Part 5

870 55 0
                                    

Sorenya setelah sholat ashar, 15.40. Bunga bergegas pergi menuju ke ladang yang kemarin dikunjunginya. Dimana tempat Ia bertemu dengan sesosok gadis kecil bernama Disha, gadis kecil yang telah berhasil mengambil perhatiannya. Katanya, kemarin Bunga akan belajar main layangan bersama kakaknya. Entah siapa, di jam 16.00.
Setelah tadi siang berkunjung ke ladang, sekarang pun Ia kembali lagi untuk berkunjung ke ladang. Ladang yang berbeda, orang yang berbeda. Mungkin, biasanya jika kesana tujuannya untuk membaca Diary Ibu. Dan itu selalu menyenangkan, hembus angin sepoy membuatnya semakin tak ingin beranjak dari ladang itu. Dan sekarang ada rencana lain, rencana baru yang tak kalah seru.

Dengan balutan pakaian berwarna cokelat putih yang telah terpasang di tubuhnya dengan sangat rapi. Bunga pun beranjak naik sepedanya menuju tempat tujuan, dimana ladang itu berada. Setelah beberapa menit akhirnya Bunga pun sampai di ladang itu. Terlihat disana Disha dan kawannya yang lain tengah bermain layangan. Bunga pun menghampiri mereka, mendekat kearah Disha.

"Assalamu'alaikum" Ucap Bunga.

"Eh, Kakak cantik toh. Wa'alaikumsalam" Jawab Disha yang hanya memutar bola mata sebentar kearah Bunga.

"Mau main sekarang Kak?" tanya Disha kemudian.

"Eh, Kakak gak punya layangannya, gimana dong?" Ucap Bunga.

"Ada kok. Disha punya lebih. Boleh kakak ambil satu" Ujar Disha, kemudian dia memberikan benang layangannya pada salah satu kawannya yang bernama Yudi untuk diambil alih. Disha sendiri mengajak Bunga untuk duduk di bawah salah satu pohon disana.

"Bentar ya kak. Abang Disha-nya paling 10 menitan lagi nyampe kok. O ya, nama kakak siapa?" Ucap Disha.

"Abang? Nama kakak Bunga."

"Wah cantik kaya orangnya. Eh iya, abang Disha. Kenapa?"

"Gak papa." Ternyata, dugaan Ayahnya sangat tepat. Kakak Disha adalah seorang cowok.

"Disha juga diajarin sama Abang. O ya, Disha sering liat Kak Bunga baca sebuah buku di bawah pohon sana. Hampir setiap hari. Kakak suka sama tempat ini ya?"

"O ya? Tapi kak Bunga baru lihat Disha kemarin lho. Kemarin doang."

"Mungkin karena Kakak fokusnya sama buku yang dibaca. Kalau Disha boleh tahu, yang sering kakak baca itu buku apa?"

"Diary. Hanya sebuah buku Diary kok. Ehhe" Ucap Bunga. Padahal Diary itu tidak bisa hanya dikatakan sebuah Diary.

"Diary kakak?" Tanya Disha yang mulai penasaran dengan orang yang dipanggilnya kakak ini.

"Diary Ibu kak Bunga."

"Oh... kayanya Disha juga harus punya deh. Nanti coba baca diary Abang ah." Usulnya pada diri sendiri.

"Diary abangnya Disha? Emang tahu tempat nyimpennya?"

"Tahu dong. Ada dalam lemarinya. Disatuin sih sama tumpukan buku pelajarannya."

"O ya? gak bakal dimarahin gitu?"

"Nanti deh, Disha kasih tahu kak Bunga dimarahin enggak nya. Kalau Disha sudah lakuin."

"Pintar. Disha kelas berapa?"

"Kelas.... berapa ya, kelas empat saja deh."

"Hehe."

"Kenapa kakak senyum?"

"Disha gemesin. Cara bicaranya kaya orang seumuran kakak."

"Nggak ah, Disha masih 9 tahun. Abang Disha tuh yang seumuran kakak."

"Siapa namanya?"

"Abang Disha, siapa ya?" Ucap Disha seperti bertanya pada dirinya sendiri.

"Otong." Lanjutnya.

Diary Ibu (Cerita Usang Membawa Rindu) SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang