10 [Last]

282 16 5
                                    

Abigail terus menangis dan akhirnya ia tidak sadarkan diri lagi.

"Bi? Abiii?", panggil Reina sambil menggoyangkan tubuhnya. Abigail sudah semakin kurus hingga tulangnya terlihat jelas dibalik kulit sawo matangnya itu.

Sontak semua yang ada di ruangan itu khawatir dan cemas. Sesegera mungkin Nayla berlari memanggil perawat yang jaga di depan.

Suasana ruangan semakin tidak enak. Mulai dari perasaan khawatir Abigail kenapa-napa dan perasaan takut kehilangan bercampur menjadi satu. Reina terus berdoa, begitu juga dengan Rubi. Dalam hati Rubi, ia menyesal tidak mempertemukan Abigail dengan eyangnya hingga Abigail sakit begini.

Namun, tiba-tiba saja ponsel Abigail berbunyi menandakan ada yang meneleponnya. Ternyata dari Marshall.

"Hallo, bi?"

"Ini Tante, sayang. Kenapa?"

"Abinya mana, ya, Tan? hehe"

"Lagi diperiksa, kenapa?"

"Oh, engga, Tan, cuma mau nanya kabar aja tadi. Kalo gitu udah dulu, ya, Tan. Selamat sore."

"Sore."

"Abigail kritis, pak, bu.", kata Dokter itu.

KRITIS LAGI?!

"Astaga, nakk. Kamu sampai kapan ga kritis terus?", kata Reina menangis.

"Kita hanya bisa menunggu kabar baik dari Abigail saja, Bu.", kata dokter itu lagi.

1 jam.

2 jam.

3 jam.

2 hari...

"Dok, Abigail ada perkembangan?", tanya Reina seraya berdiri dari kursi ruang tunggu.

"Maaf, Bu, Pak, dek. Abi sudah pergi meninggalkan kita semua.", kata Dokter itu kecewa.

Sontak suasana pecah menjadi haru. Semuanya terasa kacau bagi Reina. Reina tak menyangka jika Abigail, anaknya telah pergi meninggalkannya.

***

Setelah seminggu Abigail pergi, Marshall tetap menjalani harinya seperti biasa karena ia tidak mengetahui kepergian Abigail dan yang dia tau Abigail masih hidup dan Abigail berubah 180° (Padahal itu Nayla).

"Bi, lo kenapa berubah, sih?", Marshall bertanya pada Abigail, eh, maksudku Nayla.

"Ha? Berubah apa?"

"Ya lo tambah cuek, aneh, dan bahasa-bahasa lo baku banget kayak orang baru belajar bahasa Indonesia."

"Ya emang.", ups, keceplosan.

"Ha? Emang apanya?", Marshall kebingungan dengan apa yang Nayla katakan.

"Marshall, aku mau bicara serius sama kamu.", nah Nayla mulai serius dengan kata "Aku-Kamu"nya.

"Aku bukan Abigail. Aku Nayla, kembaran Abigail. Abigail udah pergi dari seminggu yang lalu. Sebenarnya Abigail sudah cukup lama berbaring di rumah sakit, dan akhirnya ia pergi meninggalkan kita semua. I'm so so sorry, Shal.", Nayla menjelaskan semuanya pada Marshall. Dan Marshall hanya bisa terpaku mendengar penjelasan Nayla, dan suasana yang sebelumnya serius dan sepi pecah menjadi suasana haru. Marshall tak kuasa menahan air matanya.

Pokoknya, keadaan Marshall setelah kepergian Abigail menurun. Ia tak bersemangat untuk apapun tanpa Abigail.

"Masih ada aku, Shal. Kembarannya."

Setiap hari tanpa absen, Marshall terus ke makam Abigail dengan membawa sebouqet bunga Mawar kesukaan Abigail. Tak lupa ia mencium kayu yang bertulisakan nama "Victoria Abigail Reibi" serta tanggal lahir, tanggal ia wafat, dan RIP.

-A.N-

Haii, ini last part yaaa. Dan soon akan ada story baruu loh!! Di baca juga ya HEHE :D Maafin kalo ada typo typo gajelas dan terutama kalo ceritanya GA menarik sama sekali. Author masih amatir hehe. Terimakasih sudah dibaca :) Terimakasih sudah vote :)
Terimakasih sudah komen :)

Love❤

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang