Satu minggu lagi berlalu, Queen sekarang lebih sering mampir ke restoran tempat Dian bekerja, hanya untuk makan siang sambil bercakap cakap sebentar dengan gadis itu.
Bulan-bulan ini tidak menentu, kadang panas terik namun bisa juga hujan deras. Seperti hari ini, baru beberapa jam yang lalu matahari bersinar terik di luar sana dan sekarang sudah di gantikan dengan hujan deras yang mengguyur jalanan yang di beton.
Di luar jendela restoran terlihat seorang pengantar surat dengan sepeda merahnya tetap mengantarkan beberapa surat dan barang kiriman.
"Hei bukannya itu Tara? Dia akan sakit jika terus berada di luar saat hujan." Kepala koki itu memergoki Dian yang sedari tadi memerhatikan Tara. Seketika gadis itu menjadi kikuk, tidak tahu harus menjawab apa.
"Wajahmu memerah nak," kepala koki itu tertawa melihat ekspresi Dian yang salah tingkah. Gadis itu hanya bisa diam dan meneruskan kegiatan memasaknya, dia tidak ingin terlihat salah tingkah lagi jika dia menjawabnya.
Kepala koki itu mencoba untuk berhenti tertawa, "Baiklah," dia mencoba untuk mengatur nafasnya. "Saatnya serius, walau aku masih ingin tertawa. Dian, Nyonya Queen ada diluar, dia ingin menemuimu." Gadis itu mengangguk dan segera beranjak untuk menemui wanita parubaya itu.
Sambil menikmati segelas coklat panas, wanita itu terlihat tersenyum melihat kedatangan Dian. Dia beranjak dari kursinya, lalu berdiri dan memeluk Dian ketika dia datang.
"Hem Dian, entah mengapa aku sangat merindukanmu." Queen memeluk Dian dengan sangat erat, seperti pelukab seekor anak panda pada induknya.
"Jadi, bagaimana Dian?" Queen melepaskab pelukannya dan kembali duduk. Sembari menikmati lagi coklat panasnya sebelum coklat itu dingin.
"Sepertinya ibu tidak perlu repot-repot lagi mengunjungi saya disini hanya untuk meleptas rindu." Mendengar perkataan itu Queen terdiam.
"Karena aku akan tinggal bersama anda, dan kita bisa bertemu setiap hari. Jadi ibu tidak perlu repot-repot merindukan saya lagi." Wajah wanita paruhbaya itu berubah menjadi sangat senang setelah sebelumnya terlihat kurang bersemangat.
Beberapa hari kemudian Dian membereskan barang-barangnya, dia tidak lagi bekerja di restoran ini. Gadis itu akan tinggal dengan ibu angkatnya dan mengurus restoran milik Queen.
Setelah percakapan singkat kemarin malam di balkon bersama Tara, sekedar memberitahu kabar ini dan memberi alamat tempat tinggal barunya. Hari ini Dian berkumpul bersama seluruh pegawai di restoran ini, semuanya mengucapkan salam perpisahan, satu dua orang memberikan sesuatu untuk di kenang.
Suara klason mobil dari depan restoran mengingatkan Dian,waktunya untuk pergi.
"Aku akan tetap berkunjung kemari saat aku sempat. Aku akan merindukan kalian." Mobil melaju semakin jauh, membuat suara gadia itu diterbangkan angin. Wajahnya mendongak dari kaca mobil, sambil melambaikan tangannya. Matanya nampak berkaca-kaca, dia sedih harus meninggalkan harus meninggalkan orang-orang di tempat itu bersama kenangannya. Lalu bagaimana dengan Tara, jarak kantor pos dan rumah barunya cukup jauh, apakah mereka bisa bertemu setiap sabtu malam, bercakap-cakap di balkon seperti sebelumnya? Semua hal itu mengusik pikiran Dian sekarang.
"Semua akan berubah nak. Dan semua akan baik-baik saja." Queen yang duduk di sampingnya merangkul Dian, gadis itu hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
DianTara
Romancekau bilang perbedaan bukan halangan, tetapi mengapa kita tidak dapat disatukan?