Part 7

847 43 5
                                    


Malam ini waktu terasa berjalan lamban. Sekarang Bunga tengah berada di balkon luar kamarnya, dengan sebuah buku dalam genggamannya. Bukan diary Ibunya tapi buku catatan miliknya. Sore tadi Ia tak mengunjungi ladang, dan tak bertemu dengan Disha. Padahal baru dua hari kemarin Bunga mengenal Disha. Namun, rasa rindu untuk bertemu dengan gadis itu mulai menyapa. Bunga rindu dengan gaya bahasa Disha yang khas seperti orang dewasa, dan Bunga juga rindu saat gadis itu manggil Dean dengan sebutan Bang Otong. Entahlah, tapi perasaan itu datang begitu saja. Tak diundang, tapi merepotkan. 

Bunga memutar bola mata ke sekeliling langit. Alangkah hebatnya Tuhan menciptakan sang langit, dan menciptakan semua makhluk serta mengizinkannya untuk berpijak di atas buminya. Perlahan Ia memperbaiki posisi duduknya dan mulai membuka lembaran buku itu. Dibukanya, dan kemudian tangannya dengan lihai mulai menuliskan beberapa kalimat.

Terima kasih telah mengizinkanku untuk berpijak di atas bumi. Mengirimku pada seorang ayah yang luar biasa. Terima kasih telah mempercayainya untuk kau titipkan aku padanya.

Singkat. Ya, hanya sesingkat itu. Kemudian Ia menulis kembali.

Tak terlihat, tapi kau ada.
Disini, di dalam darahku.
Ibu.

Waktu masih terasa berjalan lamban. Inginnya Ia segera dapat memejamkan matanya. Agar hari pun cepat berganti. Untuk pertama kalinya, Ia rindu waktu cepat berlalu. Padahal sama saja, waktu yang dimilikinya 24 jam sehari.

Perlahan, perlahan, perlahan. Waktu pun telah menunjukkan pukul 22:50, cukup malam. Bunga akhirnya bisa juga untuk memejamkan matanya dan berkelana di alam mimpinya.
Selamat malam. Semoga mimpi indah dan esok tanah bumi bisa kembali untuk kau pijak.

Kring...kring...
Jam weker di atas nakas selalu setia untuk membangunkannya. Membantunya membuka mata dalam kantuk yang masih berat. Ini sudah pagi, bangunlah. Tugasku telah aku kerjakan. Berhasil, jika kau mau bangun dan melihat bagaimana keadaan bumi sekarang. Ayolah, kau harus lihat apa yang orang sebut dengan sebutan 'Pagi' ini. Bangunlah! Seakan jam weker lah yang berkata seperti itu.

Tak semua orang menyambut pagi dengan gembira. Kadang malah mengabaikan si pagi, tak ingin terganggu tidurnya karena berlalunya si malam.
Bagi Bunga, tidaklah seperti itu. Pagi ini adalah hari yang Ia tunggu. Ia pun segera bergegas, melakukan hal yang seperti biasa, menyiapkan diri di pagi hari. Ada yang selalu setia menunggunya, gerbang sekolah, menunggu kedatangannya. Biarlah si kasur menunggu waktu yang cukup panjang untuk kembali Ia sapa.

Plak..
Seseorang melempar kertas padanya, tepat jatuh di hadapannya. Sepertinya kertas itu dilemparnya lewat jendela luar kelasnya. Entah siapa, Bunga tak memeriksanya. Ia hanya langsung membuka kertas itu.

Dede bilang kemarin kamu gak pergi ke ladang. Kenapa?
Katanya hari ini Dede mau bertemu denganmu.

Itulah tulisan yang tertulis di dalamnya. Tak tertulis nama si penulis, tapi Ia bisa mengenalinya. Itu adalah Dean. Kemudian Bunga beranjak dari duduknya, melihat ke luar jendela. Barangkali saja Dean masih ada disana. Namun, ternyata tidak. Tidak ada seorang pun yang dilihatnya disana.

"Hey!" Seseorang menepuk punggungnya. Itu adalah Nisa yang baru saja tiba di kelas.

"Hayo, lagi cari siapa?" Ucapnya sembari menengok ke arah jendela tepat seperti Bunga.

"Nggak." Jawabnya santai.

"Kak Dean ya?" Tanya Nisa mencoba menebak. Siapa lagi orang yang pagi-pagi sudah berani mengganggu Bunga kalau bukan Dean. Kemungkinan besarnya hanyalah Dean.

"Iya." Jawab Bunga, mendukung benar tebakan Nisa.

"Iya? Cieee..." Selalu saja Nisa pasti menggodanya.

"Ih, apa sih kamu?"

"Sebongkah daging yang tak memiliki indera keenam ." Jawab Nisa.

"Gak perlu bilang. Cukup tahu."

"Apa itu?" Tanyanya saat melihat Bunga memegang kertas.

"Gak perlu tahu. Gak berhadiah juga."

"Ih dasar. Dari Kak Dean pasti tuh."

"Sok tahu."

"Nyebelin."

"Nanti aku tambah."

"Apanya?"

"Nyebelinnya."

"Dasar."

"Sudah ah. Cepetan duduk."

Mereka pun duduk di bangkunya dan mengobrol tentang hal lain yang jauh lebih penting. Murid lain pun mulai berdatangan masuk kelas. Guru pengajar pun mulai masuk dan beralih pula mereka pada aktivitas belajar.

Sekolah berjalan seperti biasa. Belajar, istirahat, sholat, pulang. Dan hari di rumah juga berjalan seperti biasa. Mandi, makan, istirahat, dan hari ini Bunga kembali mengunjungi ladang.
Ia teringat tentang surat tadi pagi. Katanya Disha ingin bertemu dengannya.

Sesampainya di ladang Bunga mencari sosok gadis kecil itu. Dia tak ada di kerumunan orang yang tengah main layangan. Kemana Disha? Menjadi pertanyaan dalam benaknya. Setelah beberapa lama mencari, namun tetap tak diketemukannya sosok gadis itu. Padahal hari ini Ia ingin bermain layangan dengannya. Bahkan Ia membuat sendiri layangannya untuk bisa dimainkannya bersama Disha. Di bawah pohon tempatnya membaca kini tengah ditempati oleh seseorang. Seseorang yang sangat dikenalinya. Dean, rupanya itu Dean. Dia tengah duduk bersender sembari memegang sebuah kertas.

"Dedenya mana?" Tanya Bunga. Ia mulai mengikuti Dean yang menyebut Disha dengan panggilan Dede.

"Ada di rumah." Jawabnya.

"kata Bang Otong Dede mau ketemu Bunga?" Ucap Bunga.

"Ngapain kamu pake ikut-ikutan panggil Otong?" Protes Dean yang tak terima Bunga memanggilnya dengan sebutan Bang Otong. Sangatlah tidak cocok menurutnya, dan terlihat sangat konyol.

"Kan itu nama kakak." Jawab Bunga.

"Si Dede nih pasti." Gerutu Dean.

"Jadi Bang Otong bohong ya?" Ucap Bunga lagi kembali memanggil dengan sebutan Bang Otong.

"Otong lagi Otong lagi. Kenapa sih kamu, panggil seperti biasa saja Dean bukan Otong."

Bunga hanya terdiam tanpa menjawab apapun.

"Nih, si Dede nitip ini. Katanya, besok datang kesini jam 08.00. Gue gak tahu apa isinya. Gue gak buka." Ucap Dean. Setelah itu Dean pun berlalu pergi.

Bunga memposisikan tubuhnya tepat seperti Dean tadi. Duduk bersender di tubuh pohon itu.

Kak Bunga. Disha rindu kakak. Besok kan hari minggu. Temenin Disha main ya. Disha mau cerita. Disha sudah berhasil dapetin diary Bang Otong, pokoknya ceritanya seru. Kakak harus tahu pokoknya. Disha tunggu ya, di rumah Disha. Besok kakak datang ke ladang jam 08.00, ya.

Sampai jumpa besok. Dadah.

Setelah membaca itu, Bunga beranjak dari sana. Hari ini Ia pulang lebih cepat dari tempat itu. Seleranya seperti seketika berkurang begitu saja.

*****

Vommentnya yah,

@iyyi11

Diary Ibu (Cerita Usang Membawa Rindu) SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang