chap 5

8.5K 881 7
                                    

Irvin begitu marah, rasanya dia sangat ingin menyakiti gadis ini.

Irvin menghempaskan tubuh Rena ke sofa, tubuhnya menindih Rena, tidak peduli jika hal itu membuat Rena sesak.

"Akan kutunjukkan padamu apa itu permainan" kalimat itu seolah menjadi kalimat pembuka kebrutalan Irvin, bibirnya mencium Rena dengan kasar, tangannya menekan kepala Rena agar semakin menempel padanya, tidak ada kelembutan sama sekali dalam sentuhan itu, bahkan sesekali Irvin menjambak rambut Rena, sehingga gadis itu harus meringis, menahan sakit di kepala dan bibirnya.

Tangan Irvin berpindah ke dada Rena, meremasnya kasar, Irvin benar-benar dibutakan oleh kemarahannya. Bahkan dia tidak menyadari air mata yang mengalir di pipi gadis itu.

"Irvin!" sentak Rena saat dia sudah tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri. Irvin tersentak saat melihat mata yang terluka itu.

"Kau masih menyakitiku bahkan saat aku sudah berubah untukmu" Irvin tak mengerti dengan apa yang dikatakan gadis itu, dia berdiri dan mengacak rambutnya frustasi. Dia ingin menyakitinya, tapi dia tidak bisa melihat air matanya, dan apa maksud ucapannya tadi? Gadis ini semakin membuatnya bingung.

"Sudahlah, jangan pikirkan perkataanku" ucap Rena kembali ke mode dinginnya. Dia memperbaiki baju dan rambutnya yang berantakan akibat ulah Irvin.

"Apa ini responmu kalau ada orang yang akan memperkosamu?!" Irvin tidak tahu kenapa dia marah karena hal itu, tapi itu benar-benar membuatnya kesal, dia mengharapkan Rena yang memarahi dan memukulnya, bukan seperti ini, yang tetap tenang setelah air mata sementara itu.

"Aku tahu kau akan berhenti begitu melihatku menangis, dan kalau itu orang lain, aku pastikan aku akan menghajarnya sebelum dia menyentuhku"

"Lalu mengapa aku berbeda?" tanya Irvin tajam.

"Karena kau memang berbeda" kau selalu punya tempat berbeda di hatiku, sejak dulu... Lanjut Rena dalam hatinya.

"Kau membuatku marah dan bingung, dan percayalah itu bukan perpaduan yang bagus, sekarang jawab pertanyaanku, siapa kau sebenarnya? Apa hubunganmu dengan ayah brengsekku itu dan apa maksud perkataan sialanmu tadi?!" Irvin sudah tidak bisa membendung pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya, gadis ini seperti lukisan Monalisa yang menyimpan sejuta misteri untuk dikuak.

Sebuah senyum tercetak di bibir Rena.
"Namaku Rena Wijaya, aku tidak ada hubungannya dengan ayahmu yang tiba-tiba datang menemui ku itu dan untuk maksud ucapanku, biarkan waktu yang akan mengungkapnya"

"Demi Tuhan, Rena! Aku tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu, cepat jawab pertanyaanku!" teriak Irvin.

"Pertanyaan yang mana? Aku kan sudah menjawabnya" tangan Irvin langsung bergerak meraih leher rena, mencekik lehernya.

"Jawab aku, atau kau akan menyesal, aku tidak peduli kalau kau akan menangis atau memohon padaku" Rena terbatuk, tapi gadis itu masih sempat memberikan irvin sebuah senyuman mengejek.

"Tak masalah, bukankah sakit membuatmu kuat? Dan aku tak akan menjadi baja untuk melawanmu, aku cukup menjadi air yang tenang, bukankah dunia tidak perlu orang lemah?" Irvin melepaskan cengkeramannya pada leher Rena, ia mengingat gadis ini.

"Kau sudah mengingatku, kakak?"

Flashback

"Kumohon, jangan sakit aku" tangisan gadis kecil itu menggema di sebuah gang sempit dan sepi, dihadapannya ada 3 orang anak laki-laki yang memojokkannya. Ketiga anak laki-laki itu justru semakin bersemangat saat mendengar tangisan gadis kecil dihadapan mereka.

