"Yas. Lo tunjukin jalannya", ucap Abi saat sudah di dalam mobil.
"Abis ini belok kiri terus belok kanan", jawab Marshall.
"Terus?"
"Belok kiri ntar nemu gerbang perumahan"
"Oh ini", jawab Abi singkat.
"Iya, rumah gue tuh yang nomor 3", sambil menunjuk ke rumah mewah itu.
"Gue cabut ya", sahut Abi sesampainya di rumah Marshall.
"Ga mampir dulu?", tanya Marshall.
"Engga, lagian udah sore juga. Masih banyak PR yang belum gue kerjain. Bhay."
Tak sempat Marshall menjawab jawaban dari Abigail, dia sudah tancap gas.
Yaelah ni cewek jutek banget sih, padahal gue kan cowok yang di gemari di sekolah, tapi ni cewek lain dari yang lain. Kata Marshall dalam hati.
"Marshall!!!", teriak Theresa dari pintu depan rumah.
"Marshall!! Ini hujan!! Masuk kamu!!", teriaknya tak kalah keras dari sebelumnya.
"Iya mah", jawab Marshall sambil berjalan menuju Theresa.
"Heh. Dari mana aja lo? Masih pake seragam sekolah pulangnya jam 5", ucap Mario Davine da Lopez, kakak laki-laki Marshall.
"Apaan sih lo. Baru pulang langsung di marahin"
"Udah-udah. Kalian ini gaada hentinya kalo kelahi. Ga kenal waktu. Ga kenal tempat juga. Capek mama, nak", ucap Theresa.
"Udah, masuk kalian. Udah gelap nih"
****
Di kamar, Abigail tidak bisa fokus pada bukunya. Ntah mengapa.
Ahh apaan sih lo, bi. Kenapa ga fokus ke buku sihhh?!?!?! Gara-gara Marshall nih, eh. Ucap Abi dalam hati.
Abi pun mengecek handphone nya. Dan ternyata ada pesan masuk dari Keranjang Sampah's Group.
[Keranjang Sampah's Group]
Haiii!!! Sumpah ini cerita yang ga nyambung bgtt, ga seruu ya. Ywdlayaw. wkwkwk. Btw, nama Marshall itu Marshall Davine da Lopez. Lupa nambahin wkwk. Marshall punya 1 kakak laki-laki namanya Mario Davine da Lopez dan punya 1 kakak perempuan atau anak sulung namanya Martha Davine da Lopez. Sekian dulu yaa, baca terus, ok?