Part 7

4.3K 106 0
                                    

Hari demi hari aku semakin dekat dengan Sandy. Sikap yang semula ketus perlahan memudar, kini mulai ramah kepadanya. Ia sering mengajari berbagai pelajaran yang tak dapat kupahami. Tidak dengan cara-cara yang memaksa, itulah yang menciptakan rasa nyaman saat belajar bersama dengannya.


Aku mulai semangat pergi ke sekolah sejak kedekatan ini terjalin. Sandy benar-benar melimpahkan perhatiannya dengan tulus. Ia telah mengisi hari-hariku yang semula kosong. Terkadang ia mengajak pulang bersama. Menawarkan diri untuk mengantar pulang meski dengan membonceng sepeda yang selalu menjadi alat transportasinya ketika pergi ke sekolah.

Awalnya aku merasa risih dengan ajakannya, apalagi melihat jenis kendaraan yang digunakannya. Namun suatu hari, aku ingin mencoba. Membonceng sepeda Sandy melintasi jalan-jalan pedesaan. Selama perjalanan ia selalu ceria. Mengajak bercanda dengan berbagai tingkah konyolnya. Senyum simpul hingga tawa terbahak-bahak ditorehkannya diwajahku.

Aku begitu menikmati kebersamaan dengan Sandy. Hingga sejenak melupakan segala masalah yang sebelumnya terus saja mengganggu pikiran. Kini aku tak lagi merasa sendiri dan kesepian. Pemuda konyol ini telah berhasil memunculkan pelangi di kehidupanku yang semula hanya ada mendung dan hujan.

***

Suatu hari, Sandy datang ke rumah untuk belajar bersama. Ini memang bukan pertama kalinya ia berkunjung. Sudah menjadi rutinitas selama satu semester ke belakang. Mungkin bila tak diajari olehnya, saat ini aku masih tinggal kelas. Naik ke kelas tiga meski dengan nilai yang masih terbilang pas-pasan tak terlepas dari campur tangannya yang dengan tekun terus mengajari seperti saat ini. Ia semangat mengajak belajar untuk mempersiapkanku menghadapi ujian kelulusan.

"Ayo mulai, kemarin teh sampe mana ya?"

Sandy mulai dengan seksama mengajariku berbagai materi pelajaran. Ia sangat penyabar mengajari murid yang sulit paham sepertiku.

"San, gue bego banget ya? Susah nalar pelajaran."

Sambil menatap buku, menandai materi yang harus kupelajari Sandy menjawab. "Emm ... iya sih."

Aku merespon kesal dengan jawabannya yang mengiyakan, "Loh kok iya?"

Sandy menjawab sambil bercanda, "Hehe ... Ga apa atuh Neng. Awewe mah ga perlu pinter-pinter, asal bisa sampe lulus sekolah SMA aja ga apa."

"Emm ... tapi gimana masa depan gue nanti ya, Kalo masih bego begini?"

Sandy menatap dan berkata sambil tersenyum, "Kudu nikah sama lelaki yang pinter dong. Nikahnya sama aku, biar seimbang."

"Isshh ... malah becanda lagi."

Belajar sambil bersenda gurau. Kami memang tidak berpacaran. Hanya berteman dekat, karena aku belum juga memberi jawaban pada Sandy tiap kali ia menyatakan cinta. Masih merasa ia hanya sekedar bercanda ketika mengungkapkan berbagai hal yang berkaitan dengan cinta. Meski terus ditolak, tapi Sandy tetap bersikap seperti sejak awal berjumpa. Bahkan semakin baik dan perhatian.

***

Aku menatap Sandy yang sedang dengan tekun menyiapkan materi pelajaran yang harus kupelajari. Mengamati gerak-geriknya yang sesekali membetulkan kacamata. Ia memang tidak tampan, tapi juga tidak jelek. Seorang pemuda yang tampak sederhana. Namun sikap dan perilakunya luar biasa. Pemuda sederhana dengan kelebihan otak pintar, serta kemauannya berbagi kepada orang-orang disekitarnya. Sukarela mengajari teman-teman yang kurang dalam hal menyerap materi pelajaran di sekolah. Bahkan ia menciptakan metode ajar dengan caranya sendiri. Diakui oleh siswa siswi yang pernah diajarinya, bahwa cara yang Sandy lakukan lebih mudah dipahami dibanding yang mereka terima dari guru-guru di sekolah.

Diary Perawan (Selesai √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang