XXII. Kevin

97 2 2
                                    

"Cepet, Kev! Keburu mereka datang.", kata Rama gak sabaran.

"Bentar, aku masih masukin bajuku nih."

Hari ini aku dan Ando diajak menginap di rumahnya karena orangtuanya pulang. Rama sengaja menjemputku dan Ando karena dia takut kalau aku dan Ando mendadak gak bisa datang ke rumahnya. Kayanya dia panik banget orang tuanya pulang.

Setelah semuanya beres, aku dan Rama langsung menuju ke arah mobil yang sudah ada Ando di dalamnya.

"Aku duduk di belakang, ya.", kataku sambil duduk di samping Ando.

"Gak! Kalian pikir aku supir apa? Duduk depan satu, napa?", protes Rama.

"Tapi..."

"Bawel, masalah duduk aja jadi ribut.", potong Ando sambil memasang headsetnya. Rama cuma mendengus kesal, tapi dia gak mau ambil pusing juga, akhirnya dia menjalankan mobilnya dan meluncur dengan segera mobilnya ke arah rumahnya.

Maaf ya, Ram. Aku gak bisa duduk di depan. Aku pengen duduk di sebelah Ando. Sudah hampir sebulan ini aku selalu gak ada waktu bersama Ando di kampus ataupun luar kampus, Rafa selalu mengajakku pergi bersamanya. Di kampus juga dia cuma akrab sama aku, jadinya gak enak kalau ninggalin dia gitu aja. Tapi, dampaknya aku jadi sama sekali gak ada waktu buat berduaan sama Ando.

Aku melihat tas Ando tergeletak di bawah. Aku mengambilnya lalu meletakannya di kursi antara aku dan Ando. Setelah itu aku meletakan tasku sendiri di atas tasnya Ando. Tiba-tiba aku merasa tanganku digenggam Ya, benar. Ando sedang menggenggam tanganku di belakang tumpukan tas itu. Jadi, dari kaca depan Rama gak mungkin melihat dengan jelas kami berpegangan tangan karena terhalang oleh tas.

Jantungkupun berdegup kencang.

Aku melihat ke arah Ando. Dia cuma memasang wajah cuek sambil melihat ke luar jendela seolah-olah gak ada yang terjadi diantara kita. Aku menikmati genggaman tangannya yang hangat. Rasanya ingin kuhentikan waktu agar aku bisa menikmati ini lebih lama lagi. Aku heran kenapa aku selalu grogi ketika menghadapi Ando. Selama aku sama mantan-mantanku, hal seperti ini seakan sudah biasa. Genggaman tangan dan ciuman yang dilakukan mantan-mantanku serasa biasa saja. Tapi, kalau Ando yang melalukan semua seakan ebrbeda. Aku sendiri gak tau apa yang membedakan dia dengan mantan-mantanku. Aku benar-benar mencintainya. Aku menyukai apapun yang dia lakukan kepadaku.

Ando terus menggenggam tanganku sampai mobil yang kami naiki berhenti di rumah Rama. Ando melepas genggaman tangannya secara perlahan. Seolah-olah dia ragu untuk melepas genggamannya.

Andai saja waktu bisa berhenti..

Semicolon;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang