"Kamu niat makan nggak sih? Steak itu nggak akan kepotong kalau kamu motongnya kayak gitu." Mendengar perkataan Stefan, kadar kekesalan Clara meningkat. Gimana bisa sih makhluk di depannya bisa melahap setengah porsi steak dengan muka innocent? Gimana bisa pacarnya kelihatan nyaman-nyaman aja dalam keadaan candle light dinner yang super hambar kayak gitu. Padahal ini kali pertama mereka candle light dinner setelah setahun pacaran sekaligus tepat saat Clara berusia 17 tahun. Namun sekali lagi, Clara hanya bisa nahan kekesalannya karena dia nggak mau dibilang kayak anak kecil yang dikit-dikit ngambek.
"Aaah, kamu ini." Stefan berdiri dan dari tempat duduknya dan memotong steak Clara.
"Aaak." Stefan membuka mulutnya, menyuruh Clara untuk membuka mulut. Clara pun membuka mulut dan mengunyah steak-nya dalam kehambaran.
"Gila nih pacar gue. Masak sih seorang pacar yang udah diem selama 15 menit nggak ditanya 'kenapa?' Sumpah. Bener-bener nggak peka nih cowok. Tapi kenapa gue bisa taham sama dia ya?" Clara ngedumel dalam hati.
"Oiya, aku punya sesuatu buat kamu." Stefan mengambil sekotak kado besar dari bawah meja dan menyodorkannya pada Clara. Sejurus kemudian, Clara tersenyum dan sedikit kekecewaannya pun terhapus. Di otak Clara, berjejer sederet tebakan tentang isi kado dari Stefan. Boneka, gaun, baju, atau isinya kotak lagi kotak lagi kotak lagi sampe kotak kecil yang isinya cincin berlian. Clara pun jadi semangat menerima kado dari Stefan.
"Waahh, makasih ya sayang." Clara tersenyum sambil menerima kado itu. Kening Stefan tampak berkerut. Mungkin karena reaksi Stefan yang nggak suka dipanggil sayang bahkan oleh pacarnya sendiri.
"Plis, malam ini aja bolehin aku manggil kamu sayang ya. Aku kan pacar kamu, masak diharamin manggil kamu 'sayang'?" Clara tersenyum merayu. Stefan hanya diam saja. Aah, sudahlah. Itu risiko punya pacar manusia berhati es. Dicuekin melulu.
Clara serasa melayang memandangi kotak kado berbalut sampul pink yang ada di tangannya. Rasanya dia berada sejajar dengan bulan. Clara pun membuka tutupnya. Mulutnya terbuka, kemudian tertutup lagi.
"Ya ampuun.. kenapa lo nggak ngasih gue golok aja biar lo bisa sekalian bunuh gue, Stefan Kampreet??" Lagi-lagi Clara ngedumel dalam hati.
"Suka atau enggak suka, itu harus diterima." Clara menelan ludah saat mendengar perkataan Stefan.
"Iya." Clara berubah jadi cuek.
"Itu buku pelajaran yang bagus. Aku sengaja beliin kamu sekalian yang banyak biar kamu lebih mudah belajarnya." Jleb banget jadi Clara. Ekspektasi dan realita jauuh banget.
"Tapi ini kan sweet seventeenth aku. Seharusnya kamu beliin aku boneka, atau gaun, atau mungkin cincin atau kalung sebagai tanda kamu sayang sama aku." Mendengar kalimat dari Clara, Stefan langsung menusuk Clara dengan pandangannya.
"Boneka itu gak berguna. Cuma bakal jadi hiasan dan temen tidur. Kalau buku pelajaran kan lebih berguna. Bisa nambah ilmu. Kado kok milih." Perkataan Stefan membungkam Clara.
Sumpah. Rasanya sekarang Clara terjun bebas dari sisi bulan sampai jatuh ke inti bumi. Sakit pake banget. Clara pun menutup kembali kotak kado itu dan menaruhnya di atas meja.
"Pulang yuk." Kening Clara berkerut dan sorot matanya menusuk mata Stefan saat kalimat itu terlontar dari mulut Stefan. Steak Clara aja belum habis masak mau pulang?
"Tapi kan steak-ku belum habis." Kata Clara.
"Salah siapa tadi makannya lama banget." Kata Stefan sambil beranjak. Clara pun mengikutinya berdiri dan mengambil langkah untuk menyusulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantisme Realistis
Teen FictionKado apa yang kamu harapkan saat sweet seventeenth dari pacar? Apa segebok buku pelajaran masuk dalam wish list-mu? Sayangnya, itulah yang diterima Clara dari cowoknya, Stefan. Kekesalannya pun ditulisnya dalam kertas origami yang kemudian dia lipa...