Jangan lupa tekan bintang ya guys ❤❤
*
"I think I never hate you like this."
(Chareisa Putri Azka)*
"Dia tau gue, Kak?" tanyaku panik sebelum dia benar-benar berada di depan mukaku. Fhersnand mengangguk. Aku menutup wajahku dengan menarik sweater biru Fhersnand yang dia letakkan di atas tas selempangnya.
"Hei Caca mau kemana? Kenalan dulu sama dia!!" teriak Fhersnand cepat setelah aku berlari panik memasuki SMA.Hal terakhir yang kuingat sebelum kepalaku menabrak punggung seseorang adalah senyum menawannya yang masih terlihat sama seperti dulu.
Dia Agatha. Mantan calon suamiku.
*
Bruk.
Aku jatuh terjerambab setelah kepalaku menabrak punggung seseorang yang sekeras beton. Buset, itu punggung atau apaan. Hidungku terasa nyeri saat mencium mesra lantai lapangan SMA. Bagus sekali Caca. Lo sukses malu-maluin dihari pertama masuk sekolah.
"Lo gapapa?" aku membetulkan posisi jongkok astagfirullahku saat kudengar suara seseorang yang tadi menawarkan punggung betonnya ke wajahku. Mataku menyipit menghalau silaunya mentari yang berada di balik wajah orang di depanku. Dia tersenyum.
Pipiku memanas menyadari betapa ganteng sekali makhluk pemilik punggung keras ini. Ya ampun lumayan nih buat dijadiin calon pacar. Pikirku cepat.
"Wajah lo kenapa? Lo sakit?" Tanpa meminta persetujuanku, cowo subhanallah di depanku telah meletakkan tangannya ke dahiku. Dia mengernyit, mencoba merasakan suhu tubuhku. Ini apa sih? Berasa syuting drama sumpah. Aku masih terdiam, efek shock parah dengan kegantengannya yang melebihi Fhersnand dan Aga.
Damn. Aku lupa tentang Aga.
"Sorry gue nggak sengaja. Gue baik-baik aja kok. See ya," gumamku cepat kemudian berlari menjauh memasuki lorong. Cowo itu terpengarah lantas melambaikan tangannya.
"Nama lo siapa?" teriaknya geli. Aku mengabaikannya. Kalau saja si Aga tidak menghantuiku, aku pasti udah pdkt tahap satu ke cowo itu. Beruntungnya aku tidak lupa dengan kelasku. Fhersnand memaksaku school touring dua hari yang lalu. Dia perhatian sekali bukan?
Btw, tadi pas aku jatuh banyak yang liat nggak ya? Aku tersadar dan mulai menyesal memikirkan tingkah bodohku. Ya udahlah. Pasti nanti bakalan pada lupa tentang itu. Gumamku menetralkan diri sendiri.
Kelasku berada di lantai dua paling ujung. Kelas Fhersnand selisih dua kelas denganku. Sepertinya sangat percuma menghindari Aga kalau dua tahun kedepan aku harus pulang-pergi melewati kelasnya. Nggak mungkin kan aku lompat dari lantai dua? I haven't yet dating with cogan. Jadi aku harus tetap hidup. Itu prinsipku.
"Murid baru?" tanya seorang cewe berpenampilan tomboy dengan rambut khas pria dan seragam yang jauh dari kata rapi. Aku tersenyum ramah padanya.
"Iya. Kelas Sebelas IPA Dua kan?" tanyaku basa-basi. Dia mengangguk, kemudian meninggalkanku berdiri terpaku di depan pintu. Oke, tomboy dan cuek. As usual.
Saat ini masih terlalu pagi. Pukul 6.25 a.m. Jarak sekolahku hanya lima menit dari rumah. Dan sepertinya si Fhersnand sok baik itu tipikal murid sok rajin di sekolah. Berangkat pagi buta buat apa coba? Cupu banget kan dia? Aku menghela nafas saat memasuki kelas baruku. Hanya ada tujuh orang disana, termasuk si tomboy tadi. Dia sibuk dengan gadgetnya di ujung kelas. Aku memlilih duduk di barisan depan dekat pintu.
Baru saja aku meletakkan jaket Fhersnand di kursi bagian belakang, si idot kesayanganku itu telah berada di depan mejaku, membuat tujuh cewe di kelasku menjerit tertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR LIAR
Teen Fiction"Gue cinta elo, Ca. Sumpah kangen banget gue sama lo." Aga merengkuhku. Tunggu dulu. Dia bilang apa?! Sebelum aku menghajar cowo kurang ajar di depanku, si Agatha sialan ini telah merusak wajah suciku dengan ciuman kilat naudzubilahnya. Aku harus pi...