Langkahku terus berjalan pada satu tujuan. Aku mengacuhkan apapun yang berada di sekelilingku. Namun, seketika aku terdiam di tempat saat seseorang membanting buku majalah pada meja.
"Somi-ya, dengarkan eomma. Jebal!" (Please!)
Suara beliau berubah menjadi tinggi. Masih dalam keadaan yang sama, masih terdiam mematung tanpa menatap beliau sedikitpun. Aku tau ini tindakan yang sangat tidak sopan bagi seorang anak sepertiku.
"Kau mau kemana? Buku yang ada di tangan kananmu itu apa, eoh?"
Saat mendengar pertanyaan yang kedua, spontan aku langsung menyembunyikan buku bodoh ini di balik badanku. Aku tak ingin eomma mengetahui buku bodoh ini.
Aku menggeleng pelan, "A-aniyo eomma, tidak ada. Nan gwaenchana." (I'm fine)
Ucapanku terbata, berusaha menutupi yang sebenarnya. Lalu, dengan cepat aku meninggalkan eomma. Sungguh, aku tak ingin melakukan ini kepadanya. Aku terpaksa.
"Ya! Eomma tidak yakin kau baik-baik saja."
Nada beliau naik satu oktaf, dan semakin nyaring. Namun, lagi-lagi aku hanya mengacuhkannya. Mianhaeyo eomma, aku tak bermaksud untuk bersikap tidak sopan terhadapmu. Tapi, sekarang keadaannya sangat darurat. (Sorry mom)
Aku semakin memperlebar dan mempercepat langkah kaki ku. Saat aku hendak menuju arah dapur, tiba-tiba seseorang menahan pergelangan tanganku.
"Eonni mau kemana?"
Pertanyaan itu membuat aku yang mendengarnya semakin muak. Ya, dia adalah Jeon Soo Ra. Aku lebih sering memanggilnya dengan Sora.
Dia, si bocah tengil berumur lima tahun--suka sekali menganggu kehidupanku. Selalu bersikap ingin tau. Bisa dibilang 'kepo' yang berlebihan, dan aku sama sekali tidak suka dengan sifatnya.
Sebenarnya dia 'kebetulan' adikku. Aku selalu berkelahi dengannya karena aku 'tak menginginkan' seorang adik seperti dia.
Dari dulu aku hanya menginginkan seorang kakak laki-laki. Tapi, ini semua sudah takdir. Tuhan sudah menciptakanku sebagai seorang kakak.
Bisa dibilang aku ini adalah 'kakak yang jahat'.
Aku menepis tangannya kasar, "Jangan ikut campur! Sudah sana pergi!"
Suaraku tak kalah nyaringnya dengan bentakan eomma tadi. Karena dia hanya makhluk kecil tak berdaya, Sora hanya memasang wajah ketakutan.
Tak ingin bersusah payah untuk membentaknya, dengan cepat tanganku mengambil salah satu benda di dapur. Kini benda yang berukuran lima sentimeter berada di tangan kiriku.
"Eonni, itu buat apa eoh?"
Sora masih saja bertanya dengan polosnya sambil menunjuk benda di tangan kiriku. Dasar bocah tengil! Kau tidak perlu tahu, apa untungnya jika aku memberitahumu, eoh?!
Tatapan mataku fokus pada buku bodoh di tangan kananku, lalu berpindah pada sebuah benda di tangan kiriku. Dan terakhir, Sora. Aku memberinya tatapan deathglare.
Aku juga tak ingin membuang-buang waktu hanya untuk mendengar pertanyaan tak berguna dari Sora, aku pun segera meninggalkannya dan berlari menuju halaman belakang rumah.
---
Sesaat setelah pintu terbuka, aku terdiam sejenak mengambil nafas. Berusaha menstabilkan emosi dan membiarkan angin sepoi malam masuk melalui pori-pori kulitku.Mengingat sekarang adalah musim dingin, tentu saja ketika malam hari udaranya semakin dingin. Rasanya aku ingin membeku. Untung saja aku memakai sweater dan celana panjang. Itu akan membuatku sedikit hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Love
FanfictionMencintai dalam diam. Itulah kalimat yang cocok bagi Jeon Somi. Tak bisa melakukan apapun untuk mengambil hati dari seorang lelaki yang disukainya. Menatap secara diam-diam, salah tingkah jika yang ditatap menatapnya balik. Selalu seperti itu selama...