Pukul 06.00 WITA, sinar matahari masih terasa hangat. Belum banyak aktivitas yang terjadi, hanya sarapan, mandi, dan berkemas untuk ke kantor, sekolah, atau kemana pun itu. Berbeda dengan gadis itu, dia sudah bersiap sejak sejam yang lalu, lalu bergegas berangkat menuju kantor pos. Kendaraan roda empat dengan warna hitam itu meluncur mulus di jalanan yang masih lengang, bahkan beberapa lampu jalanan masih menyala.
Perjalanan ini terasa singkat, tak perlu waktu lama mobil hitam itu sudah terparkir di depan kantor pos yang masih sepi. Hanya beberapa sepeda motor dan sebuah sepeda merah yang terparkir disana. Gadis itu tersenyum, lalu melangkah masuk.
Tara terlihat sangat sibuk menyortir surat yang akan dikirim pagi ini.
" Apa kamu tidak merindukanku?" bisik gadis itu, sontak lelaki itu membalikan badan, tersenyum, lalu memeluknya.
"Siapa yang bilang begitu? Aku sangat merindukanmu, Dian."
Karyawan lain hanya tersenyum melihat hal itu, mereka ikut senang melihat Tara dapat sebahagia hari ini, tidak murung seperti biasanya.
" Sibuk sekali pagi ini,""Sepertinya begitu," Jawab Tara seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Andai tidak ada surat yang harus dia antar pagi ini, setidaknya mereka akan mempunyai waktu untuk mengobrol dan jika ada cukup keberanian maka Tara juga akan mengatakan betapa rindunya dia pada gadis yang kini berdiri di depannya. Lalu jika ada keberanian yang lebih besar lagi sepertinya dia juga akan mengatakan perasaan yang membuat dia tidak dapat tidur dengan nyenyak setelah Dian tidak lagi ada dalam hari-harinya.
"Baiklah, aku kemari untuk menghabiskan waktu denganmu," jadi mari antarkan surat-surat ini. Ujar Dian seraya mulai membereskan surat-surat itu.
"Ada yang ingin aku sampaikan," lanjutnya seraya tersenyum
Pukul 07.30 WITA, kantor pos sudah sangat ramai. Sudah ada banyak orang berjejal di tempat ini, beberapa petugas bersiap-siap untuk mengirimkan surat juga paket lainnya, lalu ada yang membayar pajak, ada yang akan mengirim uang, barang, surat, ada juga yang kemari untuk mengambil paket yang telah dikirimkan untuknya.
Sepeda merah milik Tara hari ini terasa lebih berat dengan tambahan satu penumpang di belakang dan juga surat dan paket lainnya.
"Ayo berangkat!!!" ujar Dian dengan penuh semangat.
Jalanan kota yang hiruk pikuk pagi ini mengawali hari mereka, tidak ada lagi waktu untuk menikmati segelas susu coklat dan roti lapis, atau sarapan pagi bersama keluarga, atau sekedar memandangi mentari pagi juga mendengarkan kicauan burung dan dedaunan yang basah karena embun. Orang-orang di kota ini teramat sibuk.
Sepanjang jalan semua orang sibuk dengan diri sendiri, mengutak-atik ponsel misalnya. Berbeda dengan Dian dan Tara, mulut mereka tidak henti-hentinya melontarkan kata-kata ada banyak hal yang mereka bicarakan pagi ini, mulai tentang kehidupan baru Dian, lengkap dengan kesibukannya, tentang kegiatan rutin Tara yang harus mengantar surat setiap pagi dengan jarak tempuh yang terbilang jauh, juga tentang Tara yang kini tinggal bersama pamannya.
"Itu kabar yang menyenangkan," Dian yang duduk di belakang bersorak kegirangan mendengar hal itu.
Tara tersenyum, "Setidaknya aku tidak lagi tidur dengan tumpukan surat lagi hehehe,"
Sesekali tawa mereka pecah akibat kelucuan yang dibuat Tara, juga ceritanya tentang pegawai pos yang setiap pagi dia usili.
"Lihat tadi petugas pos yang kepalanya plontos?" ujar Tara
"Hemm, aku lupa, tapi sepertinya aku melihatnya. Yang pakai kacamata?"
"Iya. Aku sempat menanyakan jadwal keramasnya, juga merk samponya, bukannya dijawab aku justru di jitak sama dia," Tara tertawa terbahak-bahak, dia terlihat sangat puas
"Ternyata kau jahil juga,"
Ada banyak kejahilan yang lelaki itu perbuat selama bekerja di kantor pos, ada banyak korban dari kejahilannya itu. Dia akan tertawa setelah berhasil menjahili para pekerja di sana. Tapi jika Dian memenuhi pikirannya dan tidak ada waktu untuk keduanya bertemu, maka setiap harinya akan terasa mendung.
"Ini surat terakhir?" wajahnya sudah sangat kelelahan. Maklum saja setiap tanjakan atau jalan rusak Dian harus turun dari sepeda dan membantu menuntunnya agar surat dan paket tetap dalam keadaan baik.
"Iya nona," jawab Tara dengan tersenyum.
Posisi matahari yang tepat berada di atas kepala membuat keringat bercucuran membasahi pakaian yang mereka kenakan.
"Ayo istirahat," ajak Tara setelah selesai menghantarkan semua surat.
Segelas minuman dingin, dan pohon rindang di pinggir jalanan menjadi tempat mereka rehat sejenak siang ini.
"Maaf membuatmu kelelahan seperti ini,"
"Tidak masalah, ini menyenangkan hanya sedikit panas hari ini," ujar Dian
"Aku senang jika kau merasa begitu,"
Lalu semuanya menjadi hening seketika, walau kendaraan sangat ramai berlalu lalang, dan suaranya itu sangat bising. Mereka lebih memilih diam dan memerhatikan sekitar, seperti sedang menunggu waktu yang tepat untuk suatu hal.
"Dian," lanjut Tara memecah keheningan yang tercipta sedari tadi. Gadis di sampingnya menoleh.
"Salah tidak jika aku menyukaimu?"
Gadis itu terdiam, tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika lelaki yang selama ini dia sukai memiliki perasaan yang sama dengannya. Bagi Dian, duduk bersama Tara, mengobrol dengannya, melihat langit malam, dan bersepeda bersama itu saja sudah cukup baginya. Ini benar-benar di luar kendalinya, seperti mimpi yang tidak terduga.
"Maaf jika itu salah," lelaki itu tertunduk
"Aku tidak ada bilang itu salah Tara," ujar gadis yang sembari memeluk Tara.
Orang-orang yang melihatnya hanya tersenyum, ada juga yang terharu, dan yang bingung tentang apa yang terjadi karena dia baru datang dan semua orang berkumpul bertepuk tangan. Wajah keduanya memerah, tapi tidak masalah mereka sangat senang hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
DianTara
Romancekau bilang perbedaan bukan halangan, tetapi mengapa kita tidak dapat disatukan?