"Kau tahu apa yang kami inginkan, cantik"

"Ta....tapi aku benar-benar tidak punya uang"

Brak

Salah satu dari ketiga anak itu menendang sebuah tempat sampah yang berada di dekatnya. Gadis kecil itu semakin ketakutan, tidak ada Papanya yang akan menolongnya, dia harus minta tolong pada siapa?

"Papa, tolong Rena" Isakan gadis itu semakin kencang, seiring dengan langkah ketiga brandalan itu yang semakin mendekat.

Saat mereka sudah selangkah lagi dari Rena, sebuah tepukan tangan membuat mereka bertiga menoleh menatap seorang anak laki-laki yang seumuran dengan mereka.

"Hey, untuk apa kau ada disini? Kami tidak menerima anggota baru" ucap salah satu dari mereka bertiga.

"Cih, aku juga tidak Sudi bergabung dengan berandalan macam kalian" dengan tenang laki-laki penyelamat itu menangkis sebuah pukulan ke arah wajahnya. Dan itulah tanda bahwa pertarungan dimulai.

Dengan mata polosnya, Rena menyaksikan bagaimana laki-laki penyelamatnya bertarung, gerakannya begitu terlatih. Percikan darah yang mengenai kulit tangannya, membuat Rena tersadar dari kekagumannya atas kehebatan pria itu. Rena berteriak karena takut dengan darah yang semakin banyak, ketiga orang yang mengganggunya tadi sudah tergeletak begitu saja, Rena tidak tahu apa mereka masih bernyawa.

"Kau membuat telingaku berdengung" Rena menatap laki-laki itu yang pergi meninggalkannya.

"Kakak, tunggu!" dengan kaki yang gemetaran Rena berusaha untuk mengejar laki-laki penyelamatnya.

"Berhenti, jangan ikuti aku!" suara laki-laki itu begitu menyeramkan bagi Rena kalimat perintah yang keluar dari mulutnya, seolah merupakan perintah mutlak yang harus dituruti oleh siapa saja.

"Tapi, aku takut" ucap Rena tak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Takut? Untuk apa kau hidup jika kau takut? Dunia, tidak perlu orang lemah sepertimu" Rena tidak mengerti apa maksud laki-laki penyelamat itu, tapi dia akan selalu mengingat kata-katanya Rena yakin saat dewasa nanti, dia pasti akan mengerti maksud ucapan itu.

"Terima kasih" bisik Rena, laki-laki itu sudah tidak berada dihadapannya, Bahkan dia sudah tidak bisa melihat punggung itu menjauh.

Flashback off

"Kau dulu melarangku untuk mendekatimu kan? Aku harap perintah itu masih berlaku" Rena mengusap lehernya yang terlihat memerah akibat tangan Irvin.

"Aku sudah tidak punya hutang padamu kan? Kau pernah menyelamatkanku, dan kau juga sudah menyakitiku" Irvin masih terpaku ditempatnya, memandang gadis yang pernah ditolongnya 12 tahun lalu. Saat itu dia masih 16 tahun, ayahnya yang selalu memarahinya setiapa saat membuat Irvin mengamuk dan memilih pergi dari rumah, siapa sangka dia akan menemukan tiga orang berandalan yang sedang menyudutkan seorang gadis kecil yang ia yakin masih SD itu.

"Urusannya sudah selesai kan? Aku mau pulang" Irvin menarik tangan Rena yang akan pergi.

"Kau tidak ada hubungan sama sekali dengan ayahku?"

"Tidak" jawab Rena tegas, menatap kedua manik mata Irvin yang sudah melembut.

"Kau tidak berhubungan dengan gank manapun?"

"Tidak" Irvin melepaskan tangan Rena, membiarkan gadis itu pergi dari apartemennya, dan mungkin juga, hidupnya...

"Terima kasih" ucap Rena saat sudah diambang pintu.

"Maaf" bisik Irvin saat pintu sudah tertutup. Kali ini dia yang harus melihat punggung itu menjauh.

*****
Typo? Maklum aja ya?

Broken GunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang