8. Puzzle

9.3K 427 17
                                    


Playlist;
Drake-One dance
(Piano Version)

Iris hitam itu berkilat saat melihat potret seseorang yang sedang ada di tangannya. Dia memijat pelan pangkal hidungnya, tidak menyangka bahwa dirinya akan terjebak di dalam perjanjian konyol ini.

Memang di satu sisi dia juga diuntungkan. Namun tetap saja semua ini tidak benar. Ia tidak pernah melakukan sebuah tindakan dengan cara se kotor ini. Menipu rekan bisnis nya sendiri? Belum pernah terlintas di otaknya sama sekali.

"Jadi.. Apa yang membuat mu mendadak ke Indonesia? "

Lelaki itu menoleh, tersenyum sebelum menjawab pertanyaan dari Steven yang sedang sibuk menyetir. "Yah, sebenarnya aku ingin ke Bali untuk berlibur. Tapi sebelum itu, lebih baik aku mengunjungi mu 'kan? "

"Terserah apa katamu, Mars." Steven menghela napas, "Oh ya, ada urusan apa kau ingin bertemu Andy? "

Dengan cepat Mars memasukkan potret itu ke dalam saku jas nya. "Perusahaan ku menjalin beberapa kontrak dengan perusahaan nya. Dan kami belum pernah bertemu satu sama lain. Jadi, aku ingin lebih... Mengenalnya? "

Steven hanya mengangguk. Saat ini mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju kediaman Andy. Lima hari yang lalu Mars tiba di Indonesia, dan dalam jangka waktu lima hari juga Mars harus memutar otaknya untuk menjalankan rencananya kali ini.

"Kita sudah sampai." Mars mengalihkan pandangannya keluar jendela. Mobil Steven berhenti di sebuah rumah dengan desain victoria namun tetap terkena sentuhan modern.

Setelah turun dari mobil, keduanya berjalan mendekati pintu utama. Steven menekan bell beberapa kali, hingga akhirnya seorang wanita berambut coklat keluar dari balik pintu tersebut.

"Steven?!"

"Hai? Ku rasa itu bukan sambutan yang baik, Ver. " Vero tertawa sejenak sebelum mempersilakan keduanya untuk masuk.

Mars hanya diam, dia berjalan santai di belakang Steven. Mungkin sekarang dia sudah menemukan bagaimana jalan rencananya. Setelah mendudukkan diri di atas sofa ruang tamu, Mars mengamati setiap sudut ruangan. Sedangkan Steven dan Vero lebih memilih untuk berbincang santai.

Vero mengalihkan pandangannya, iris coklat nya bertemu dengan sepasang iris hitam milik Mars. Tatapan mereka beradu, sejenak alam bawah sadar wanita itu tersentak. Rasanya Vero pernah melihat sosok Mars di tempat lain, tapi di mana?

Berbeda dengan Vero, Mars cenderung memilih untuk membuang muka. Jika Vero menyadari siapa dirinya, hancur sudah rencana yang sudah ia siapkan.

"Stev, aku baru sadar jika kau membawa teman. "

Steven yang sedang bermain ponsel langsung mengangkat kepalanya. "Ya ampun! Aku hampir saja lupa. Ver, kenalkan dia Mârvin, kau bisa memanggilnya Mars. Jangan tanya kenapa karena aku juga tidak tahu, sungguh. Dan man, kenalkan dia Veronica. Tunangan ku. "

Samar-samar warna kemerahan muncul di pipi Steven saat dia menyebutkan kata terakhir. Ayolah, sudah ku bilang bukan? Steven masih seperti remaja berusia 17 tahun yang baru mengalami pubertas, dibanding menjadi pria dewasa yang hampir menginjak 23 tahun.

"Hai, aku Veronica. Cukup panggil aku Vero saja. " Vero mengulurkan tangannya.

Mars menyalami tangan wanita di depannya dengan sedikit ragu. "Mars. " Jantung Mars berdegup lebih kencang. Tangan Vero yang hangat itu menyentuh kulit pucatnya. Memang tidak lebih dari bersalaman, tapi hal itu sudah membuat Mars mengerti mengapa banyak yang menginginkan wanita ini.

My Psychopath Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang