Aku tidak mengerti apa yang merasukiku hingga akhirnya aku membuat ini.
Namaku Senja, umur 17 tapi menjelang 18 tahun dalam waktu dekat, hanya akan membuat catatan random ini. Hitung-hitung mengurangi ketegangan menanti pengumuman SNMPTN.
Keluargaku adalah keluarga harmonis yang selalu hidup tentram setiap harinya.
Papa. Papa selalu pelit dalam memberikan informasi tepatnya pekerjaan yang ia lakukan. Yang kutahu Papa hanya lulusan Teknik Informatika dan kini bekerja dalam bidang komputer. Papa yang selalu tegas, tapi Papa tetaplah ayah favoritku sepanjang masa.
Mama. Dulu Mama adalah dokter bedah yang sangat andal, tapi lalu Mama memutuskan untuk menjadi dosen setelah memiliki tiga anak yang lucu dan imut. Mama juga adalah ibu favoritku sepanjang masa.
(Iya lah, hanya mereka orang tua yang kupunya, dan aku tidak tertarik memiliki orang tua tambahan selain mertua nantinya.
Oke ini keluar topik)
Mirana alias mbak Mia. Kakak sulungku. Gadis cantik dengan rambut yang dibiarkan terurai nyaris sepinggang. Kakak perempuanku itu seperti karakter fiksi yang muncul ke dunia nyata. Gadis cantik, pintar, baik hati, tidak sepenuhnya feminim tapi tetap memperlihatkan sisi anggunnya. Selama di SMA, selalu menyabet ranking satu di kelasnya, dan masuk ranking 10 besar di angkatan. Mbak Mia benar-benar murid teladan yang disukai siapapun.
Aruna alias mas Aru. Kakak keduaku, sekaligus satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga. Anak tengah yang tumbuh menjadi remaja lelaki normal. Pandai bersosialisasi ke sana kemari, suka bermain game laptop atau futsal bersama teman-temannya, sambil menjaga nilai rapot agar berada dalam tahap yang tidak akan dimarahi Papa dan Mama.
Aku? Ah, aku terlalu malas menjelaskan tentang diriku.
Papa dan Mama benar-benar sibuk, tapi mereka selalu menyempatkan diri di sela-sela kesibukan untuk memantau perkembangan kami. Memuji mbak Mia yang mendapat nilai bagus, memuji mas Aru yang mencetak hattrick di pertandingan futsal melawan kakak kelas (juga bonus menegur mas Aru yang ulangan IPSnya remedial), dan memujiku yang saat itu masih terpatah-patah dalam belajar membaca.
Kalau waktu liburan tiba, Papa dan Mama mengambil cuti agar kami menghabiskan waktu bersama. Entah itu dari sekedar bercengkerama di rumah, sampai jalan-jalan keluar kota.
Sungguh, keluargaku benar-benar harmonis.
Tidak.
Maaf soal sebelumnya. Aku berbohong tentang keluargaku yang harmonis. Kalau kalian mengira keluargaku harmonis dalam waktu yang lama, berarti aku sudah membohongi kalian dengan kata-kata yang membuat kalian salah paham. Keluarga yang selalu harmonis hanya ada dalam cerita fiksi. Keluarga seperti itu tidak pernah nyata. Mungkin ada kalanya keluargaku harmonis, tapi semua itu menjelma menjadi memori yang lalu hilang tak bersisa.
Kakak sulungku, Mia, membunuh dirinya sendiri pada saat aku masih SD.
Kakak tengahku, Aruna, pergi dari rumah saat aku masih SMP.
Aku alias si bungsu, Senja, masih berada di sini, berusaha menjaga kewarasanku dan menjalani kehidupan dengan normal setelah apa yang terjadi.
(Lagipula, kalau aku terjatuh juga, siapa yang akan menjaga Papa dan Mama?)
Dulu, aku masih kecil untuk mengerti alasan mbak Mia bunuh diri. Aku hanya mencuri dengar kalau mbak Mia tertekan. Mbak Mia menyayat lengannya sendiri, di hari pengumuman Jalur Undangan (aku lupa apa namanya pada saat itu). Papa dan Mama terpukul, mas Aru syok sebagai orang pertama yang menemukan mbak Mia, aku yang masih kecil dan dianggap belum mengerti apa-apa hanya bisa menangis dan menangis. Orang-orang menyayangkan kepergian mbak Mia yang sudah lolos ke jurusan ternama di universitas yang ternama juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Kisah Kehidupan
Short StoryIni bukanlah kisah yang mengalir dengan tenang bagaikan sungai. Ini bukanlah narasi dengan diksi yang mengagumkan. Ini bukanlah cerita dengan akhir yang diharapkan setiap manusia. Ini adalah kumpulan kisah yang terjadi pada kehidupan. Kau boleh perc...