. Pemuda itu yang memutuskan untuk berkuliah, dan sang teman yang ingin langsung bekerja. Jalan mereka lalu bercabang. Kesibukan menjadi alasan untuk minimnya berkomunikasi.
Dan kini, alasan itulah yang dipakainya untuk menghapus kontak sang teman SMA. Kesibukan yang menjadi alasan. Sampah. Kalau dia peduli, dia akan menghubunginya di sela-sela waktu.
Teman SMA.
Hapus.
Keluarga.
Hapus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Kisah Kehidupan
Short StoryIni bukanlah kisah yang mengalir dengan tenang bagaikan sungai. Ini bukanlah narasi dengan diksi yang mengagumkan. Ini bukanlah cerita dengan akhir yang diharapkan setiap manusia. Ini adalah kumpulan kisah yang terjadi pada kehidupan. Kau boleh perc...