Bagian 7

21 2 0
                                    

Pukul 07:00 WITA, dapur restoran itu sudah dipenuhi oleh suara penggorengan, suara pisau yang mengenai talenan, suara bising dari minyak panas yang dimasuki ikan segar, juga suara para koki.
Hari ini, dia terlihat lebih baik dari hari-hari sebelumnya, ada senyuman yang terpajang sepanjang pagi di wajahnya. Mungkin kenangan pada malam pawai ogoh-ogoh masih tersimpan hangat dalam ingatannya.
"Sepertinya pawainya sangat menyenangkan," salah seorang temannya menyenggol bahu gadia itu, dia hanya tersenyum lalu mengangguk kecil, mengiyakan pertanyaan temannya itu.
"Tapi jangan lupa hari ini ada tamu spesial yang akan datang."
"Dia orang yang sangat terkenal, dia mempunyai restoran termewah di Bali, dan dia kemari hanya untuk menyicipi resepmu. Itu sangat mengagumkan Dian." Lanjut temannya itu. Lalu mereka kembali melanjutkan untuk mempersiapkan makanan yang akan dihidangkan nanti.
Pukul 12:00 WITA matahari bersinar terik, panasnya mengundang keringat bercucuran. Asap semakin mengepul di dapur restoran, 15 menit lagi tamu istimewa itu akan datang.
"Apa semuanya sudah beres?" Seorang kepala koki dengan keringat yang membasahi baju putihnya datang untuk memastikan semua hidangan sudah siap.
Seorang wanita yang kira-kira berusia 60 tahun datang memasuki restoran, para pelayan yang berbaris serentak membungkuk ketika dia mulai memasuki restoran. Pakaiannya tidak semewah orang terkenal pada biasanya, sepertinya dia lebih senang tampil sederhana. Dibelakangnya berjalan dua orang yang mengikutinya, laki-laki dan perempuan. Mungkin mereka adalah orang kepercayaan atau bisa juga para juru icip makanan.
Berselang dua menit setelah mereka duduk, kepala koki, Dian, juga beberapa pelayan lainnya segera menyuguhkan hidangan yang sudah disiapkan. Kepala koki menjelaskan nama makanan juga bahan yang digunakan untuk membuatnya. Namun pandangan wanita parubaya itu lebih tertuju pada Dian yang menyajikan makanan, sekilas wanita itu terlihat tersenyum lalu beranjak memerhatikan penjelasan kepala koki.
15 menit berlalu, makanan yang dihidangkan semuanya telah habis, tinggal beberapa makanan penutup saja yang belum dihabiskan. Mungkin mereka kekenyangan.
"Permisi nona, boleh aku bicara sebentar denganmu?"
Dia merasa gugup saat wanita itu menyentuh pelan tangannya, dia mengangguk. Lalu mereka beranjak dari tempat makan yang sangat ramai menuju lantai tiga restoran itu, ada tempat untuk bersantai disana.
"Ehm,disini udaranya lebih segar, aku hampir bosan mencium aroma makanan lezat tiap hari. Tolong jangan tersinggung." Wanita itu tersenyum sembari menghirup udara segar diatas sini.
"Tidak masalah nyonya."
"Queen, namaku Queen. Siapa namamu?"
"Namaku Dian nyonya."
"Ah, kau terlalu formal nak, panggil saja aku ibu."
Awan berarakan di langit, walau panas masih terasa namun desir angin membuat rasa panas sedikit teratasi. Sudah hampir satu jam Queen dan Dian menghabiskan waktu disini. Tidak butuh waktu lama, mereka sudah bisa membuat percakapan mejadi lebih hidup, tidak lagi kaku seperti di awal.
Tidak hanya makanan dan resep-resep buatan Dian yang dibahas, sesekali mereka menceritakan kehidupan mereka masing-masing.
"Kau gadis yang hebat nak, ibumu pasti sangat bangga padamu." Pujian itu membuat senyum Dian perlahan memudar.
"Maaf bu, saya sudah lama tidak bersama orang tua saya. Sejak kecil saya dirawat oleh nenek, karena orang tua saya bercerai. Dan dua tahun yang lalu nenek saya juga sudah meninggal."
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu."
"Tidak masalah bu, saya sudah terbiasa."
"Apa kau mau menjadi anakku?" Ujar Queen setelah terdiam sejenak.
"Anak dan suamiku telah meninggal 10 tahun yang lalu karena kecelakaan pesawat, hanya aku yang selamat." Lanjutnyam
Mendengar perkataan itu Dian hanya terdiam membisu, satu jam yang lalu dia hanya berpikir untuk membuat sajian yang istimewa untuk tamu yang datang, dan berharap tamu itu akan pulang dengan perut yang kenyang dan rasa puas. Dan sekarang orang ternama dikotanya itu jusrtu ingin mengangkat dirinya menjadi anak? Ini sungguh di luar dugaan.
"Kau tidak harus menjawab sekarang Dian, aku harap jawaban yang akan kau berikan nanti adalah yang terbaik." Queen memeluk Dian yang masih terdiam mematung.
"Sesekali kau boleh main ke rumahku atau menginap disana. Jika kau mau." Queen menyodorkan kartu namanya dan Dian menerimanya masih dalam diam.

DianTara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang