Sepi

70 1 0
                                    

Vanya menaiki bukit tersebut sendiri. Langkahnya tergesa-gsa namun pasti. Sudah lama ingin ia tumpahkan semua pada angin malam yang selalu menerpa dirinya sendiri.

Akhirnya sampailah ia di bukit itu. Nampak puluhan bintang menghiasi cakrawala malam itu ditemani sang bulan yang bersinar terang indah, melengkapi sinar bintang-bintang itu.

Vanya duduk dan mengadahkan kepalanya melihat langit yang kelamnya digantikan oleh cahaya bulan dan bintang malam itu.

Walaupun cakrawala bersinar sangat terang, namun hatinya masih terasa kelam. Kosong, dan hampa.

Ia memejamkan matanya dan mencoba mengingat pertemuannya dengan laki-laki itu di bukit ini

---------------------------------------------------------------------------

"Ahh!" Teriak vanya. Gadis itu terjatuh ditabrak oleh seorang laki-laki yang sedang berlari mengejar temannya.

"Oh! Maafkan aku! Maafkan aku! Kau tidak apa-apa?" Tanya laki-laki itu. Mereka sempat bertatap muka untuk sesaat.

Tidak mau larut dengan tatapan laki-laki itu, vanya spontan menjawab,

"Oh tidak, aku tidak apa-apa" jawab vanya seraya bangkit dan membersihkan badannya.

"Maafkan aku. Sampai jumpa!" Ujar laki-laki itu kemudian melambaikan tangan ke arah vanya sambil kembali mengejar temannya itu

Vanya memperhatikan laki-laki itu yang berlari semakin jauh.

Langit suka menjinggakan senja yang sebentar lagi akan menggelapkan langit dan melengkapinya dengan bulang dan puluhan bintang.

Vanya selalu mengingat pertemuan itu.

Mereka selalu bertemu di bukit ini setiap sore. Mengisi larik-larik percakapan dan tawa canda mereka menghiasi damainya bukit sore itu.

Hingga akhirnya hati mereka bersatu.

Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.

Laki-laki itu memutuskan untuk tidak pernah datang kembali ke bukit itu.

Dan kini vanya menghabiskan seluruh senja di hidupnya sendirian lagi.

---------------------------------------------------------------------------

Sambil memejamkan matanya, vanya merasakan semilir angin sore itu.

Ia tersadar kalau ia masih memegang sebuah kertas yang berisi curahan hatinya.

Ia kemudian membuka matanya dan membuka secarik kertas itu.

"Masih adakah bayangku di pikiranmu?

Sudah hampir satu tahun kita tidak bertemu.

Apa kau lega meninggalkanku?

Diam-diam aku masih menantimu disini.

Mencoba bertahan dalam sepi tanpa hadirnya dirimu.

Apa kau senang?

Apa kau bahagia?

Tidak pernahkah kau mengetahui sakitnya hatiku setiap aku ingat pertemuan itu?

Terus terbayang-bayang dan menjadi cerita usang, tenggelam, dan tidak pernah diingat kembali.

Secepat itukah kau melupakannya sayang?"

Vanya membacakan kepada langit malam. Berharap langitpun dapat memberinya jawaban atas rasa rindu yang terus menghantui hatinya.

Vanya pun tertunduk, dan airmata mulai membasahi pipinya. Hanya semilir angin yang memeluk tubuhnya malam itu.

Intuisi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang