Part 16

531 35 0
                                    

Harusnya aku menjauh, itulah yang terbaik.
Janganlah terus mendekat, berhentilah membuat hati jadi berharap
Aku hanya takut, karena Allah pasti akan cemburu

Oh Allah, tolonglah jaga hatiku

°°°

Rencana yang sudah Bunga pikirkan tadi malam ternyata tak berjalan lancar. Bagaimana caranya Bunga akan bisa menjauhi Dean, jika sekarang saja Ia tengah bersama Dean, tepatnya di ruangan Pak Hadi. Kenapa pula Bunga harus ikut disini? Apa yang bisa Bunga lakukan disini?

Pikiran Bunga masih dipenuhi oleh pertanyaan dan rasa penasarannya pada Pak Hadi. Tugas apa yang hendak Pak Hadi berikan untuk Bunga dan Dean. Bukankah ini sudah waktunya jam pelajaran? Bunga harusnya berada di kelas sekarang. Ia tak ingin ketinggalan satu pelajaran pun. Terlebih Bunga belum izin pada guru pengajar di kelasnya kalau Ia tak bisa masuk. Jika ini urusan Osis, kenapa Bunga harus terlibat? Sama sekali Bunga bukan pengurus disini. Jika tentang hal lain kenapa Pak Hadi tak juga memberitahukannya apa yang harus mereka kerjakan. Sedari tadi Pak Hadi masih terus saja sibuk dengan teleponnya. Ahh, baru kali ini Bunga merasa kesal menunggu orang menelpon.


"O ya, Dean. Bapa mau minta biodata 12 IPS 1. Udah pada terkumpul di kamu kan? Nanti Bapa minta tolong ketikin ke laptop Bapa ya? Bunga, Bapa minta bantuannya ya?"

"Oh, iya Pak." Mau tidak mau, Bunga harus mau. Meskipun dalam benaknya ini kurang masuk akal. Kenapa gak minta temen sekelasnya Dean saja. Kenapa mesti Bunga?

"Maaf Pak. Lebih baik Bunga ikut pelajaran di kelasnya aja, ini kan udah jam masuk. Biar nanti Dean sama Mia deh Pak."

Bunga tak menyangka kalau Dean akan mengatakan hal itu pada Pak Hadi. Sejujurnya Bunga memang ingin mengikuti pelajaran di kelasnya. Tapi jika Pak Hadi tak mengizinkan, Apa yang boleh dibuat.

"Bapak udah izin kok sama guru pengajar Bunga, beliau ngizinin. Nanti Bunga bisa pinjem catatan temennya aja. Bapa juga kayaknya ada perlu sama Bunga."

Pak Hadi perlu dengan Bunga? Tentang hal apa? Semoga bukan karena ada masalah. Bunga sama sekali tidak merasa telah melakukan kesalahan atau pun membuat masalah.

"Oh syukur deh Pak kalau diizinin." Ucap Dean.

Entah Bunga harus senang atau Bunga harus sedih. Sepertinya tidak keduanya. Hanya saja Bunga khawatir dengan perasaannya jika sudah bersama Dean.

"Bapa ada perlu dengan Bunga? Apa ya Pak kalau boleh Bunga tau." Tak ada salahnya kan jika Bunga memang ingin tau. Benar-benar Bunga tak mengerti ada urusan apa Pak Hadi dengannya, lebih tepatnya ada perlu apa Pak Hadi dengannya.

"Nanti Bapa kasih tau setelah selesai ya." Jawab Pak Hadi ramah dengan sedikit senyuman.

Saat ke kelas Dean Bunga melihat Yuda yang entahlah Bunga sendiri masih belum mengerti dengan tingkahnya. Kak Yuda yang ramah dan senyumnya itu masih bisa Bunga ingat. Jika boleh Bunga membandingkan senyum Kak Yuda lebih manis dari senyum Dean. Bahkan Yuda juga terlihat lebih ramah dari Dean.
Dan sekarang Bunga melihat sikap itu pada Pak Hadi, sikap yang sama seperti Yuda tadi.

"Oh iya Pak." Jawab Bunga kemudian. Sudahlah Ia tak mau menerka-nerka atau pun terlalu penasaran tentang hal ini.

Satu hal lagi, Bunga merasa kurang enak dengan sikap Dean hari ini. Dean terus memperhatikan Bunga, dan jelas itu membuat Bunga malu. Bukan malu, tapi marah. Kenapa laki-laki ini sampai segitunya melihat Bunga. Jika Pak Hadi tak ada, Bunga bisa saja melempar kertas yang tengah dipegangnya pada Dean. Benar-benar Bunga merasa kesal.

"Ekhem." Bunga berdehem berusaha menyadarkan Dean dari pandangannya itu dengan tanpa melihat ke arah Dean sedikit pun.

Syukurlah, Dean akhirnya sadar dan memalingkan pandangannya.

"Pak, Dean izin ke belakang dulu ya, bentar."

Pak Hadi hanya mengangguk tanda membolehkan.

Sekarang Bunga mengerjakannya seorang diri. Karena Dean pergi, Oh tugas cepatlah selesai.

"Wah, tinggal dikit lagi nih, cepet selesai, biar gak lebih lama lagi bareng gue." Ucap Dean, padahal disana masih ada Pak Hadi. Karena memang kebetulan Pak Hadi sudah tak ada jam mengajar lagi.

"Iya Kak, Alhamdulillah biar Bunga masih punya waktu buat ikut belajar."

"Iya, mangkanya cepet."

"Oke deh Kak."

Pak Hadi sendiri tengah sibuk bermain dengan handphonenya, entah tengah memainkan games atau mungkin bermain sosmed. Yang jelas gak jauh dari dua hal itu.

"Udah selesai Pak." Ucap Bunga.

"Udah selesai ya, makasih udah mau direpotin."

"Gak repot kok Pak. Ya kan Kak?"

"Gitulah pokoknya Pak." Jawab Dean.

Pak Hadi hanya tersenyum, kemudian Bunga melihat tangan Pak Hadi yang mulai mengambil sesuatu dari dalam lacinya. Sebuah kotak kecil berbalut kertas cokelat.

"Bunga, ini Bapa kasih buat kamu. Bukan dari Bapa sih, ada yang nitip, katanya ini buat kamu." Ucap Pak Hadi sembari memberikan kotak itu pada Bunga. Bunga pun menerimanya.

"Dari siapa Pak?"

"Adalah pokoknya, dari penggemarmu, dia gak mau disebutin namanya." Pak Hadi masih berucap dengan senyuman yang terulas di bibirnya.

"Ciee yang dapat paket, punya penggemar rahasia ni." Ucap Dean kemudian.

Menyebalkan, kenapa Dean bilang seperti itu. Pake bilang penggemar rahasia segala lagi. Lagian mana punya Bunga penggemar, ada juga Bunga tau cuma satu. Dean, tapi dia bukan penggemar rahasia, dia itu penggemar terang-terangan.

"Pak, Dean Ke kelas ya?" Ucap Dean kemudian.

Bunga pun juga pamit pada Pak Hadi untuk kembali lagi ke kelasnya. Semoga saja Ia masih bisa ikut pelajaran Bu Rina, guru Bahasa Indonesia itu.

****

Maafkan kalo Part ini sangat kurang, dalam hal apa pun...

Jangan lupa buat nyempetin Vommentnya yah.

Diary Ibu (Cerita Usang Membawa Rindu) SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang