Sebelumnya terima masih buat yang udah baca cerita ini :) Jangan lupa vote dulu ya guys ❤❤
*
"Kau bilang aku adalah bagian memorimu yang hillang."
(Chareisa Putri Azka)
*Fhersnand terdiam. Aiko menggenggam erat tanganku. Dia tidak mengenaliku? Dan aku masih sangat mengenalnya? Bodoh sekali kamu Ca!
"Bukan. Kami tetanggaan," ucapku sekenanya. Aiko tertawa canggung. Fhersnand hanya mengernyitkan dahinya. Aku melanjutkan, "gue nggak pacaran. Pacaran cuma buat anak-anak doang."
Kulihat Aga hanya tersenyum miring kemudian menggenggam tangan Elenna, lantas melambaikan tangannya yang bebas, isyarat untuk pergi. Kupikir ditinggalkan rasanya tidak sesakit ini.
*
"Kak kita langsung pulang aja nih? Nggak main kemana gitu?" tanyaku setelah Fhersnand menelepon Pak Fikri, supir kami. Aku melambaikan tangan pada Aiko ketika dia lewat bersama Hega, pacar ganteng penuh misterinya. Bayangin aja. Ganteng. Cuek parah. Jago musik. Judes. Tajir. Tatapannya mengintimidasi. Tapi penurut kalo udah sama Aiko. Idaman sih, tapi agak kurang gimana gitu. Eh malah jadi ngomongin pacarnya Aiko."Kakak ih," aku mengerucutkan bibirku saat Fhersnand malah sibuk dengan games Mobile Legendnya.
"Langsung pulang," gumamnya.
"Ya udah. Nanti bikinin burger kayak semalem ya kak," ucapku manja. Tadi malam kami pesta burger sambil nonton film India bareng Ayah. Kali ini Fhersnand menatapku sekilas.
"Katanya kita tetanggaan."
Hah?
"Tadi siapa yang bilang kalo kita tetanggaan di depan Aga?" Aku mengingat-ingat. Hell. Jadi sejak tadi si Fhersnand tercintaku ini nggak berisik kayak biasa gara-gara ngambek soal tetangga? Aku tertawa.
"Aelah itu kan bercanda Kak."
"Bercanda atau malu ngakuin gue kembaran lo?" Etdah sensitif amat nih bocah.
"Astagfirullahaladzim. Lo pms kak?" tanyaku geli seraya meletakkan tanganku ke dahi Fhersnand. Hatiku langsung hancur saat Fhersnand mengibaskan tanganku pelan.
"Emang kalo tetanggaan pegang-pegangan?" tanyanya datar tanpa mengalihkan matanya dari si Mobile Legend. Oke. Ini anak benar-benar menguji kesabaranku.
"Ih serius banget sih kak. Tadi gue cuma asal ngomong doang, sumpah," ucapku serius. Fhersnand membalas ucapanku dengan hm doang. Aku gemas ingin merebut ponselnya namun kutahan. Kekesalanku semakin bertambah saat kudengar suara dentuman bola basket dari arah lapangan, tepat 20 meter di depanku. Jangan tanya kenapa aku benci suara bola basket. Intinya aku benci.
Aku memicingkan mataku, penasaran dengan orang yang mendribel bola oranye itu di tengah lapangan sendirian. Aku dan Fhersnand duduk di bangku dekat tempat parkir yang hanya berisi sedikit kendaraan. Masalahnya jam pulang sekolah sudah berbunyi sejak tiga jam yang lalu. Sepertinya cowo di lapangan itu sangat maniak dengan basket, tidak peduli dengan waktu yang semakin sore. Sesaat dia berbalik menghadap ke arahku. Jantungku mencelos. Bukannya dia cowo yang tadi pagi kutabrak? Alamak gantengnya oh Tuhan.
"Woi Nand!!" Dia berteriak. Lantas mendribel bola basketnya pelan seraya berjalan menghampiri kami. Fhersnand mendongak, melambaikan tangannya sekilas, kemudian mematikan ponselnya dan beranjak berdiri menghampiri si ganteng berpunggung keras itu.
"Belom pulang lo?" tanya cowo itu lagi. Fhersnand merebut bola basket yang ada di tangannya dan mulai mendribel dengan lincah. Sesaat aku mengabaikan suara menyebalkan bola itu dan lebih fokus pada karya Tuhan yang menakjubkan di depanku.
"Nunggu jemputan. Lo sendiri?"
"Biasa. Males pulang gue. Lo taulah." Mereka saling merebut dan mendribel bola pembuat tubuhku sakit tadi pagi itu tanpa mempedulikan keberadaanku. Fix aku dicuekin. Tapi gapapalah. Jarang-jarang liat cogan basket di depan mata. Sejurus kemudian, entah sengaja atau tidak, saat si ganteng berusaha memasukkan bola ke ring, bukannya menembak lurus dia malah mengarahkan bola itu ke tempatku, dan berhenti tepat di sampingku. Kulihat dia melambaikan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR LIAR
Novela Juvenil"Gue cinta elo, Ca. Sumpah kangen banget gue sama lo." Aga merengkuhku. Tunggu dulu. Dia bilang apa?! Sebelum aku menghajar cowo kurang ajar di depanku, si Agatha sialan ini telah merusak wajah suciku dengan ciuman kilat naudzubilahnya. Aku harus pi...