Benci

11 0 0
                                    

Kalau dalam cerita fiksi, seorang tokoh utama biasa mendapat pengakuan perasaan seseorang, maka Leila pun mengalami hal yang sama. Meski judulnya pengakuan perasaan, tapi bukan rasa cinta yang didapat. Akan terlalu mengerikan kalau justru Leila mendapat pengakuan cinta dari sesama jenis.

Gadis yang kali ini mengungkapkan perasaannya, sebut saja Melati. Leila tidak tahu siapa dia, tapi melihat cara Melati mendekatinya di bangku kelas tanpa rasa canggung sama sekali, Leila menarik kesimpulan kalau Melati adalah teman seangkatannya. Mungkin anak kelas sebelah, mungkin juga anak IPA. Entahlah, Leila tidak tertarik untuk menanyakan siapa dia.

"Jujur, aku benci sama kamu."

Lagi? Leila memutar bola matanya. Bukan sekali dua kali dia sudah mendapat pengakuan seperti itu, tapi selalu menarik baginya mendengar alasan orang-orang yang membencinya. Lagipula, pastinya membutuhkan keberanian, kenekatan, dan kegabutan yang sangat besar untuk mengungkapkannya di depan muka Leila, dan bukan di belakangnya seperti anak-anak lain pada umumnya.

Jadi, apa alasan kali ini yang mendasari Melati sampai mengatakan itu tepat kepadanya? Leila yang dianggap terlalu menjilat pada guru kah? Ganjen terhadap lawan jenis kah? Dianggap terlalu sombong dan jutek kah? Atau karena dia jual mahal? Cabe-cabean? Rumor macam apa lagi yang akan menempel padanya?

"Kamu apa-apaan, waktu itu udah nempel-nempel sama ketua Osis, sekarang sama ketua angkatan kita. Kegatelan banget sih kamu sama cowok, nempel sana sini!"

Oh, Leila kecewa, ternyata soal laki-laki lagi. Di antara sekian rumor, memang rumor itu yang paling menempel lekat padanya. Sedikit membosankan, menyadari bahwa pondasi alasan kebencian gadis itu bukan sesuatu yang baru. Meski begitu, bagi Leila ini tetap menarik, bagaimana melihat sosok di depannya itu berkacak pinggang. Walau intinya tetap sama, tapi Leila suka memperhatikan bagaimana karakteristik orang-orang saat mengungkapkan perasaan yang terpendam. Melati menatapnya tajam, alisnya tertekuk sampai hampir bersentuhan, dan nada suaranya yang semakin meninggi dari waktu ke waktu. Seandainya Leila tidak kebal dengan hal itu, mungkin saja dia sudah terintimidasi.

Intinya, kemarin Melati menangkap basah Leila yang berjalan bersama ketua angkatan (yang dikenal sangat tampan, humoris, dan baik hati) di luar sekolah. Sudah mengenal rumor Leila, jelas Melati yang merupakan fans berat sang ketua angkatan merasa panas. Tidak ingin citra kelembutannya tercemar apabila melabrak Leila di depan ketua angkatan, Melati memutuskan untuk melabrak Leila hari ini.

Kelihatannya Melati adalah tipe perempuan yang sekalinya berbicara akan susah dihentikan, jadi Leila hanya mengangguk-angguk kecil mendengar ocehan yang normalnya membuat telinga orang panas. Leila tidak ingin repot-repot menjelaskan kalau kemarin sang ketua angkatan menegurnya karena Leila adalah satu-satunya orang yang belum membayar iuran wajib untuk bazar angkatan. Selain itu juga, Leila diharuskan membayar harga tiket bazar meski dia tidak akan datang. Leila tidak mengerti bagaimana bisa Melati cemburu kalau obrolan Leila dan sang ketua angkatan hanya berisi sindiran yang ditujukan pada Leila.

Yah, bukan berarti Leila peduli dengan apa yang dikatakan sang ketua angkatan dan Melati.

"Sudah?" tanya Leila tenang begitu Melati kelihatannya sudah selesai.

"Hah?!"

Ketenangan Leila malah membuat Melati kembali naik pitam, dan Melati kembali mengomel dengan nada tinggi. Leila menghela napas. Beginilah nasib menjadi sosok yang dibenci banyak orang. Bahkan sebelum ini Leila sudah berkali-kali ditindas secara verbal maupun fisik. Dia juga beberapa kali dipanggil guru BK karena berbagai rumor tentangnya. Tapi, berhubung Leila sudah tidak mempedulikannya, toh pada akhirnya berbagai tindasan dan panggilan guru BK mereda. Selama Leila tidak terbukti melanggar aturan sekolah, kelihatannya pihak sekolah tidak tertarik mengangkat kasus Leila untuk seterusnya. Dan soal pengucilan Leila? Itu sudah biasa baginya. Satu-satunya yang merepotkan bagi Leila hanya pada saat mendapat tugas kelompok ataupun tugas kelas. Leila hampir selalu kena remedial untuk pelajaran yang mengharuskan tugas kelompok.

Intinya, Leila sudah benar-benar kebal dengan apa yang ada di sekitarnya.

Dan ketika Melati sudah sampai pada puncak kemarahannya, tangannya melayang siap menampar Leila. Refleks, Leila berdiri dan mencengkeram pergelangan tangan Melati. Leila tersenyum, dan entah kenapa Melati bergidik.

"Chill, dude." Leila tidak mempedulikan fakta kalau dia baru mengatakan 'dude' pada perempuan.

Leila sejujurnya gatal ingin mengatakan bahwa kalau Melati memang cemburu, bilang saja cemburu. Kalau marah, maka bilang kalau marah. Kalau jengkel, ya bilang lah kalau jengkel. Kalau tidak suka, bilang langsung kalau tidak suka. Jangan seenaknya melabeli semua itu dengan kata 'benci'. Karena, layaknya kata 'cinta', kata 'benci' pun memiliki maknanya tersendiri. Kalau semuanya dilabeli dengan benci, kata-kata yang lain menjadi tidak berarti.

Dan juga, setelah Melati membenci Leila, terus apa? Di satu sisi Leila merasa kasihan karena energi Melati yang terbuang sia-sia karena rasa benci yang bahkan Leila tidak mempedulikannya sedikit pun.

"Bukan cuma kamu yang benci aku kok," Leila menepuk bahu Melati beberapa kali, "Aku juga benci diri aku sendiri kok."

Lalu Leila berjalan tenang meninggalkan Melati, yang masih bengong di kelas orang.



(tamat)

Sekeping Kisah KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang