XI. Rama

163 4 0
                                    

Ngek.. Ngok.. Ngek..

Terdengar suara biola yang seharusnya merdu membawakan lagunya Bach, Concerto for Two Violins in D Minor dari kamarku. Aku sedang berusaha memainkan lagu ini, tapi susahnya bukan main. Ditambah ada lagu latar dari game yang dimainkan oleh Ando. Sekarang Ando dan Kevin sedang main di rumahku. Kevin sedang asyik nonton tv di ruang keluarga di bawah, karena kalau dia nonton tv di kamarku berisiknya bukan main berbalap-balap dengan suara biolaku.

"Aku ini keren gak sih?", tanya Ando tiba-tiba.

"He?"

"Aku ini keren apa nggak?" ulangnya lagi.

"Kamu itu cute.", jawabku apa adanya.

"Jadi, aku gak keren ya?"

"gimana ya, dikit deh biar seneng."

"Serius!"

"iya, sedikit mungkin.

"Yah, sedikit ya." Gumamnya.

Aku melihat Ando menaruh hpnya yang daritadi dia mainkan dan diapun duduk di pinggir kasur dengan tatapan kosong.

Kenapa sih ini anak? Sejak pulang dari mall kemarin sikapnya aneh. Kalau ditanya dijawab Cuma angguk-angguk, geleng-geleng. Sudah biasanya dia itu gak banyak bicara, ini tambah diam lagi aja sekarang-sekarang ini.

"Yang kaya gini itu bisa diubah gak sih?", tanyanya sambil menunjuk mukanya. Akupun tersenyum geli menahan ketawa pada saat melihatnya.

"Gimana ya, dedek gemes. Kalau operasi bisa kayanya.", jawabku sambil menahan tawa.

"Kamu kenapa sih, Do?", tanyaku penasaran.

"Dudak dedek, sambit nih.", jawabnya galak.

"Dih, galak. Kalau ada apa-apa cerita aja.", jawabku sambil tetap menahan ketawa.

"Gak, gak apa-apa.", jawabnya ketus.

Telolet, telolet, telolet..

Terdengar suara bel mengisi seluruh rumah. Dilanjut dengan suara teriakan Kevin dari arah lantai bawah.

"Raaaam, ada kiriman nih!"

Akupun buru-buru turun ke bawah. Aku melihat Kevin berdiri di ambang pintu sambil membawa bungkusan berbentuk kotak di tangannya. Di depannya terlihat seorang pria paruh baya tersenyum ramah ke arahku.

"Dari mana, pak?"

"ini pesanan dari Harvest atas nama Ibu Yuli untuk Rama.", jelanya sambil menyodorkan nota untuk ditandatangani.

Mama? Ngapain pesan harvest?

Setelah aku tandatangani bapak itupun pamit dan pergi. Aku menutup pintu dan berjalan ke arah Kevin yang terlebih dahulu membawa bungkusan itu lalu meletakannya ke atas meja yang ada di ruang tamu. Bu Yuli adalah mamaku yang gila kerja sama dengan papa yang hidupnya hanya untuk kerja. Aku membuka bungkusan itu, terlihat sebuah cake yang bertuliskan HAPPY BIRTHDAY KE 16 ANAKKU SAYANG! Mama.

"Kamu ultah? Kok gak bilang?", tanya Kevin semangat, "Selamat yaaa!", lanjutnya lagi.

Aku Cuma tersenyum kecut melihatnya. Aku mengambil roti itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"LOOOOOOOH KOK DIBUANG?", peki k Kevin ketika melihat ulahku.

"Aku gak butuh."

"Tapi itu kan dari mamamu"

"Aku gak butuh. Hari ini aku gak ultah, ultahku masih bulan depan dan umurku ke 18, bukan 16 tahun.", jelasku. Kevinpun terdiam mendengar penjelasanku.

Aku tersenyum sambil mengacak-acak rambut Kevinlalu pergi lagi ke kamarku. Kevinpun mengikutiku dari belakang.

Semicolon;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang