Part 13

2.4K 104 1
                                    

Setelah kepergian Boy, kini aku hanya bergantung pada Mawar. Baik untuk tempat tinggal maupun memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihatnya tampak begitu sibuk kuliah sambil bekerja, bahkan ia mencari pekerjaan tambahan untuk memperoleh uang lebih. Aku pun mulai merasa menjadi beban baginya. Hingga akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan.

Sambil menggendong Mentari yang saat itu telah berusia hampir dua tahun, Aku nekat berkeliling mencari penkerjaan tanpa selembar pun bukti akademik yang seharusnya dapat dijadikan syarat untuk memperoleh pekerjaan.

Mawar belum mengetahui apa yang sedang kulakukan. Tiap kali bicara dengannya dan mengatakan akan mencari pekerjaan, ia selalu mencegah dengan alasan sebaiknya aku hanya fokus pada Mentari. Jangan sampai anak itu kurang perhatian. Memang benar apa yang dikatakannya, Mentari masih sangat butuh perhatian dan kasih sayang. Namun aku juga tak bisa tinggal diam menerima berbagai bantuan darinya. Merasa bagaikan benalu.

***

Tanpa sepengetahuan Mawar, telah satu bulan lebih setiap hari aku memasuki toko, restaurant, dan sebagainya untuk melamar pekerjaan. Beberapa ada yang menerima. Namun tak diizinkan membawa anak. Itu bertentangan dengan keinginanku yang mengharuskan membawa serta Mentari kemanapun aku pergi.

Lelah berkeliling, aku duduk di trotoar sambil menyuapi Mentari sepotong roti. Terik matahari siang itu begitu menyengat. Panas sinarnya terasa kontras dengan suasana hatiku yang mendung kelabu. Merasa diri ini begitu tak berguna. Sekedar mencari pekerjaan untuk menghidupi anak saja tak mampu.

Meski kehidupan yang saat ini kuhadapi begitu sulit. Namun belum berkeinginan mengganggu Sandy. Terakhir kali bicara di telpon. Ia mengaku sedang menghadapi ujian semester. Tak ingin menambah beban pikirannya, untuk itu hanya kuceritakan berbagai hal menyenangkan padanya.

Sandy mengatakan, setelah ujian selesai. Pada libur semester ia akan semakin gencar mencari uang untuk mempersiapkan kepindahanku dan Mentari. Aku pun hanya perlu bersabar.

***

Telah beberapa bulan mencari pekerjaan. Namun hasilnya masih saja nihil. Saat hampir patah semangat, ketika melewati sebuah cafe, di dinding tertera informasi lowongan pekerjaan. Aku pun memutuskan untuk mencoba melamar. Mungkin ini terakhir kalinya mencoba.

Memasuki sebuah cafe bernuansa jepang. Berjalan perlahan menghampiri meja resepsionis. Langsung saja kuutarakan tujuan.

"Saya bersedia dibayar berapa aja. Asal bisa bekerja sambil bawa anak."

"Ijasah ada?"

"Ga ada ijasah."

"Sama sekali ga ada?"

"Ga ada."

Seseorang pria yang mewawancarai tampak bingung. Disela-sela kebingungannya, aku mencoba meyakinkan bahwa aku dapat bekerja sesuai dengan keinginan mereka.

"Tolong pekerjakan saya. Saya akan lakukan apa yang diperintahkan. Kasian anak saya butuh makan. Saya udah keliling cari kerja ga dapat-dapat."

"Sebenernya kita lagi butuh orang sih. Diutamakan laki-laki, soalnya perlu yang tinggal di café ini."

"Kalo gitu saya aja. Saya mau kok tinggal di sini bersama anak saya."

"Anakmu?"

"Saya ga punya tempat tinggal. Kan lumayan ga perlu bayar kost kalo boleh tinggal di sini."

"Hmm ...." Pria yang mewawancarai memperhatikanku dari atas hingga ke bawah.

"Saya mau kerja apa aja, demi anak."

"Ya udah, besok boleh mulai kerja."

"Beneran, Pak?" tanyaku bersemangat.

"Jangan panggil Pak lah. Saya masih muda."

Diary Perawan (Selesai √)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang