Chapter 3

1.2K 115 11
                                    

Cheongju, 19 tahun yang lalu.
1997

"Siapa anak ini?" tanya Seung Hee pada Jung Hyuk.

"Tolong, dengarkan aku sebentar." Jung Hyuk meminta Seung Hee untuk diam lebih dulu dan tidak menyela ucapannya. "Kau kan seorang dokter?"

"Ya, lalu apa hubungannya?"

"Tolong bantu aku selamatkan dia," pinta Jung Hyuk memohon. Ia menatap iba anak laki-laki yang dibawanya itu penuh luka.

"Kau gila? Seharusnya kau membawanya ke rumah sakit bukan ke apartementku seperti ini. Apartementku bukan rumah sakit ataupun klinik dokter. Apa kau gila? Aku tidak bisa. Cobalah mengerti," tolak Seung Hee.

Ia sadar dirinya memeng seorang dokter tapi melakukan pengobatan pasien dengan peralatan seadanya itu tidak mungkin bisa dilakukannya. Terlebih ia masih seorang dokter baru. Sekalipun Seung Hee memandang kasihan dan iba pada anak laki-laki yang bersimbah darah tengah berbaring di kamarnya. Ia tetap tidak bisa.

"Ku mohon bantu aku hm? Sayang, tidak ada yang bisa ku percaya untuk hal ini. Hanya kali ini. Tolong aku." Jung Hyuk kembali memelas pada Seung Hee mememohon membantunya.

Dengan berat hati Seung Hee mengangguk. "Baiklah, tapi ingat kau masih punya hutang denganku untuk menjelaskan siapa anak ini. Kita bawa dia ke klinik terdekat."

~~~

Seung Hee melepas sarung tangannya. Ia kembali membereskan peralatan medis dan mensterilkannya.

"Anak malang," ujarnya menatap iba anak laki-laki yang sedang terbaring tidak berdaya di atas ranjang pasien.

"Terimakasih," ujar Jung Hyuk berdiri di samping Seung Hee, "kau pasti bingung siapa anak ini? Dan apa hubungannya denganku?"

"Sebaiknya jangan disini," saran Seung Hee, "akan lebih santai sambil menikmati secangkir kopi dan membiarkannya istirahat."

"Akan lebih enak jika kau yang membutnya," sambung Jung Hyuk.

"Tidak. Kau sudah membuatku kelelahan dengan merawat anak itu saat aku baru pulang. Sebagai bayarannya kali ini kau yang harus membuatkanku kopi," ujar Seung Hee.

"Baiklah tuan putri," jawab Jung Hyuk, "hanya secangkir kopi itu mudah."

"Sombong," balas Seung Hee.

Jung Hyuk mulai menceritakan dengan detail bagaimana ia bertemu anak itu. Dengan duduk di minibar sambil menikmati secangkir kopi hitam buatannya di temani Seung Hee, kekasihnya. Berawal dari ia yang ingin membuat kejutan untuk Seung Hee dengan datang ke apartemennya, tetapi saat dalam perjalanan menuju apartemen sang kekasih. Ia dikejutkan dengan kecelakaan yang terjadi di depan matanya. Ia tahu betul kronologisnya.

Dengan segera ia memarkirkan mobilnya di tepi jalan kemudian menghubungi kantor polisi dan rumah sakit. Ia keluar dari mobil kemudian berjalan menghampiri mobil yang terguling kelauar jalan dan terperosok dengan bentuk yang tidak utuh. Ia berniat memastikan ada berapa korban. Atau dia menemukan korban yang selamat.

"Tuan, bawa dia pergi sebelum Sun Myung datang..... bawa pergi dari sini... Tolong," ujar wanita tua yang bersimbah darah dan wajahnya penuh dengan pecahan kaca. Darah terus mengalir dari pergelangan tangannya.

Di sampingnya pria tua keadaannya jauh lebih memprihatinkan. Jung Hyuk memalingkan wajah tak sanggup melihatnya. Mengingatnya kembali sudah membuat kepala Jung Hyuk hampir pecah.

"Aku bingung pada waktu itu. Saat ku coba untuk membuatnya tenang ia malah semakin mendesakku untuk membawa anak itu pergi. Awalnya aku kebingung bahwa di sana ada anak kecil. Karena posisi mereka sungguh tidak dapatku bayangkan. Bahkan kepala sang sopir..... ah. Aku yakin tulang leher si sopir patah. Sungguh di sana bau darah. Dan syukur tangki bensinya tidak bocor sehingga mobil itu tidak meledak. Saat polisi dan ambulan akan datang nenek itu malah mengusirku dan dia juga membentakku saat aku berusaha menolongnya."

Omoide [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang