Pagi ini bakal jadi pagi yang enggak enak banget buat Clara. Beneran. Udah malemmnya nggak BBM-an atau telfonan sama Aga, pagi ini pasti bakal nggak dijemput Aga. Ya, bukannya Clara mau manja, tapi kan kalo dianter sama pacar belajarnya di sekolah kan bakal jadi lebih semangat.
"Nasi itu nggak bakal jadi bubur walaupun lo aduk-aduk terus kayak gitu." Kak Baim menyadarkan Clara dari lamunannya. Sebenernya Clara juga nggak nyadar kalo lagi ngaduk-ngaduk sarapannya. Efek galau kali ya.
"Iya, iya. Ini gue makan." Clara pun memakan sarapannya.
"Emangnya kenapa sih? Kok kelihatannya nggak nafsu makan? Masakan Mama nggak enak?" Mama yang sedang sibuk menggoreng tumis kangkung ikut nimbrung.
"Enak Ma.. tapi lidah aku aja yang lagi mati rasa." Raut muka Clara 100% kayak orang stress. Linglung.
"Huu.. alay." Kak Baim menonyol kepala Clara dengan dua jarinya.
"Iiih." Clara merapikan tatanan rambutnya yang terasa morat-morit gara-gara Kak Baim. Padahal sih nggak morat-marit amat.
"Ma, aku berangkat dulu ya." Kak Baim bangkit dan mencium tangan Mama.
"Eh Kak, nebeng." Clara ikut bangkit dan mencium tangan Mama.
"Hati-hati ya!"
"Iya, Ma!"
Clara dan Kak Baim berjalan keluar rumah.
"Huu, dasar nebenger." Perkataan Kak Baim memunculkan tanda tanya di kepala Clara.
"Nebenger?" Clara bertanya dengan nada yang sering dipakai oleh anak kecil.
"Iya, orang yang doyannya nebeng. Hahaha." Kak Baim mengacak-ngacak rambut Clara dan berlari menjauhi Clara untuk menghindari serangan balasan dari Clara.
"Bisa nggak, nggak usah ngacak-ngacak rambut?" Clara setengah berteriak pada Kak Baim yang sekarang sudah luput dari jangkauan Clara.
Saat tepat sampai di luar rumah, mata Clara membesar melihat suatu objek yang begitu menarik di depan pagar rumahnya. Senyumnya pun mengembang seketika. Mobil hitam berhenti perlahan dari arah barat. Itu mobil Aga. Clara salah dugaan. Ternyata hari ini Aga jemput Clara.
Clara pun langsung melangkah dengan tidak sabar mendekati mobil Aga. Saat Clara berjalan, Aga sudah menampakkan batang hidungnya sambil tersenyum. Di tangannya terdapat rangkaian bunga mawar. Ada mawar merah, pink, putih, sayangnya nggak ada mawar hitam (ya jelaslah..)
Saat jaraknya dengan Aga sekitar satu meter, Clara berhenti. Senyum masih terulas di bibirnya.
"Gue kira, lo masih marah sama gue." Clara mengawali pembicaraan dengan tanpa menghilangkan senyum di wajahku.
"Hahaha, mana ada sih yang tahan marah sama makhluk selucu kamu?" Tuh tuh tuh. Clara terbang lagi tuh gara-gara kata-kata Aga.
"Ah, bisa aja." Clara menggaruk-nggaruk bagian belakang lehernya walaupun nggak gatel. Ekspresi orang salah tingkah tuh.
"Oiya, ini buat kamu. Maaf ya say, aku terlalu berlebihan. Seharusnya aku nggak marah sama kamu gara-gara hal sepele." Aga mengulurkan bunga di tangannya pada Clara. Rona merah di pipi Clara pun langsung menyala.
"Gak papa kok say. Makasih ya bunganya." Clara pun menerima bunga dari Aga.
"Ooh, udah dijemput supir. Nggak jadi nebeng gue dong." Clara menengok Kak Baim. Clara memandangnya dengan tatapan yang menusuk. Bisa-bisanya sih ngerusak suasana so sweet?
"Santai aja bro.. bercanda kok. Jagain adek gue baik-baik ya." Kak Baim tersenyum dan mengangkat tangannya pada Aga.
"Siip bos." Balas Aga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantisme Realistis
Ficção AdolescenteKado apa yang kamu harapkan saat sweet seventeenth dari pacar? Apa segebok buku pelajaran masuk dalam wish list-mu? Sayangnya, itulah yang diterima Clara dari cowoknya, Stefan. Kekesalannya pun ditulisnya dalam kertas origami yang kemudian dia lipa...