Part 8

3.5K 94 2
                                    

Beberapa hari Sandy tak menemuiku. Menurut teman-temannya, ia tak masuk sekolah. Hari ini aku pun kembali mencari ke kelasnya. Melihatnya sedang duduk di salah satu kursi kelas bersama beberapa orang temannya, aku menghampiri.

"San, kok beberapa hari kamu ga nemuin aku?"

Ia menoleh. Betapa terkejut ketika melihat wajahnya penuh lebam. Sekitar mata membiru serta bibirnya pecah.

"Ka- kamu kenapa?"

Ia menarikku. Mengajak pergi ke tempat dimana tak ada siswa siswi lainnya.

"Aku ga apa."

"Tapi itu, kenapa mukamu lebam begitu?"

Ia menunduk, seolah enggan memberitahu apa yang telah terjadi padanya.

"Sandy, ini kenapa?"

"Aku bilang ke Abah, yaaa ... beginilah hasilnya," ucap Sandy tetap sambil tersenyum seperti biasanya.

"Sandy ...."

Aku memeluknya dan menangis. Merasa sangat bersalah padanya. Kalau saja waktu itu aku tidak menggodanya. Hal ini tidak mungkin terjadi, ia tidak akan menerima perlakuan ini dari orang tuanya.

"Maafkan aku."

Sandy berusaha menenangkan. "Kenapa minta maaf?"

"Aku yang salah, aku yang goda kamu waktu itu," ucapku masih meneteskan airmata.

Sandy terus berusaha menenangkan. "Udahlah ... kita hadapi bersama ya."

Telah menerima amarah serta amukan dari orang tuanya, Sandy masih saja begitu baik padaku. Ia terus saja berusaha menenangkan. Tak pernah ditunjukkan rasa kecemasan. Aku merasa sangat bersalah padanya.

***

Kami mulai membahas lebih serius tentang kehamilan ini. Mengingat usia kandunganku yang semakin bertambah. Perut pun semakin membesar. Beberapa kali membahas. Namun belum juga menemukan solusi yang tepat. Begitu banyak yang harus dipikirkan. Apalagi sebentar lagi kami akan melaksanakan ujian kelulusan.

Entah apa yang akan terjadi bila sekolah mengetahui perbuatan kami. Akankah dikeluarkan dari sekolah? Itu pasti adalah hal yang paling Sandy takutkan. Mengingat ia merupakan pemuda yang begitu memikirkan masa depan. Bagaimana bila memang harus putus sekolah? Bagaimana cara menggapai cita-cita yang selama ini ia angankan? Memikirkannya membuatku merasa begitu menyesal.

Mengapa begitu bodoh melakukan keisengan yang berdampak sangat fatal? Terlebih bila harus melibatkan orang yang teramat baik seperti Sandy.

Orang tua Sandy datang ke sekolah. Menemui kepala sekolah dan wali kelas kami. Menanyakan tentang pengakuan Sandy kepada mereka.

Kepala sekolah pun memanggil kami berdua ke ruangan bimbingan konseling. Mulai menginterogasi mengenai pertanyaan yang dilontarkan orang tua Sandy.

"Sandy, hari ini orang tuamu datang ke sekolah. Mereka masih ada di ruangan Bapak. Benarkah yang orang tuamu pertanyakan? Kamu menghamili pacarmu?"

Awalnya kami hanya terdiam dan menunduk. Namun berulang kali kepala sekolah meminta kami menjawab, akhirnya Sandy buka mulut.

"I- iya Pak, benar."

Sontak kepala sekolah maupun guru bimbingan konseling yang berada di ruangan tampak begitu terkejut. Mereka seakan tidak percaya atas apa yang Sandy ucapkan. Selama ini Sandy merupakan siswa kebanggaan di sekolah. Ia selalu berprestasi dan seringkali memperoleh juara perlombaan akademik yang mengharumkan nama sekolah. Namun bila pada kenyataannya ia melakukan tindakan buruk, yaitu menghamili seorang siswi, mereka mengaku sangat kecewa.

Diary Perawan (Selesai √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang