Chapter 2

1.4K 127 6
                                    

"Im-mo." Jisoo memanggil bibinya dengan suara paru. Ia berjalan terburu memeluk bibinya dengan erat. Menenggelamkan kepala di lehernya. Menangis terisak.

"Aku pulang," ujar Chanyeol masuk ke dalam rumah.

"Yak?! Kau apakan adikmu?" tanya Hee Jung, kepada putra sematawayangnya dengan nada tinggi. "Kau membuatnya menangis?"

"Wae?! Aku? Aku tidak melakukan apapun padanya," tanya Chaeyeol sekaligus bingung, baru saja ia sampai di rumah dan sambutan dari ibunya adalah tatapan kesal.

Mengetahui mengapa ibunya marah, Chanyeol menghela nafas. Ia tahu, "Eomma, seperti tidak tahu saja. Biasa anak ini pasti menangis merindukan orang tuanya? Apa mungkin akan ada alasan lain?"

Hee Jung dapat menghela nafas lega karena masalah itu Ji Soo menangis, "Sayang dengarkan Imo,"

Ji Soo mengangguk, mepersilahkan bibinya bicara, "Eomma dan appamu, mereka sama sepertimu. Mereka juga merindukan putri satu-satunya mereka yang mereka tinggalkan sendiri. Putri cantik mereka yang sangat Imo dan Chanyeol sayangi."

"Aku tidak menyanyanginya," koreksi Chanyeol.

"Kau ini!" hardik Hee Jung, "jangan dengarkan ucapan saudaramu itu."

Ji Soo melepaskan pelukannya pada bibinya, menatap lembut Hee Jung dan Chanyeol secara bergantian dengan air mata yang masih menggenag di pelupuk mata sehingga pandangannya jadi sedikit kabur. Ia tersenyum menenangkan kemudian mengangguk.

Chanyeol dan juga ibunya membalas perlakuan Ji Soo, dengan senyum hangat, "Jadi, jangan menangis lagi adik kecilku," ujar Chanyeol dengan nada candaan kemudian mengacak-acak rambutnya sayang.

"Aish, Oppa bisa merusak rambutku," kesal Ji Soo sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan ulah tangan nakal Chanyeol.

Chanyeol hanya tersenyum kecil dan mengangkat bahunya tak perduli, ia berlenggang pergi ke lantai atas menuju kamarnya. Hee Jung menatap interaksi antara Chanyeol dan Ji Soo dengan senyum bahagia. Walau Ji Soo dan Chanyeol bukan saudara kandung mereka hanya sebatas sepupu. Terlihat sekali kalau Chanyeol begitu menyayangi Ji Soo seperti adiknya sendiri.

"Imo ada yang ingin ku tanyakan. Boleh?" tanya Ji Soo sekedar meminta persetujuan.

"Apa sayang, tanyakan apa yang ingin kau tanyakan semasih bisa Imo menjawabnya," ujar Hee Jung mengiyakan keinginan keponakan satu-satunya, ia sudah menganggap Ji Soo seperti anak kandungnya sendiri mungkin melebihi.

"Mengapa Eomma dan Appa akhir-akhir ini jarang menghubungiku, dan sudah dua tahun terakhir sejak saat itu mereka hanya tiga kali datang menjengikku. Mereka terkesan menjauhiku. Apa mereka mengabari Imo? Memberi tahu sesuatu, mungkin?" tanya Ji Soo pelan.

Sedikit keraguan untuk menjawabnya, sebelum mengeluarkan kata-kata yang akan di ucapkannya Hee Jung tampak berfikir cukup lama mengundang kecurigaan JiSoo.

Ji Soo mengulangi pertanyaanya, "Apa ada sesuatu?"

"Ani," Hee Jung mengelengkan kepala meyakinkan Ji Soo, "Eomma dan Appamu mungkin sibuk sayang. Kau tahu sendiri mereka semua Workaholic, mereka bahkan lupa mengurus diri mereka sendiri, tapi kau jangan khawatir. Setiap Eomma menelfon dia selalu menanyakan keadaanmu?"

"Melegakan, setidaknya aku masih dianggap anak oleh mereka-,"

"Hush?! Jangan seperti itu," sela Hee Jung memperingati.

"Imo. Ada yang salah? Walau secara tidak langsung, mereka itu menyakitiku. Mengapa mereka harus menanyakan keadaanku, mengapa harus melalui Imo, secara mereka bisa menelfonku menanyakan sendiri keadaanku," ujar Ji Soo sedikit kecewa.

Omoide [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang