Bagian 1

57 2 0
                                    

Malam ini mungkin akan menjadi malam yang membosankan bagi gadis itu, atau akan menjadi malam yang sama dengaj malam malam sebelumnya. Dengan langkah yang mulai gontai, Dian menyusuri jalanan kota Denpasar yang mulai lengang. Hanya beberapa orang yang masih berlalulalang di bawah cahaya lampu jalanan yang mulai redup.
Kepulan asap terlihat mengepul di setiap sudut pinggiran kota ini. Beberapa lelaki dengan rasa penat dan bosan yang mereka bawa sedang berkumpul dan bercengkrama di sana. Mungkin sekedar untuk melupakan hal yang membebani kepala mereka.
Langkah gadis itu terhenti pada bangku kosong yang ada d pinggiran jalan itu. Dian duduk termenung di atasnya, sembari mengedarkan pandangan ke arah sekitar, lalu dia merebahkan kepalanya di bangku itu seraya memejamkan kedua matanya. Sepertinya ada badai hebat yang bergemuruh d kepalanya.
" Duduk sendirian di bangku besi yang dingin ini tidak akan menyelesaikan masalahmu sama sekali, atau pun meringankannya. Itu tidak dapat membantu." Suara berat itu membuatnya menoleh kearah laki-laki yang sedang duduk disampingnya dengan kepulan asap rokok yang keluar dari mulutnya.
" Bisa tolong matikab rokokmu?" Dian berujar dengan nada yang cukup tinggi, gadis itu sangat tidak menyukai asap rokok, itu sangat mengganggunya.
" Atau kau bisa menelan asapmu sendiri jika kau tidak ingin mematikannya." Gadis itu berujar dengan nada yang lebih tinggi ketika laki laki di sampingnya tidak juga mematikan rokoknya. Dian beranjak pergi, menjauh dari asap yang sangat dia benci.
" Aku hanya sedang......entahlah, aku juga tidak yakin apa yang sedang aku lakukan. Hanya saja ada beban berat yang menggantung di kepalaku, dan tidak ada yang bisa membantuku. Setidaknya rokok dapat menenangkanku." Ujar lelaki yang duduk di samping Dian. Seketika Dian menghentikan langkahnya dan kembali duduk.
''Apa kau juga mengalami hal yang sama?" Ujarnya
"Sepertinya begitu," ujar Dian
" Kita sepertinya mempunyai nasib yang sama buruknya, menyedihkan."
Dian hanya diam, menatap malam yang semakin gelap dan pikirannya yang semakin penat.
"Namaku Tara" lelali itu mematikan rokoknya, menyapu pelan tangannya pada celana lalu mengulurkan tangannya
"Namaku Dian" Dian menyambut tangannya.
Malam yang semakin larut, orang orang yang mulai meninggalkan jalanan dan bangku besi dingin yang mulai menghangat. Di atasnya dua orang dengan kepala bergemuruh berusaha meredakan badai yang mengaduk isi kepala mereka.

DianTara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang