Part 12

642 33 2
                                    

"De, Bunga udah pulang?" Tanya Dean yang mulai duduk di sofa sembari menyimpan jaketnya. Ia baru kembali dari urusannya.

Disha yang sibuk dengan Psp Dean hanya menjawab malas "Udah". Tetap terfokus pada Psp itu.

"Oh ya, Kak Bunga titip salam." Ucap Dede.

"Bunga titip salam. Apa?" Jawabnya dengan senyum manis di bibirnya. Menunggu Dede mangucapkan kata selanjutnya.

"Maaf rumahnya Kak bunga pijak lagi. Itu katanya, maaf buat Bang Otong."

"Itu doang? Gak seru." Ucap Dean.

"Dede diajak main ke rumahnya."

"Kapan?" Tanya Dean.

"Entar kalo Kak Bunga gak sibuk Dede main ke rumahnya. Bang Otong teh suka kan sama Kak Bunga?" Tanya Disha, karena mengetahui ada nama Bunga dalam tulisannya.

"Anak kecil jangan ngurusin suka-sukaan. Gak pantes."

"Gak ada larangannya Abangku sayang. Wong Dede cuma tanya doang juga." Ucap Dede dengan bibir yang dimayunkannya. Kesal dengan Dean.

"Dede lucu lho kalo ngambek gitu. Mukanya jelek. Biar tahu yah, Abang fotoin." Dean mengeluarkan handphone dari dalam sakunya.

"Janganlah Bang. Dede gak buatin roti bakar mau?"

"Wih, jago banget ya Dede ngancemnya. Iya deh enggak. Dede kan baik ya, pinter, lucu, cantik, imut, manis pula. Hahaa."

"Abang Dede yang baik. Yang super duper puitis. Dengerin Dede yah, Abang nyebelin tahu."

"Hahaa, yang penting ngangenin."

"Kepedean. Kata siapa?"

"Buktinya Dede gak mau Abang jauh-jauh. Nyamuk aja deket-deket terus sama Abang."

"Abangnya bau belum mandi. Jadi nyamuknya suka. Dihisaplah darahnya, sana harusnya Abang jadi nyamuk. Atau kawinin aja tuh nyamuk, nyamuknya kan suka sama Abang."

"Dede buka-buka buku Abang ya? Buka apa aja?" Tanya Dean mengalihkan pembicaraan, sepertinya Dean mulai mengetahui Disha pernah mengorek-ngorek bukunya.

"Cuma baca puisi doang." Jawabnya.

"Wah, Dede nakal. Abang kutuk mau?"

"Janganlah Bang. Visss..." Dede mengangkat kedua jarinya.

"Bagus kan puisinya?" Ucap Dean sembari menggerakkan kedua alisnya bersamaan dengan senyum manis yang ditunjukkannya. Seperti menggoda Dede.

"Tau ah. Puisinya jelek. Mata Dede aja sampe perih liatnya."

"Ah itu karena Dede baper kali."

"Please deh Bang. Dede bukan Kak Bunga. Mana tau baper-baperan."

"Terserah deh, Abang mau mandi. Yang penting puisi Abang bagus." Ucapnya berlalu meninggalkan Dede sendiri.

Seperti bulan yang merindukan malam.
Seperti matahari yang enggan meninggalkan siang.
Seperti itulah aku menyayangimu.
Waktu membuatku lebih dulu lahir darimu.
Tapi dalam tubuhmu mengalir darah yang sama denganku.
Abang sayang kamu. -Dean.

***

Waktu kini beranjak malam. Setelah Bunga menghabiskan waktunya berbincang dengan Ayahnya. Kini waktunya untuk Ia menggunakan waktu bersama Diary Ibu, juga pada hadiah dari Disha yang belum sempat dibukanya.

Teruntuk :
Kak Bunga
Di rumah

Hehee...
Assalamu'alaikum,

Selamat membaca ya, Kak.

Dede tidak pandai bikin puisi seperti Abang. Kalo kata Abang, Dede tuh hanya anak kecil dengan kedewasaan selangit.
Kalo bicara dengan menggunakan bahasa Abang, mungkin seperti ini "Aku menyayangimu, soal alasan itu tak harus jadi masalah. Yang penting kau tahu, aku menyayangimu." Tapi, jika menggunakan bahasa Dede sendiri, mungkin seperti ini "Dede sayang Kak Bunga. Gak salah kan kalo Dede rindu Kak Bunga. Dede ingin seterusnya, memperpanjang waktu agar Dede bisa lebih lama bersama Kakak."
Dede akan tulis puisi Abang yang paling Dede suka. Kalo Abang yang kasih, dia pasti bilang "jangan baper". Dede belum ngerti dengan kata baper. Tapi, dengan kedewasaan yang dibilang selangit ini Dede bisa ngerti maksud puisi Abang ini. Jangan baper ya Kak. Hehee...

•••

Saat malam tak menampakkan bintang, aku rindu.
Saat bumi tak menampakkan malam, aku menangis.
Saat kamu mulai tak terlihat lagi di bumi, aku takut.
Saat kurasa langit tau keberadaanmu, aku meminta.
Cepatlah kembali, kau masih punya waktu bersamaku.

•••

Ttd,
Disha

"Terima kasih De, puisinya bagus. Kak Bunga juga sayang Dede." Ucapnya. Kemudian Bunga beralih pada diary ibunya.

Hai sayang, anak Ibu tercinta.
Maaf jika Ibu tak menyaksikanmu tumbuh, secara langsung.

Berat memang, tapi benar harus ibu katakan. Ibu telah pergi, ke rumah yang jauh lebih indah dari bumi. Ingatlah sayang, benar dunia itu hanya sementara. Benar seperti sebuah permainan. Berwaktu singkat, setelah permainan selesai kamu harus kembali ke rumah, tempat pulangmu. Itulah hidup. Jadilah orang yang bisa memahami hidup dengan pemahaman yang sebenar-sebenarnya. Tubuhmu terikat oleh waktu, yang terus berjalan menunggu sampai benar-benar habis.
Ibu pesan, jangan berlarut dengan kesedihan karena Ibu pergi. Kau harus percaya Ibu telah bahagia. Kirimkan saja do'a untuk Ibu.

Dan ketahuilah sayang, Allah telah menuliskan tentang bagaimana penciptaan manusia. Seperti dalam surah Al-Mu'min Ayat 12-15.

Yang artinya,

Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
kemudian kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim)
Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian, kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah, pencipta yang paling baik.
Kemudian setelah itu, sungguh kamu pasti mati.

Semua ciptaannya pasti akan kembali pada penciptanya. Begitu pun dengan kita manusia, Allah hidupkan, kemudian Allah akan matikan.

Ingat, Ibu hanya berpindah tempat. Sekali lagi, jangan menangis untuk Ibu.
Love you ❤

•••

Diary Ibu (Cerita Usang Membawa Rindu) SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang