Bulan ketiga Dian tinggal bersama ibu angkatnya, gadis itu semakin sibuk sekarang, bahkan dia hampir tidak punya waktu untuk dirinya sendiri. Namun di balik kesibukan itu, Dian kini menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Tuhan, gadis itu selalu berusaha menyempatkan diri untuk mendekatkan diri kepada Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha Esa). Adalah Quen, yang tak pernah lupa mengingatkannya untuk selalu mendekatkan diri pada sang pencipta. Walau agama mereka berbeda, tapi setiap minggu mereka selalu pergi ke gereja bersama dan begitu juga sebaliknya, jika ada upacara di pura Quen juga akan menemani Dian.
" Bukannya tempat suci kita berbeda bu?" Ujar Dian pada suatu ketika
"Memang, tapi Tuhan itu satu, namanya saja yang berbeda." Ujar wanita parubaya itu kepadanya.Saat ini Dian tidak lagi bekerja di restoran lamanya, dia diberi kepercayaan untuk mengelola restoran milik ibu angkatnya itu. Gadis itu mengatur banyak hal, namun dengan penyesuaian yang cepat Dian mampu membuat restoran itu semakin maju.
Hampit setiap minggu ada saja menu-menu baru yang hadir dalam daftar menu di restoran itu. Hal ini membuat restoran yang berada di tengah kota itu tak pernah sepi pengunjung, menyenangkan bukan? Hanya saja hari libur Dian semakin berkurang dan rasa lelahnya menjadi berlipat ganda. Bahkan dia belum sempat berkunjung ke restoran tempatnya dulu bekerja seperti yang ia janjikan, bahkan selama tiga bulan juga Dian tidak lagi bertemu Tara.Pukul 23.45, gadis itu baru saja selesai mandi. Seharian di dapur membuatnya lelah dan butuh penyegaran, setidaknya mandi dapat mengurangi penatnya juga aroma masakan yang seharian melekat di tubuhnya. Kamarnya yang terletak di bangunan tinggi membuatnya dapat melihat pemandangan kota Denpasar dengan lampu-lampu yang menerangi malam. Hanya satu dua lampu yang masih menyala di rumah-rumah, juga di jalan. Dan yang lainya sudah padam, bersama terlelapnya orang-orang. Seketika ada ingatan tentang Tara yang menyelinap masuk ke dalam kepalanya, tentang kebiasaan mereka di atas balkon dan menatap lampu kota yang temaram.
" Apa kabar lelaki itu, apa dia tahu aku merindukannya?" Ujarnya lirih, lalu menghembuskan nafasnya perlahan.
"Dian, ini sudah malam, ayo tidur." Wanita paruhbaya yang kini di panggil ibu itu memasuki kamarnya, mastikan agar gadis itu segera tidur.
"Baik bu," jawabnya seraya beranjak dari jendela.
"Kamu merindukannya?" Dian hanya terdiam,
"Kamu boleh menemuinya besok" bisik Quen di telinganya, yang seketika membuatnya tersenyum lalu mengangguk.

KAMU SEDANG MEMBACA
DianTara
Romancekau bilang perbedaan bukan halangan, tetapi mengapa kita tidak dapat disatukan?