IV. Ando

343 8 0
                                    

"Aku baru diputus.", katanya.

Aku langsung menatapnya, aku melihat matanya memerah dan sudah ada butiran-butiran bening di ujung matanya.

Dia pasti menahan tangisnya daritadi. Pasti sakit banget diputusin.

Aku melepas headset yang daritadi melekat di telingaku, lalu aku pasangkan headset itu di telinganya. Dia tampak kaget dengan apa yang aku lakukan barusan.

"He... Gak ada suara apa-apa.", desisnya bingung.

"Headset itu aku pakai bukan untuk dengerin lagu. Aku pake buat ngurangin bising di sini. Sekarang kamu boleh pake kok buat nenangin pikiran sama hatimu.", jelasku sok tau.

Padahal sudah jelas pakai headset juga percuma. Dentuman suara bass dari musik disini menembus headsetku ini.

Aku melihatnya tersenyum bersamaan dengan jatuhnya butiran-butiran bening di matanya.

"Kalau mau nangis, nangis aja. Jangan di tahan-tahan.", kataku sambil lanjut memainkan hp lagi.

Tiba-tiba aku merasakan tubuhku dipeluk dari samping. Sedetik kemudian aku mulai mendengar ada suara tangisan yang tertahan, mungkin dia malu. Aku gak tahu harus bersikap gimana menghadapi orang yang menangis, ditambah yang menangis ini seorang cowok. Aku cuma bisa membiarkannya memelukku. Mungkin bebannya sangat berat, semasa SMAnya dijauhin teman-temannya karena dia digosipin gay sampai sekarang dan sekarang diputus oleh pacarnya.

"Sori, sori lama. Tadi ada temen ngajak ngobrol di bar.", cerocos Rama yang tiba-tiba sudah ada di depanku.

Kevin dengan cepat melepas pelukannya dariku, dan terlihat dia buru-buru mengusap air matanya. Rama terdiam ketika melihat ada orang di sampingku.

"Kev..?", tanyanya dengan senyumnya yang merekah. "Kok nangis?", tanyanya lagi.

"Eh... gak apa-apa. Mataku kemasukan debu tadi.", jawab Kevin gugup.

Alasan bego, mana ada debu di ruangan seluas ini.

Rama Cuma menatap bingung ke arah Kevin dan aku secara bergantian. Ya jelas lah, sebego-begonya Rama tapi gak akan sebego itu juga percaya sama jawaban Kevin.

"Sendiri?", tanya Rama sambil meletakan minuman di atas meja yang disusul anggukan dari kepala Kevin.

Aku lihat Rama berusaha gak nunjukin rasa penasarannya kepada Kevin.

"Sori, aku gak tau ada kamu jadi aku cuma pesen buat berdua aja."

"Gapapa kok, tadi aku jgua gak sengaja lihat Ando duduk sendirian, jadi aku gabung deh.", jawab Kevin sambil melepaskan headsetku dari telinganya.

"AH!!", pekik Rama tiba-tiba berteriak membuat aku dan Kevin kaget.

"Apaan sih tiba-tiba teriak gitu.", tanyaku kesal.

"Gapapa, itu loh kamu nih. Kenapa sih ke sini bawa-bawa itu?", tanya Rama sambil menunjuk headsetku yang dipegang Kevin.

"Suka. Suka. Aku. Aja.", jawabku sambil mengambil headsetku dari tangan Kevin.

"Gak asyik banget deh kamu nih Ndoooo, masa di tempat gini masih bawa begituan. Yoi gak, Vin?!", cerocos Rama sambil sesekali menenggak minumannya, Kevin Cuma tersenyum.

"Kalian tuh akrab banget ya.", kata Kevin sambil tetap tersenyum.

"IYALAH! HAHAHA!!", jawab Rama antusias, sedangkan aku cuma menghela nafas panjang.

Bego.

Aku melihat Kevin sudah bisa tertawa dan tersenyum karena ulah Rama. Rama memang orangnya supel, bisa cepat untuk bergaul dengan siapa saja dan gak pernah milih-milih teman.



Semicolon;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang